Alden terdiam sejenak, meresapi kata-kata Zane dengan serius. Tidak hanya Zane yang mengingatkannya pada tanggung jawabnya terhadap Alana, tetapi juga hatinya yang penuh dengan keraguan dan kebingungan."Aku tidak akan mengecewakannya," ujar Alden dengan mantap, meskipun terasa seperti dia lebih mencoba meyakinkan dirinya sendiri daripada Zane.Zane hanya mengangguk sekali lagi, ekspresinya tetap serius dan agak ragu. Keduanya saling bertukar pandang sebentar, sebelum akhirnya Zane berbalik dan meninggalkan ruangan.Alden duduk kembali di tempatnya, membiarkan kata-kata Zane meresap dalam pikirannya. Dia merasa bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan Alana saat ini.Dengan perasaan yang membara, Alden bangkit dari kursinya dengan langkah-langkah mantap. Wajahnya memancarkan kemarahan yang mendalam. Dia tidak bisa membiarkan orang yang telah menyentuh Alana dengan kasar itu lepas begitu saja.Langkah Alden yang cepat menuntunnya keluar dari ruangan. Dengan pandangan tajam,
“Tuan, mau sampai kapan anda menjalani hari-hari terhina seperti ini?” tanya Frey dengan nada prihatin terhadap sosok pria yang ada di hadapannya. Wajahnya tampak cemas mengkhawatirkan kondisi tuannya yang terus merosot seperti orang yang tidak punya gairah hidup lagi. Ya, di sanalah sosok Alden Leon Ransen duduk sendirian. Di meja sudut sebuah restoran yang gelap, tempat dia seakan menyembunyikan diri dari dunia luar yang dulu pernah dikuasainya. Tatapannya kosong, beban dan kesedihan yang tak terungkap tercetak jelas dalam garis wajahnya yang tegas. Dengan pakaian pelayan yang digunakannya, ia terlihat seperti pria biasa.Namun, semua orang yang mengenalnya tahu bahwa Alden bukanlah pria biasa. Ia adalah seorang mafia terkenal yang telah menjalani hidupnya di dunia bawah tanah yang gelap dan berbahaya. Alden membuang napas kasar, mengindahkan ucapan Frey yang mencemaskannya itu. “Pergilah, Frey,” katanya dengan pelan. “Oh,
“Ka... kau! Siapa kau sebenarnya?” teriak kepala staff dengan wajah penuh ketakutan. Namun, sebelum kepala staff itu bisa mendapatkan jawaban, tiba-tiba segerombolan orang berbaju hitam muncul dari belakang, menyusul Alden yang berjalan melewati orang-orang. Dalam sekejap, restoran yang riuh menjadi sunyi. Kehadiran orang-orang berbaju hitam dan deretan mobil mewah membuat semua orang terkejut, terutama kepala staff. Orang-orang itu berbaris, membentuk pagar betis pada sosok laki-laki dengan pakaian pelayan yang kotor akibat tumpahan jus dan minuman lainnya. Alden berjalan dengan tegas mendekati kepala staff yang sedang ketakutan. “Kau takkan pernah menghalangiku lagi. Jika itu terjadi lagi, aku kupatahkan kaki dan tanganmu!” ancam Alden dengan suara dingin. Dengan wajah memucat kepala staff mencoba berdiri untuk lari, tetapi malah terpeleset air kencingnya sendiri yang mengalir. Alden tidak ingin meladeni pria itu, dia langsung pergi me
Meski terkejut, wajah manajer itu dengan cepat berubah. Dia tetap berusaha mengusir Alden, dan tidak memberikan izin untuk bertemu dengan Mr. Kendrick.Tidak sembarang orang bisa bertemu dengan Mr. Kendrick, terutama seseorang yang tampil seperti Alden.Dengan cepat sang manajer mengambil sikap defensif. “Kau pikir bisa saja datang ke sini dan bertemu dengan pimpinan kami? Kau seharusnya tahu posisimu yang seperti apa. Bahkan kau tidak layak menjadi pelanggan kami, apalagi bertemu dengan Mr. Kendrick!”“Jika kau tidak mau memanggilnya, maka aku akan masuk sendiri!” sahut Alden dengan suara tenang dan tegas.Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut dari sang manajer, Alden bergerak maju melangkah menuju pintu masuk perusahaan. Namun, tiba-tiba dua orang penjaga muncul, berdiri di antara Alden dan pintu masuk.Manajer itu berlari mendekatinya, meminta penjaga untuk menggelandang Alden pergi. Ia tidak ingin hari pertamanya sebagai manajer perusahaan terbesar di negara itu tercoreng oleh sos
