Beranda / Thriller / SANG PEWARIS PERKASA / Chapter 5 - Hewan Buas

Share

Chapter 5 - Hewan Buas

Penulis: Dewa Amour
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-22 08:31:08

Terik sang mentari petang itu cukup panas. Sinar jingganya menerobos dari sela-sela daun pinus yang tipis. Perlahan Aaron membuka matanya. Ia terkejut mendapati tubuhnya yang sedang tergolek di antara semak-semak jurang.

"Ah, di mana aku?"

Berangsur-angsur laki-laki itu menyeret tubuh ringkihnya guna berusaha bangkit. Di sela rasa haus dan kepayahan, Aaron mengingat insiden yang baru saja terjadi padanya.

Marquez, di mana laki-laki itu?

Bukankah mereka menaiki mobil yang sama?

Aaron tak mampu mengingat banyak hal. Termasuk ledakan dahsyat yang terjadi. Dia hanya ingat saat mobil itu terperosok lalu terjun ke jurang.

Dalam hati, Aaron mencemaskan Marquez. Meski mereka hanya saudara tiri dan tidak pernah akur, tapi dia masih punya nurani terhadap laki-laki menyebalkan itu.

"Marquez, aku harus mencarinya!"

Aaron berusaha bangkit sambil bertumpu ke pepohonan di sekitar. Ia berjalan dengan terpincang-pincang. Matanya memindai ke sekitar hutan.

"Marquez!"

Dari balik sebuah pohon besar, Marquez mengintai laki-laki di bawah sana yang sedang mencarinya. Dasar bodoh! Aaron masih peduli saja pada orang yang sudah menjebaknya sampai ke hutan ini.

Seringai licik terbit di sudut bibir Marquez. Bagaimana jika dia meninggalkan si bodoh itu di hutan belantara ini?

"Marquez, kau di mana?!" teriak Aaron.

Langkah itu dihentikan. Dicengkeram sambil meringis kesakitan bagian celana kainnya yang terkoyak. Lututnya terluka dan terus mengucurkan darah.

Dengan napas yang terengah-engah matanya memindai ke sekitar. Entah di mana Marquez berada.

Melihat Aaron yang terus mencarinya, Marquez jadi muak dan merasa permainan ini kurang seru. Dia putuskan untuk melakukan sesuatu yang lebih ekstrim.

Seperti memancing singa jantan keluar untuk menerkam Aaron. Namun, tiba-tiba saja kakinya terperosok.

"Aaaaaa!"

Marquez menjerit saat dia terjatuh ke sebuah rawa-rawa yang berisikan banyak buaya liar.

Teriakan itu sampai ke telinga Aaron. Juga hewan pemangsa di sekitar rawa-rawa yang sedang kelaparan. Entah pertolongan atau maut yang lebih dulu menjelang Marquez.

"Tolong!"

"Tolong aku!"

"Aaron!"

Marquez berteriak ketakutan. Rawa-rawa itu cukup dangkal dan dipenuhi lumpur yang lengket dan berbau busuk. Puluhan ekor buaya lapar berlomba-lomba menuju padanya.

"Tidak! Jangan makan aku! Tolong!"

Aaron mencari-cari sumber suara Marquez. Hingga kemudian itu menoleh ke arah batu besar di seberangnya. Itu cukup tinggi. Apa dia sanggup untuk mendaki saat kakinya sedang sakit begini?

"Tidak! Tolong aku!"

Puluhan ekor buaya menyerang Marquez dengan brutal. Laki-laki yang sedang terjebak di rawa-rawa tak mampu menghalau mereka. Hewan buas itu saling bertarung memperebutkan mangsanya.

"Marquez!"

Aaron amat terkejut melihat kondisi Marquez. Laki-laki itu terjebak di antara puluhan buaya lapar yang sedang bertarung.

Setelah mati-matian ia merangkak sampai tiba di atas batu besar itu. Sekarang Aaron kebingungan bagaimana caranya dia bisa menolong Marquez.

Saat dia sedang berpikir, tiba-tiba sebuah flash back melintas di kepalanya. Itu kenangan pahit di masa kecilnya.

"Tuan Muda Aaron mengalami hampir 50 persen luka bakar. Hanya operasi yang bisa memulihkan kondisinya."

Perkataan dokter di rumah sakit pusat kala itu mengejutkan Tuan Fortman.

