Suasana di dalam ruang rapat itu benar-benar tegang. Tidak ada satu pun orang yang berani bersuara, bahkan untuk menghela napas saja mereka seperti dicekik. Alden muncul benar-benar membuat semua orang panik. Tak terkecuali sekretaris wanita itu, tapi dia tetap dengan berani memperlihatkan dirinya jika sedang menganggumi sosok Alden. Brak! Alden menggebrak meja dengan map yang ada di tangannya. Sorot matanya yang tajam, menatap semua orang yang ada di dalam ruang rapat tersebut. “Selama ini apa yang kalian lakukan, hah? Bukannya untung, tapi kalian malah membuat perusahaanku hancur!” kata Alden marah. Frey yang ikut rapat pun ikut terdiam, sambil memeriksa keanehan dalam laporan yang diberikan para petinggi perusahaannya itu. Dia menganggukkan kepalanya, dan sesekali menatap Alden yang tengah marah. “Apa kalian sungguh menguji kesabaranku, hah!” “Jawab aku, sialan!” Alden di lua
“Sekretarismu itu sangat menyebalkan! Kenapa juga kau harus memilih wanita seperti itu,” ucap Alana begitu dia mengikuti Alden masuk ke ruangannya. “Ah, aku baru tahu ternyata kau menyukai modelan wanita seperti itu, ya?” Dari masuk ruangan Alana tak berhenti bicara, membuat Alden merasa pening. Dia menghela napasnya, sambil memijat pelipisnya. “Apa kau ke sini untuk membalas dendam?” tanya Alden dengan ketus. Alana tertawa mendengarnya, “Kau peka sekali. Tentu saja iya,” jawabnya. Sekali lagi Alden mengembuskan napas kasar. Harusnya ia tidak menganggu wanita gila ini, dan sekarang ia malah dikerjai balik. Mana bisa ia bekerja dengan suara berisik dari wanita itu. “Alana, apa kau tidak punya pekerjaan?” tanya Alden dengan memasang wajahnya yang super sabar, tapi ingin sekali meneriaki wanita itu untuk tetap diam. “Tidak ada. Pekerjaanku kan bersamamu, tentu saja aku akan menunggumu menyeles
“Sembarangan sekali kau berbicara!” Alana tertawa keras mendengar jawaban yang keluar dari mulut Alden. Moodnya hari ini benar-benar sangat baik karena Alden. Sementara itu Alden hanya diam saja, sudah malas berkata apa-apa. Sudut bibirnya saja yang sedikit tertaik saat melihat Alana. Tak lama setelah mereka selesai makan, seorang wanita datang menghampiri Alden. Wanita itu datang dengan bajunya super ketat, dan langsung duduk di samping Alden tanpa permisi. “Semalam kau meninggalkanku begitu saja,” ucap wanita itu dengan nada suaranya yang terdengar manja. Alden menghela napasnya, “Aku ada urusan penting,” jawabnya singkat. Wanita itu mengerutkan bibirnya. Dia sama sekali tidak memperhatikan Alana yang ada di antara mereka berdua. “Uhmm, permainamu sungguh luar biasa. Bagaimana lagi aku bisa tidur denganmu?” Degh! Alana yang hendak bicara, terdiam dengan tiba-tiba s
“Yak! Apa yang kau lakukan di sini?” Alden bangun dengan malas menatap seorang wanita yang baru saja berteriak padanya itu. Dia tidak berkata apa-apa dan malah menatap bungkusan di tangan wanita itu. “Apa yang kau bawa?” tanya Alden dengan santai. Wanita yang baru saja pulang itu benar-benar dibuat terkejut dengan kehadiran sosok Alden di rumahnya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, berharap salah lihat. Tapi sosok Alden sungguh nyata di depannya. Pria itu bahkan mengambil makanan yang ada di tangannya. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal menyaksikan Alden yang tampak kacau. “Kau ini kenapa?” tanyanya sekali lagi pada Alden. “Tidak ada,” sahut Alden santai. Setelah lama berikir, Alden memutuskan untuk pulang ke apartemen Alana. Saat tiba di sana, sang pemiliki rumah ternyata belum kembali. Dia pun tertidur di sana, tanpa sang pemilik rumahnya ada. Alana mengernyit bingung
