“Ahhhhhh....!”
Semua orang melihat Luna. Wajah Rhea dan Dimas tampak bingung sekaligus malu. “Kamu apa-apaan sih na!”
Melihat semua orang memperhatikannya, Luna teringat dengan kejadian saat SMA. Kejadian di mana dia menjadi bahan rundungan dan olok-olok karena kemampuannya. Mendadak mukanya pucat. Badannya bergetar. Semua memori menyedihkan itu terlintas di kepalanya.
Hug...
Nanny memeluk Luna, “Tidak apa-apa sayang. Tadi kamu melihat kecoa ya?”
Pelukan Luna terasa hangat dan lembut. Baru kali ini Luna merasakan kasih sayang yang hangat dari orang asing. “Aku minta maaf sudah membuat semuanya kaget.”
“Luna?” Rhea mendekat ke putrinya. Dilihat baik-baik wajah putrinya tersebut. “Kamu kenapa na?”
Lidah Luna kelu. Selama ini dia tidak pernah memberitahu orangtuanya perihal kemampuannya. Dia tidak ingin kedua orangtuanya menganggapnya gila. “Seperti kata Nanny aku melihat kecoa mah.”
Rhea mengangkat alisnya satu. “Sejak kapan kamu takut kecoa na?”
“Sudah-sudah mari masuk ke dalam!” ajak Nanny. “Luna kamu berani masuk kamar ini bukan?”
Alis Luna terangkat satu. Entah mengapa ada yang aneh dengan Nanny. Seakan dia tahu apa yang ada di dalam. Apakah jangan-jangan Nanny memiliki kemampuan seperti dirinya. “Aku berani.”
Dengan langkah pasti dia mencoba masuk ke dalam. Untungnya gadis kecil tidak berkepala tersebut sudah tidak ada. Rasanya sedikit lega.
“Ah maaf. Saya permisi tidak ikut ke dalam,” ucap Galang. Luna tersentak, dia lupa jika Galang bersamanya. “Ada yang harus saya kerjakan.”
“Terimakasih ya na Galang,” ucap Dimas.
Galang mengangguk. Dia kemudian melihat Luna sebelum pergi. Luna merasakan firasat yang berbeda. Entah mengapa dia merasa pandangan Galang kepadanya berbeda. Seakan Galang ingin memastikan sesuatu.
Hal tersebut membuat Luna gelisah. Dia tidak ingin mengalami hal serupa seperti ketika SMA dahulu. Luna harus bertahan dalam neraka pembulian selama ini. Untuk inilah dia kuliah di luar kota. Agar dia tidak lagi mengalami hal yang sama. Dia tidak boleh lari lagi.
Setelah memindahkan beberapa barang pindahan. Orangtua Luna pamit pulang. Rhea memeluk putrinya dengan erat. “Sering-sering pulang ya sayang!”
Luna mengangguk. “Aku bakal sering-sering jenguk mama dan papa.”
Rhea dan Dimas kemudian naik mobil dan melaju pergi. Luna masih berdiri di halaman ditemani oleh Nanny. Padahal baru sedetik kedua orangtuanya pergi. Namun Luna sudah merasa rindu.
“Kamu akan baik-baik saja di sini na!” ucap Nanny.
Luna tersenyum. Betul dia akan baik-baik saja. Ini berbeda dengan saat dia masih duduk di bangku SMA.
Deg...
Jantung Luna berdebar. Dia tahu jika jantungnya kalut maka ada sesuatu yang sedang memperhatikannya. Luna akhirnya kembali melihat ke jendela kamarnya. Gadis itu menampakan dirinya di sana.
Glek...
Luna menelan ludahnya. Dia sadar hari-harinya yang panjang akan dimulai. Mau tidak mau dia harus terbiasa berhadapan dengan gadis tanpa kepala tersebut. Jika memang dia ingin tinggal di sini dan tidak merepotkan orangtuanya.
“Melihat Jenny?” tanya Nanny.
Dengan segera Luna segera menengok ke arah Nanny. “Jenny?”