Putranya mengalami kecelakaan saat berada di laboratorium sekolah. Ada banyak murid di sana. Salah satunya Marquez.

"Tuan Muda terbakar setelah menolong Tuan Marquez dari semburan api."

Penuturan seorang saksi mata di lokasi kejadian membuat Tuan Fortman murka.

Di malam yang sama saat para dokter melakukan operasi pada Aaron, laki-laki itu menghukum Marquez menggunakan ikat pinggangnya.

"Beraninya kau meninggalkan putraku di tengah kobaran api! Dasar sialan!"

Bug!

Bug!

Marquez yang baru berusia 15 tahun saat itu hanya bisa membiarkan tubuhnya di cambuk sampai memar. Namun dia bersumpah dalam hatinya, jika dia tidak akan melupakan penyiksaan itu.

Marquez memang sengaja meninggalkan Aaron dalam jebakan api saat terjadi kebakaran di Lab sekolah mereka. Rasa irinya pada saudara tirinya itu teramat besar hingga dia ingin menghabisi Aaron.

Sayangnya petugas pemadam berhasil menyelamatkan Aaron. Tuan Muda segera dilarikan ke rumah sakit. Tangisan dan jeritan orang-orang terhadap Aaron membuat Marquez muak.

"Kau tahu? Aaron mempertaruhkan nyawanya demi kau! Dia memang putraku! Tetapi kau hanya pecundang yang selalu dengki pada Aaron! Rasakan ini!"

Bug!

Bug!

"Hentikan! Kumohon ..."

Tuan Fortman mencengkeram ikat pinggang di tangannya. Matanya menatap tajam saat Marisa tiba-tiba saja berlari lantas melindungi Marquez.

Marisa terisak-isak. "Maafkan dia! Dia memang bodoh!" jeritnya sambil memeluk Marquez.

"Ya, putramu itu memang bodoh! Aku sudah perintahkan padamu untuk mengirimnya ke asrama, tapi kau tetap membiarkan dia berkeliaran di rumah ini sampai akhirnya si bodoh ini membahayakan putraku!" Tuan Fortman sangat marah.

Marisa menggeleng dalam tangis. "Aku mohon jangan menyiksanya lagi! Aku akan segera mengirimnya ke sana. Ya, aku janji!"

Tuan Fortman tidak berkata apa-apa lagi. Dengan wajah kesal, laki-laki itu segera pergi setelah Jeremy menyodorkan ponselnya.

"Mom, kau jangan memohon pada bajingan itu," desis Marquez pada ibunya.

Marisa menatapnya. "Aku tahu kau tersiksa di sini, tapi kumohon bertahanlah sebenatar lagi. Setelah kita berhasil menguasai harta mereka, maka kau lah yang akan memperlakukan Aaron seperti ini. Aku janji."

Marquez cuma mengangguk. Api dendam masih berkobar di mata anak itu saat Marisa memeluknya sambil menangis.

"Marquez, tangkap ini!"

Laki-laki itu membuka mata. Kilasan masa lalu sempat bermain di memorinya. Marquez pikir dia akan selesai saat ini juga. Nyatanya Aaron datang. Laki-laki itu melempar akar pohon yang panjang dan kuat ke arahnya.

"Cepat naik, Marquez!" teriak Aaron. Dia terlihat sedang berdiri di atas batu besar yang berada di tepi rawa-rawa.

Marquez sebal karena dia harus berhutang budi pada musuh bebuyutannya itu. Ekor matanya melirik ke arah puluhan buaya yang sedang bergulat. Ini memang saat yang tepat untuk dia kabur.

"Ayo naik, Marquez! Cepat!"

Aaron segera menarik akar itu guna mengangkat Marquez dari tengah rawa-rawa. Namun, ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Hewan buas mulai teralihkan dan ingin mengejar Marquez.

"Cepat tarik, Bodoh!" teriak Marquez pada Aaron. Dia bisa mati sebagai santapan buaya-buaya itu.

Aaron berusaha keras menarik Marquez. Dia mengerang kesakitan karena kakinya yang terluka. Namun nuraninya menolak saat dia ingin meninggalkan Marquez.

Sejak mereka belia, Marquez selalu mencari kesempatan untuk membahayakannya. Aaron tahu semuanya. Maka dia mulai bersiaga saat Marquez berhasil naik dari rawa-rawa.

"Syukurlah, Marquez."