“Astaga masakanku!” Alana berlari kencang ke dapurnya, dan segera mematikan api kompor. Dia menatap sendu makanan yang telah dibuatnya dengan susah payah itu, dan kini menjadi sia-sia. “Aish, ini semua karena kau, Alden! Kenapa kau ajak aku bicara, dan sekarang lihatlah makanan ini, heh,” kesal Alana. Alden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia yang tidak melakukan apa pun malah menjadi sasaran omelan Alana. Padahal wanita itu sendiri yang meninggalkan masakan di atas kompor tanpa memberitahunya. “Bagaimana ini, tidak ada makanan lagi. Aku malas!” seru Alana yang kesal sembari mencuci pancai yang terbakar itu. “Tinggal pesan, beres!” sahut Alden dengan santai. “Aish, diamlah!” Alana menyahut kesal dengan tatapan matanya yang tajam.Alden mengendikkan bahunya acuh, dan meninggalkan gadis itu sendirian di dapur. Kini dia duduk di ruang tamu, mengamati dengan tenang. Ada sedikit senyum di wajahnya, seola
Alden dan Alana berada di taman itu cukup lama, hingga orang yang menguntitnya merasa jenuh sendiri dan berlalu pergi. Orang itu merasa tak dapat informasi apa-apa, karena Alana dan Alden hanya berbicara random saja. Bahkan kedua orang itu tak terlihat ingin menyerang, justru terlihat seperti sepasang kekasih. Dirasa posisi mereka sudah aman, Alden beranjak dari duduknya. Dia juga mengajak Alana untuk segera pergi. “Seperitnya kita telat,” ucap Alden sembari melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. “Sebenarnya kau ini mau mengajakku kemana?” tanya Alana mengikuti langkah besar Alden yang meninggalkan taman itu. “Tidak ada. Kita kembali ke markas saja,” jawab Alden. Mobil yang mereka tumpangi mulai melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan sudah mulai terlihat sepi, tak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Bulan bersinar terang di langit malam, seolah malam itu menjadi malam paling tenang bagi semua
Setelah beberapa saat memeriksa benda temuannya itu, Alana mengerutkan keningnya semakin dalam. Wajahnya terlihat sangat serius, dan menatap ke arah Alden. “Ini penyadap,” ucap Alana. Alden menggertakkan giginya. Ia benar-benar tidak menyangka jika ada benda seperti itu berada di rumahnya. Entah sejak kapan benda itu ada, ia sama sekali tidak tahu. “Kamu harus periksa, Alden. Siapa tahu saja masih ada di tempat lain, atau bahkan kamera pengintai,” kata Alana sembari mencari sesuatu dari monitor Alden Jari-jemarinya dengan cekatan bergerak di atas keyboar. Meski mulutnya terus bicara, tapi matanya dengan serius menatap layar monitor. “Apa mungkin ini barang yang tidak sengaja ditinggalkan mantan istrimu itu, ya?” Alden menaikkan alisnya sebelah saat mendengar pertanyaan Alana. Ia terdiam, dan menganggukkan kepalanya setelah mencerna ucapan gadis itu. Tidak menutup kemungkinan, Vivian menaruh
Alden tidak menjawab pertanyaan Frey. Dia megajak Frey keluar untuk berbicara, dan tidak mengganggu Alana yang sedang tertidur. “Ada apa?” tanya Frey yang melihat Alden dengan wajah seriusnya. “Alana menemukan alat penyadap di rumah. Entah dari kapan benda itu ada di sana, dan kurasa sudah sangat lama,” jelas Alden. “Apa? Penyadap? Bagaimana itu bisa ada di sana?” tanya Frey yang seakan tak percaya dengan penjelasan Alden tersebut. Pasalnya, dia tahu bagaiamana seorang Alden. Pria itu sangat teliti dalam melakukan apa pun. Alden bisa tahu jika ada seorang penyusup masuk ke rumahnya. Tapi... apa ini ulah Vivian? “Aku juga tidak tahu,” jawab Alden sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Kedua pria itu terdiam, bergelut dengan pikirannya masing-masing. Mereka juga sama-sama mencara jalan keluar dari semua masalah yang sedang menimpa mereka itu. “Besok kau pergi periksa di sana, jan