“Betul. Jenny,” ucap ulang Nanny. “Kamu melihat gadis kecil di jendela bukan?”
Tangan Luna reflek menutup mulutnya yang terbuka. Dia terkejut dengan perkataan Nanny. “Apakah?”
Nanny menggeleng. “Aku hanya bisa merasakannya.”
“Tapi kenapa anda bisa tahu?” tanya Luna.
“Aku pemilik rumah ini na,” ucap Nanny. “Dibandingkan kita bersitegang dengan mereka, bukankah sebaiknya kita menerima bahwa kita tinggal dengan mahkluk tak kasat mata?”
Luna terdiam. “Tapi, apakah Nanny tidak takut?”
“Tentu saja aku memiliki rasa takut,” ucap Nanny. “Tapi menjadi berani dan menerima lebih baik bukan?”
***
Hufh...
Luna menghembuskan nafas panjang. Dia masih berdiri di depan pintu kamarnya. Ada rasa ragu untuk masuk. Dia khawatir ketika membuka pintu akan ada benda melayang atau kepala yang menggelinding lagi. Dari sekian banyak kamar di rumah ini, kenapa harus kamar Luna tempat bersarangnya hantu tak berkepala tersebut?
Perlahan dia menggenggam pegangan pintu kamarnya. Jantungnya berpacu kencang. ‘Buka? Jangan? Buka? Jangan?’ batinnya terus-terusan bergejolak. Rasa takut mulai memenuhi dirinya. Namun sesuai perkataan Nanny dia harus berani. Akhrinya perlahan pintu dibuka.
Kreeekkkkk....
Suara pintu tua didorong perlahan. Rumah Nanny memang menarik. Semua barang di sini antik dari jaman Belanda. Luna pun baru mengetahui bahwa Nanny adalah warga keturunan Belanda yang tinggal di Indonesia.
Deg...
Gadis kecil itu sudah berdiri tepat di dalam kamar. Kepalanya masih tersambung dengan lehernya. Mereka berpandangan dalam waktu yang lumayan lama.
“Kamu bisa melihatku kan?”
Hening. Luna memilih tidak menjawab. Menurut artikel yang dia baca dari gaagle orang indigo harus mencoba mengabaikan mahkluk tersebut. Atau semua mahkluk akan terus mengganggunya.
Kaki Luna perlahan melangkah. Meskipun jantungnya berdetup kencang, dia mencoba memberanikan diri. Dia menundukan pandangannya dan mencoba melihat ke arah lain. Mencoba melewati gadis tanpa kepala tersebut.
Sampai di dekat ranjang, mata Luna membulat. Dia baru sadar ada lukisan di dinding. Lukisan seorang gadis Belanda. Parasnya sangat mirip dengan si hantu tanpa kepala. Refleks Luna langsung membalik badan. Mencoba menganalisis apakah benar mereka adalah perwujudan yang sama. Sayangnya hantu itu sudah menghilang.
‘Syukurlah,’ batin Luna berkata.
Ketika Luna membalikan badan ke arah lukisan tadi. Gadis itu sudah berada tepat di depan muka Luna. Sontak dia terjatuh ke lantai. Luna mengigit bibirnya. Dia merasakan aura yang tidak biasa. Gadis itu melihat Luna dengan tatapan dingin. Matanya yang biru seakan menjadi menyeramkan.
“kamu bisa melihatku kan?” sebuah suara terdengar di telinga Luna. “Tapi kenapa kamu mengabaikan aku?”
Air mata membendung di pelupuk mata Luna. Dia melihat gadis itu menjadi menyeramkan. Tiba-tiba saja kepalanya jatuh ke lantai menggelinding menuju kaki Luna.
“Aaahhhhhhhhhhhhhhh-.”
Luna tidak dapat menahan dirinya lagi. Dia tidak tahan dan ingin lari. Namun entah mengapa kakinya terasa kelu. Tidak sampai di sana Gadis itu mendekat dan mengangkat kepalanya. Dia menjinjing kepalanya sendiri seperti sebuah tas yang lazim. Pemandangan tersebut membuat Luna ngeri.