Suasana di dalam ruangan terasa begitu tegang. Suara ketukan jari-jari Alden di atas meja mejadi irama tak terduga dalam pertemuan tersebut. Mr. Kendrick, sang manajer pengelola dana kelompok mafia itu duduk di samping Alden sambil menatapnya dengan serius. Ini pertama kalinya lagi ia melihat wajah serius Alden, setelah sekian lama berada dalam kondisi terpuruknya. Sialnya, ia malah melihat sendiri pegawainya memperlakukan Alden dengan buruk dan secara berani memakinya. “Beritahu aku apa yang masih tersisa!” pinta Alden tanpa basa-basi dan langsung ke inti pembicaraannya. Mr. Kendrick akhirnya memulai permbicaraan. Dia melaporkan dengan jelas segala kerugian yang diderita oleh kelompok mereka akibat serangan kelompok David Durant. Mr. Kendrick menarik napasnya dalam-salam sebelum melanjutkan paparannya. “Situasi semakin parah, Sir. Kelompok David benar-benar telah menghancurkan sebagian besar aset kita. Beberapa gudang yang kita miliki
Ketenangan Alden sebenarnya mempengaruhi perasaan ketua pasukan yang bernama Mark itu. Dia sedikit tertegun melihat bagaimana wajah Alden yang tak ada tersirat kepanikan atau ketakutan sama sekali. Justru Alden terlihat seperti orang yang sangat sombong dengan keyakinannya. “Kalian semua bukanlah tandinganku. Aku tidak butuh bantuan hanya untuk menghadapi kalian,” ujar Alden dengan suara yang tenang namun penuh dengan kepercayaan diri. Tatapan tajamnya terfokus pada Mark, ketua pasukan penyerang itu. Mark bergeming dengan gertakan di giginya. Sorot mata tajam Alden seolah menembus kegelapan, dan pada saat yang sama, ketegangan semakin terasa di udara. Kelompok orang di hadapan Alden merasa tersulut amarahnya hanya dengan perkataan Alden. Salah satu di antara mereka mengepalkan tinjunya dengan penuh emosi. “Siapa kau, hah? Berani sekali bicara seperti itu pada kami!” Alden tetap tenang, “Siapa aku bukanlah hal yang
Alden menatap tajam wanita yang sejak tadi tidak berhenti bicara itu. Meski dirinya tidak digubris, tapi dia tak juga berhenti. Alden merasa sedikit muak, tapi dia memilih untuk diam. Sepanjang perjalanan menuju ke markasnya, hanya ada suara wanita berambut merah itu bersama Frey. Mereka sudah seperti sepasang kekasih, dan mengabaikan keberadaan Alden di sana. Brak! Wanita berambut merah dan Frey terkejut saat Alden menutup pintu mobil dengan keras. Keduanya saling berpandangan dalam diam, dan Frey mengendikkan bahunya acuh. Dia sungguh tahu bagaimana seorang Alden ketika marah. Meskipun sudah berlalu lama, tapi tetap saja ketua mafianya yang gila itu akan menakutkan ketika marah. Tak ingin ambil pusing, kedua orang itu menyusul Alden yang sudah lebih dulu masuk. Di dalam markas Alden disambut oleh seorang perempuan dengan pakaian seksinya. Dia melangkah mendekati Alden yang dalam mood tidak baik. Sen
Alden sedikit geram dengan Frey yang tidak mau mendengarkannya. Malam ini dia kehilangan sosok detektif wanita yang katanya pembawa informasi penting untuknya itu. Bukannya mengejar Alana, Frey dan Jessica malah meninggalkannya. Sekarang ia hanya sendiri di dalam ruangan kebesarannya itu. Alden duduk di sana sendirian dengan wajahnya yang serius. Perkataan musuhnya terus terngiang-ngiang di dalam otaknya. Penghinaan dan pengkhianatan yang diterimanya, semakin membuat hatinya berdenyut sakit. Ia tidak terima semua itu terjadi padanya. Kesetiaannya selama ini hanya dianggap angin lalu oleh sang istri. Alden bangkit dari kursinya, melangkah menuju jendela yang memperlihatkan kota yang tak pernah tidur. Cahaya gemerlap memantul di matanya, menginggatkannya pada masa-masa ketika kekuasaan dan kehormatannya tidak pernah dipertanyakan. Namun, kini segalanya telah berubah. Keputusaasaan melilitnya, dan tidak bisa membiark