Dengan terengah-engah, Aaron menjatuhkan diri duduk bersandar di batu. Akhirnya ia berhasil menyelamatkan Marquez.

Sementara Marquez yang tubuhnya penuh lumpur hanya menoleh ke arah Aaron. Kemudian dia melirik ke bawah di mana puluhan buaya sedang meminta makan.

"Aku tahu kau sangat baik, Young Master Fortman. Akan tetapi, kau juga sangat bodoh!"

Aaron dibuat terkejut saat Marquez tiba-tiba mendorongnya. Laki-laki itu tertawa geli melihat Aaron yang sedang bergelantungan pada akar pohon. Dia nyaris jatuh ke rawa-rawa.

"Bajingan kau Marquez! Aku sudah menolongmu tapi kau malah mau membahayakan aku!" cerca Aaron kesal. Dia berusaha keras berpegangan ke akar pohon.

Marquuez tersenyum remeh. "Ya, ya, terserah mau ngomong apa aku tidak peduli."

"Marquez! Hei jangan pergi!"

Aaron berteriak melihat Marquez turun dari batu.

Laki-laki bajingan itu memang tak bisa dipercaya!

Marquez meninggalkan dia yang sedang berjuang hidup atau mati. Mata Aaron melihat ke bawah. Puluhan ekor buaya menantinya jatuh ke rawa.

"Ya, Tuhan ... bagaimana ini?"

Dalam kebingungan Aaron, tiba-tiba saja sebuah bidikan laser mengenai wajahnya. Dia buru-buru melihat ke atas. Sebuah helikopter terlihat di langit hutan.

"Hei, aku di sini!" teriak Aaron sekencangnya.

Tim satuan khusus menoleh ke bawah. Mereka menemukan Aaron.

"Itu Tuan Muda Fortman! Ayo lakukan pendaratan darurat!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Puspa Sella
cerita nya apa ini kok gak mudeng wlw SDH baca beberapa bab
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SANG PEWARIS PERKASA   Chapter 81 - Rencana Baru

    "Puji syukur pada Tuhan Yesus! Wanita itu tidak mengenali Anda, Tuan Muda."Silvester bicara sambil merapikan alas kasur. Dia dan Aaron sudah tiba di sebuah kamar sempit khusus para staf yang bekerja di bungalow. Hatinya amat lega karena Marisa tidak mencurigai Aaron.Aaron tampak sedang berdiri di tepi garis jendela kamar. Ia tersenyum tipis mendengar ucapan pria itu. "Namun aku masih belum bisa mengingat apa pun," katanya terdengar murung.Silvester menoleh. "Seiring berjalannya waktu, saya yakin ingatan Anda akan segera pulih. Bungalow ini memiliki banyak kenangan tentang Anda, Tuan Besar dan para bajingan itu."Aaron mengangguk. "Namun bagaimana jika mereka lebih dulu mengetahui rencana kita?"Mendengar ucapan Aaron, Silvester menghentikan pekerjaannya. Ia lantas menoleh ke arah pria muda yang masih berdiri di tepi garis jendela kamar. "Selama saya masih hidup, saya akan melindungi Tuan Muda," katanya penuh tekad.Aaron amat terkesan mendengarnya. "Silvester, jangan ngomong begitu

  • SANG PEWARIS PERKASA   Chapter 80 - Penyamaran Aaron

    Kediaman Keluarga Fortman pagi hari. Apel para staf baru saja dibubarkan. Sambil memegang cangkir kopinya, Marisa memandangi orang-orang yang berhamburan di teras belakang rumah yang luas."Jadi, wanita itu sudah tiba di kota ini lagi?""Benar, Nyonya.""Lantas, kenapa kau bertanya padaku?"Smith dibuat terkejut saat tubuh tinggi dengan balutan stelan kantor pendek warna hitam itu memutar sampai menghadap padanya. Ia segera menundukkan wajah dari tatapan tajam Marisa.Wanita itu tersenyum miring. Ia berjalan satu langkah ke depan sampai melewati Smith. Ditepuk satu bahu pria itu sebelum ia benar-benar berlalu darinya."Aku tahu, dan kau tahu pasti apa yang harus kau lakukan," desis Marisa.Smith cuma mengangguk menanggapi.Marisa menarik nafas, lantas ia berjalan menuju lorong. Miranda sudah kembali ke kota. Begitu kabar yang disampaikan oleh Smith. Ternyata mata-matanya tak berguna. Bahkan mereka gagal menghabisi wanita itu di dermaga."Nyonya, orang yang Anda pesan sudah datang."Si