“Tolong-, kumohon jangan sakiti aku,” pinta Luna.
Namun gadis itu hanya terdiam. Tanpa deru langkah, perlahan-lahan dia mendekat ke arah Luna. Untuk kesekian kalinya, Luna hanya bisa pasrah menerima apapun yang terjadi.
‘Ya tuhan tolong aku, aku ingin kemampuan ini segera pergi,” batin Luna.
“Luna?” tiba-tiba sebuah suara terdengar dari belakang Luna. Suara tersebut membuatnya memiliki kekuatan untuk menengok. Tepat di depan pintu berdiri Galang. Luna lupa menutup pintu kamarnya.
Deg.... deg... deg....
Jantung Luna berpacu kencang. Hal yang selama ini ingin ditutupinya dari oranglain akhirnya terbongkar sudah. Luna sadar hari-harinya yang penuh damai di Bandung akan segera berakhir.
“Kenapa kamu berbicara sendirian?” tanya Galang dengan nada bingung.
"Christie!" sambil berteriak, Bayu langsung berlari menuju dua orang mencurigakan tersebut. Tanpa berbasa basi, dia segera mendorong salah satu diantara mereka yang menggenggam pisau.Mencegah Bayu, satu orang lainnya langsung menarik lengan mahasiswa tersebut. Sempat Bayu terhuyung dan kehilangan keseimbangan sebentar hingga akhirnya dia terjatuh. Beruntungnya pisau yang berada di tangan salah satu dari mereka langsung terhempas.Bruk!Salah satu tudung hitam memukul pipi Bayu. Erangan kesakitan keluar dari mulut mahasiswa tersebut. Sementara Chriestie masih tertidur pulas. Entah apa yang menyebabkan gadis itu sama sekali tidak terganggu dengan suara berisik dari sekelilingnya. Seakan-akan Chriestie dibuat mimpi indah yang membuatnya tidak akan pernah bangun."Christie bangun!"Bayu telah berteriak sekuat tenaga. Namun sayangnya semua percuma. Gadis itu tidak bergerak sedikit pun. Mambuat Bayu sempat berfikir jika memang Chriestie jangan-jangan sudah meninggal. Tudung hitam itu kemb
"Firasatku berkata ada yang tidak beres Nanny!" ucap Bayu.Nanny masih berkeliling di dalam bangunan tua. Tidak hanya Bayu sebetulnya, dia pun merasakan hal yang sama. Ada sesuatu yang tidak beres di sini."Bukankah Galang berkata bahwa dia benar-benar melihat Chriestie?" Nanny mencoba untuk mengkonfirmasi kembali."Benar Nanny, dia bilang sendiri kalau Chriestie ke sini. Tapi aku benar-benar tidak melihatnya. Yang membuat aku merasakan ada hal yang tidak beres adalah ini!" Bayu menunjuk atas makam yang basah oleh darah. "Ini benar-benar tidak beres!""Karena itulah nak, aku melarang kalian untuk ke sini!" ungkap Nanny. "Inilah hal yang berbahaya. Makam ini adalah makam incaran sekelompok tertentu. Sebelum belanda datang, ada yang bilang tempat ini adalah tempat sakral untuk upacara tertentu! Setiap tahunnya, akan diadakan tumbal. Kemudian tidak lama kerabatku membeli tanah ini. Dan di sinilah dia pun mengakhiri nyawanya!"Bayu tercegang mendengar perkataan Nanny. Jadi tanah yang dia
