Prang...
Luna menjatuhkan gelas kaca yang dia pegang. Seluruh penghuni kantin di kampus langsung melihat ke arahnya. Dengan tergesa-gesa dia membereskan pecahan kaca tersebut dibantu oleh kedua sahabatnya.
"Kamu sakit? Kok kaya yang pucat?" tanya Ayu.
Gadis itu menggeleng. Dia merasa baik-baik saja. Keluar kosan dalam keadaan sehat, tetapi kenapa dadanya terasa sakit. Firasat buruknya juga muncul. "Aku baik-baik saja. Cuman sedikit melamun. Gelas yang pecah harus diganti deh."
"Nanti kita bantu ngejelasin ke orang kantin. Tapi serius gapapa? Harus ke klinik engga?" Ratna melihat wajah Luna yang pucat. Dia merasa sangat khawatir.
Luna menggeleng. "Sebentar lagi mata kuliah empat sks (satuan kredit semester). Ga mungkin ga hadir."
Ayu dan Ratna berpandangan. Mereka khawatir kepada Luna. Memang benar kuliah itu penting, tetapi kesehatan Luna juga penting.
"Yaudah tapi kalau ada apa-apa bilang ya. Nanti kita bakal anter kamu ke klinik!" b
Luna mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia perbesar volume suara dari lagu kesukaannya. Awalnya berjalan baik, sampai Luna merasa lift tersebut aneh. Dia baru sadar bahwa lift tersebut tidak berjalan. Tetap berada di lantai empat.Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. Hawa panas mulai terasa dari punggungnya. Diapun akhirnya mengumpat, "SIAL!"Setelah menimbang cukup lama. Luna kemudian menyodorkan lengannya. Dia hendak memencet kembali tombol satu di dekat pintu lift. Sampai akhirnya dia berhenti membeku. Pasalnya sebuah tangan keriput panjang mendahuluinya memencet tombol empat. Tangan itu bahkan lebih panjang dari kedua tangannya. Tanpa sadar matanya menerawang ke arah pemilik tangan. Dia berbalik ke belakang.Luna membuka matanya lebar. Di depannya terdapat kuntilanak berbaju putih yang menyeringai ke arahnya. Permasalahannya tidak hanya sampai di sana. Kuntilanak itu menempel di tembok lift dengan erat. Pemandangan mengerikan mulai menghiasi kedua b
"AAGGGGGGHHHHHHH!"Suara teriakan terdengar dari kamar Bella. Galang yang mendengar hal tersebut langsung turun dari kamarnya. Ini keempat kalinya ibunya menjerit-jerit sendiri di kamar. Kini mahasiswa tampan itu tampak letih menanggapi berbagai keanehan yang terjadi di rumahnya.Sementara Renatta terus mengurung diri di kamar. Dia mengunci kamarnya setelah Galang membanting boneka Anastasia. Boneka tersebut pecah. Galang pun menyadari setelah boneka tersebut dibanting dia merasa tubuhnya merinding. Namun nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.Begitu Galang membuka pintu kamar Bella, dia melihat ibunya menjerit-jerit sendiri. Wajahnya terlihat lebih tua dibandingkan dengan sebelumnya. Bella menunjuk ke atas ke langit-langit. Matanya mengeluarkan air mata dan terbuka sangat lebar. seakan-akan di sana ada sesuatu yang terus menatapnya.Dia langsung menangkap lengan ibunya. Sambil mencoba untuk tetap tenang, dia membisikan sesuatu di
Tok.. tok... tok...Luna mengetuk pintu kamar Danny. Dia ingin memberikan informasi tentang foto. Sayangnya beberapa kali mengetuk Danny tidak memberika jawaban. "Apa dia sedang tidak di kosan?"Tidak lama kemudian Sarah keluar dari kamarnya. Dia memandang Luna yang berdiri di depan pintu kamar seniornya. "Apa yang kamu cari Luna?""Apakah ka Danny di kosan?" tanya Luna.Sarah mendekati Luna. "Kenapa mencari dia?""Aku ada perlu," jawabnya."Karena ka Galang izin cukup lama, akhirnya dia menghandle semua kegiatan BEM yang ditinggalkan. Sepertinya dia akan berada di kampus sampai tengah malam." Sarah menjelaskan panjang lebar.Luna mengangguk paham. Kalau begitu dia akan mengirim informasi tentang ini lewat chat saja. Sambil menunggu seniornya itu pulang. "Terima kasih Sarah!"Sarah mengangguk dan pergi ke kamarnya. Luna kemudian memotret foto Anastasia. Dia memberikannya kepada Danny. Ceklis satu, sepertinya seniornya itu sibuk
"Pergi sana!" usir Luna. Yang benar saja, dia tidak akan mungkin mau mengorbankan apapun untuk mahkluk buruk rupa ini. "Kamu ingin aku memotong ayam dan memberikannya kepadamu. Mana mau aku melakukannya!""HIHIHIHIHIHIHIHI!"Asih tertawa lagi. "Sayang sekali, padahal dulu ada yang bersedia menumbalkan nyawa untuk dia penguasa di sini!"Deg...Penguasa? Jadi si sini ada raja? Benarkah apa yang dikatakan Asih? Mendengar perkataan Asih membuat sekujur tubuh Luna bergetar. Sugesti mulai merambah dirinya. Ada sedikit kekhawatiran bagi Luna jika yang dia hadapi bukanlah hantu biasa melainkan sesuatu yang lebih besar."HIHIHIHIHIHI!"Tawa Asih semakin melengking. Suaranya terdengar begitu jelas di telinga Luna."Kamu mulai takut!"Luna berusaha untuk menepis fakta itu. Dia tahu mahkluk-mahkluk seperti Asih pasti men
Brukkk...Luna terjatuh di atas benda padat. Beberapa kulit tubuhnya tergores. Beruntung tidak ada yang retak. Hanya lecet-lecet di beberapa bagian saja. "Awwwwww!"Yang dia cari pertama adalah handphone miliknya yang terjatuh. Berungtung sekali handphone itu terlempar tidak jauh dari tempatnya duduk. Hanya saja layarnya sedikit retak."Semoga tidak rusak!" Luna menyalakan handphonenya kembali. Beruntungnya benda persegi panjang itu masih bisa digunakan. Meskipun dia sedikit kesal karena retakan layar yang tertera di muka.Dia menyalakan senter, kemudian mengarahkan ke seluruh ruangan. Ternyata Luna terjatuh cukup dalam. Jika diukur sekitar 2-3 meter jarak dia sampai ke permukaan. Dia melihat badannya lagi, suatu keajaiban dia terjatuh sedalam itu hanya menyisakan luka memar dan lecet."Meooonggg!"Rupanya Luna tidak sendirian. Batman juga terjatuh ke dalam lubang. Dia langsung mengangkat kucing kecil itu dan menggendongnya. "Kasihan sekali
Warning!Ada beberapa adegan kekerasan di sini. Mohon bijak dalam membaca. Autor hanya berusaha menuliskan keadaan dengan sebaik mungkin."Jenny!" seru Luna.Hantu gadis kecil itu masih menunjuk satu peti mati lagi. Luna kembali melangkah. Dalam hati dia menebak-nebak peti mati siapa yang bersamaan dengan Anastasia. Kenapa kedua peti mati tersebut terletak di sana.Setelah beberapa langkah Luna sampai di depan peti mati tersebut. Dia berharap peti mati ini memiliki petunjuk dan nama seperti halnya peti mati Anastasia. Sehingga Luna akan mendapatkan petunjuk baru."Sial!" ucapnya. Peti mati kedua kosong. Tidak ada tulisan apapun di atasnya.Luna kembali menengok ke tempat Jenny. Dia masih menunjuk peti mati tersebut. "Kamu ingin aku membuka peti mati ini? Tidak mungkin! Itu gila!"Jenny tidak menjawab. Dia masih saja menunjuk peti. Jantung Luna semakin berpacu kencang. Benarkah dia akan seberani itu? Siapkah dia membuka p
"Luna! Bangun!" Danny menggoyang-goyang tubuh junior kampusnya tersebut. Dia tiba tepat waktu. Dia baru saja sampai ke kosan dan menelpon Galang. Setelah telepon singkat tersebut, Danny langsung bergegas untuk mencari Luna.Meskipun dia ketakutan, namun Danny mencoba untuk menyingkirkan hal itu. Bagaimanapun caranya, dia harus menemukan Luna di kebun belakang. Meskipun harus menuju kebun belakang sekali lagi.Luna mengerdipkan mata. Dia baru tersadar dari mimpinya. "Ada apa denganku?""Entah Luna. Aku sampai di sini kamu sudah tertidur. Sepertinya pingsan mungkin," terang Danny. Dia pun terkejut melihat Luna yang tergeletak di bawah tanah."Bagaimana kakak menemukanku?" tanya Luna."Itu-! Nanti saja. Lebih baik kamu siap-siap berangkat!" Danny menempatkan lengan Luna di bahunya. Mencoba untuk memapah gadis itu."Berangkat?" tanya Luna. "Memang kita mau ke mana?""Bogor!"***"Jadi Batman yang membantu kakak untuk menemuk
"Kakak aku takut!"Renatta memeluk kakaknya. Mereka bersembunyi di kamar Galang di lantai dua. Beruntung sekali Galang bisa menangkap adiknya yang terjatuh di ketinggian. Pengalaman hari ini begitu menegangkan. Ibu mereka bertingkah sangat aneh. Seakan-akan menginginkan nyawa Renatta."Aku ada di sini!" Galang mengelus kepala adiknya. "Aku tidak akan membiarkanmu dibawa.""Hiks!" Renatta mulai menangis. Namun dia menahan suaranya, hanya air mata yang keluar dari kedua bola matanya. "Anastasia bilang-! Anastasia bilang akan membawaku! Dia bilang tidak ingin berpisah denganku!"Galang semakin memeluk erat adiknya. "Tenang saja, aku tidak akan membiarkan setan jahat itu melakukan apapun kepadamu!""Bagaimana dengan mama?" tanya Renatta. Kedua bola matanya yang berlinang air mata itu menatap serius ke arah kakaknya. Galang tidak bisa menampik hal tersebut, dia hanya bisa membuang muka. Dia tidak menyangka Anastasia akan memasuki tubuh ibunya. Membuatny