"Nanny, apakah nanny masih kuat?"Bayu menggopong badan Nanny yang mulai menggigil. Perempuan itu mulai menunjukan tanda-tanda tidak sehat. Dia sedang benar-benar kedinginan. Kabut di luar sangatlah tebal, selain itu kabutnya juga menusuk kulit. "Tenang saja nak, badanku tetap bugar seperti saat aku masih muda!" Nanny berbicara sambil tersenyum. Sayangnya itu tidak bisa menutupi fakta bahwa perempuan tua itu kedinginan. Bayu berhenti sebentar, kemudian dia membuka jaketnya. Dia menyipirkannya ke punggung Nanny. "Semoga jaket ini bisa membuat Nanny terhindar dari dingin sebentar.""Bukankah kamu juga kedinginan nak?" tanya Nanny. Dia memegang tangan Bayu yang juga sedang kedinginan."Aku masih muda Nanny, aku masih bisa tahan!" ucap Bayu.Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan. Meski sudah tertutup kabut, bayang-bayang bangunan sudah cukup terlihat."Sebentar lagi sampai nak! Kita harus memutar ke arah belakang. Di sanalah pintu masuk bangunan tersebut!" Nanny menerangkan kepa
"Danny?! Sob?! Where are u ganteng?" Galang berteriak memanggil sahabatnya tersebut. Namun nihil tidak ada suara jawaban."Bayu?! Kamu masih di sini?" Galang kembali berteriak untuk memastikan sahabatnya satu lagi."Ya bung!" jawab Bayu.Nanny yang sedari tadi diam akhirnya mulai bersuara. "Apakah Danny terpisah dari kita nak?""Ya Nanny!" kedua mahasiswa itu menjawab bersamaan.Galang menggigit bibirnya. Dia khawatir dengan sahabatnya. Tapi tidak hanya Danny yang sedang dalam bahaya, keberadaan Chriestie juga belum terlihat. Dia mengambil nafas dalam-dalam. Apa yang harus dia lakukan sekarang?Bayu kemudian menepuk pundak Galang. "Mungkinkah kita harus berpencar?""Tapi-!" Galang terdengar ragu. Bagaimana jika ini terakhir kalinya mereka bertemu. Bagaimana jika sahabatnya hilang selamanya. Lagipula jika mereka berpencar lagi, bukankah kejadian ini akan lebih parah?"Kamu mencari Danny, aku mencari Chriestie!" ucap Bayu. Belum sempat Galang memprotes, Bayu sudah melanjutkan perkataann
Kukk.. kuk... kuk...Suara burung hantu terdengar di telinga. Danny berkali-kali melihat tangannya. Meskipun gelap dia melihat bulu kuduknya berdiri. Dia pun merasa ada yang tidak beres di kebun ini."Karena kabutnya tebal. Jangan saling terpisah ya!" pinta Nanny.Kebun belakang memang tergolong luas. Nanny sempat bercerita kalau pada zaman Belanda, kebun ini adalah area perkebunan karet yang luas. Ada juga beberapa tanaman lain. Orang Belanda yang mendiaminya adalah kepala perkebunan. Karena itu areanya lumayan cukup luas.Galang sendiri melihat ke kanan dan kiri. Di sana tidak hanya manusia yang berjalan. Ada keanehan di sini, terutama karena ini bertepatan dengan bulan purnama. "Aneh sekali bulan purnama bersinar terang tapi kabut muncul tebal sekali.""Memangnya itu aneh bro?" tanya Danny."Entah. Rasanya aneh saja sih!" ungkap Galang.Bayu sedari tadi hanya diam. Dia memikirkan Chriestie. Namun ada hal yang menjanggal. Dia merasa tujuan yang mereka tuju salah."Teman-teman. Aku m
"Kamu yakin?" Wajah Bayu langsung berubah menjadi pucat. Sebagai pacarnya tentu saja keselamatan orang yang dia sayang adalah segalanya. "Apakah kita tidak sepatutnya memeriksa kamar Chriestie terlebih dahulu? Siapa tahu kamu salah lihat Lang!""Tapi dia masuk ke hutan Bay!" ungkap Galang. Sama seperti Bayu wajah Galang pun panik. Tadinya dia berniat untuk menyusul Chriestie sendiri ke kebun. Tapi dia memikirkan Bayu. Sehingga akhirnya mahasiswa itulah yang pertama kali dia kabari.Saat sedang terjadi keributan. Danny keluar dari kamarnya. "Kalian ngapain bro? Jam dua pagi astaga! Tidur woy tidur. Besok ada mata kuliah pak Herman. Galak betul dia. Takut aku!"Bayu dan Galang akhirnya saling tatap. Mereka kemudian berteriak secara bersamaan. "Chriestie berjalan ke kebun sendirian!"Danny langsung membuka mulutnya lebar. Dia langsung berlari. "Kalau gitu tunggu apa lagi kalian! Cepat kejar bodoh!"Mereka bertiga lari dengan tergesa-gesa. Sampai akhirnya mereka sadar pintu terkunci."Duh
"Jangan marah-marah dulu lah bung! Kamu bantu aku untuk membawa dia kembali ke kamarnya. Setelah itu aku akan menceritakan semuanya!" ucap Galang."Kalau gitu biar aku aja yang gendong dia!" pinta Bayu.Galang mengangguk. Dia memperhatikan sahabatnya. Ternyata Bayu yang dia kenal bucin kepada Chriestie. Sebetulnya sih ingin mengejek tapi dia tahan dulu.Satu menit berlalu sampai akhirnya Bayu menengok Galang."Apa?" tanya Galang."Bantu sob, berat ternyata dia!" ucap Bayu."Dibilang juga apa! Makanya gak usah sok menjadi seorang pangeran dong!" Galang tidak bisa menolak untuk mengejek Bayu.Akhirnya mereka berdua membopong Chriestie kembali ke kamarnya. Seolah-olah tidak ada apapun yang terjadi tadi malam."Jadi ceritakan semuanya!" pinta Bayu."Sebaiknya di luar Bay! Jangan sampai dia terbangun!" ucap Galang.Mereka akhirnya menuju kamar Galang. Namun ternyata yang terbangun pada saat itu bukan hanya Bayu dan Galang. Ada satu orang lagi yang berada di sana."Sarah, sebaiknya kamu tid
"Gengs aku merinding ya!" Danny mendekap tubuhnya sendiri. sembari berkata "hiyy" dia pun merasakan kengerian dan hal aneh."Rasanya kaya rumah ini diincar ga sih?" tanya Bayu.Mereka saling berpandangan satu dengan yang lain. Ketiganya merasakan hal yang sama. Seperti nyawa mereka sedang dalam bahaya."Apa kita harus bilang ke Nanny dan yang lain?" Bayu bertanya kembali."Jangan dulu kayanya! Takut mereka khawatir. Kita lihat dulu aja situasinya," ucap Galang."Benar. Apalagi di sini ada cewe sekarang. Kalau mereka khawatir dan panik ga asik!" ucap Danny."Yasudah kita bertiga sepakat ya buat nyembunyiin hal ini, tapi kalau nanti ada sesuatu buat kedepannya. kita langsung susun rencana lagi!" Galang berkata dengan penuh tenaga. Dua sahabatnya yang lain langsung menggangguk. Mereka hanya bisa berharap bahwa kedepannya akan baik-baik saja.***Kriing....Telepon di rumah berbunyi. Nanny yang kala itu berada di ruangan yang sama langsung mengangkatn
"Hah? Megang tangan?!"Dari mereka bertiga justru Danny yang terlihat panik. Padahal sebelumnya dia adalah orang yang seakan paling berani dan tidak percaya dengan hal mistik."Ja-jangan bercanda!?" ucapnya.Dari sela-sela pandangan dibalik kabut. Mata mereka langsung menerawang ke arah lengan Bayu. Benar saja, sebuah tangan panjang dan berkeriput terlihat di sana. Ketiganya langsung bergetar. Sementara Bayu hanya bisa diam dengan muka yang pucat.Tidak lama kemudian seseorang muncul dari balik kabut. Rambutnya putih beruban dengan lengan yang sudah berkeriput. Mereka bertiga terkejut melihatnya."Na-nanny!?" ucap mereka bertiga serempak."Anak-anak nakal! Sudah kubilang tidak usah mencari tahu lebih jauh. Ayo semuanya kalian kembali!" ucap Nanny. Dibandingkan kaget, mereka bertiga malah terlihat bergembira ketika melihat kedatangan Nanny. "Syukurlah itu hanya Nanny!" ucap Galang. "Aku pikir hantu!" sergah Bayu. "Kalian cepat kem