  • SANG PEWARIS PERKASA   Chapter 79 - Titik Terang

    Pusat Kejiwaan sore hari.Langkah panjang seorang pria terayun mantap menyusuri lorong rumah sakit. Di sepajang lorong tampak para pasien yang sibuk dengan aktifitas masing-masing. Semuanya mengalami gangguan mental yang parah."Apa sudah ada kabar tentang Miranda?""Belum, Tuan."Shit!Marquez mendengus kesal mendengar jawaban dari asistennya. Sudah nyaris satu tahu pasca Miranda kabur darinya. Dan malam panas penuh kenikmatan itu, mana mungkin bisa ia lupakan. Saat tangannya menjamah dan bermain di setiap inci tubuh Miranda.Sssh ... kecantikan wanita itu bagai kokain yang memabukkan. Dan semua sensasinya tak dapat ia mengingatnya dengan jelas, seperti apa rasanya. Yang pasti sangat nikmat."Tuan jangan cemas, orang-orang Max masih mencari Nona Miranda." Asisten bicara lagi. Saat manik-manik Marquez mengincar wajahnya, ia langsung menunduk."Bagaimana dengan Eve? Apa bajingan itu masih ada di markas?" tanya Marquez. Menurut informasi, Miranda kabur dengan membawa gadis kecil bersam

  • SANG PEWARIS PERKASA   Chapter 78 - Cerita Masa Lalu

    Sebuah pondok di atas bukit tampak tersembunyi di antara rimbunnya pohon-pohon murbei yang rindang. Di sekeliling pondok terlihat ladang sayuran yang menghijau. Di sana tampak punggung seorang wanita yang sedang memetik sayuran.Ubi Wortel begitu besar dengan warna yang amat cerah saat dicabut dari tanah. Wanita itu memekik senang. Ia lantas menaruh beberapa wortel pada keranjang rotan di sisinya. "Sepertinya paprika sedang berbuah lebat. Aku ingin buatkan Eli sup ikan salmon dengan potongan paprika. Kurasa anak itu akan makan banyak," ujarnya sambil menoleh ke arah beberapa pohon paprika yang buahnya tampak banyak dan matang-matang."Uhuk! Uhuk!"Terdengar suara batuk-batuk dari arah kamar tanpa pintu. Cuma tirai putih yang melambai karena embusan angin. Anak perempuan tampak duduk di tengah ranjang. Dia yang sedang batuk-batuk.Wanita di ladang mendengar suaranya saat sedang memetik paprika. Dengan cepat ia bergegas menuju arah pondok. Dibuka topi besar yang menutupi kepala, Mirand

  • SANG PEWARIS PERKASA   Chapter 77 - Mencari Jati Diri

    Kapal menepi di sebuah dermaga. Mereka sudah tiba di Alexandria Baru setelah berlayar dari Salvador Timur. Udara di teluk sangat dingin menjelang pagi tiba. Semua penumpang kapal mengenakan jaket tebal dan topi berbulu. Di antara mereka tampak seorang pria yang baru keluar dari pintu kapal.Aaron mengenakan mantel tebal warna hitam, fedora hitam dan memegang cerutu. Dia sedang mengelabui para mata-mata di dermaga agar tidak melihat wajah aslinya.Mata-mata berdiri di atas geladak kapal. Mereka segera mengincar dengan teropong jarak jauh saat para penumpang keluar. Hampir saja mereka menemukan Aaron. Tapi penampilan pria itu tidak mencirikan."Selamat datang di Alexandria Baru! Surga di dunia yang Tuhan ciptakan untuk kita!""Ayo sialkan!""Mari-mari!"Petugas dermaga menyambut para penumpang dengan penuh semangat. Terutama para turis yang datang untuk berlibur di kota mereka. Aaron berada di antaranya. Dia tampak sibuk dengan batang cerutunya dan berpura-pura acuh."Anda bawa koper s

  • SANG PEWARIS PERKASA   Chapter 76 - Haus Kekuasaan

    Sebuah villa di pesisir pantai. Tampak beberapa orang pria yang sedang berjemur sambil menikmati segelas espresso. Di antaranya, Max duduk santai sambil menikmati panorama laut yang tenang."Bagaimana, apa sudah ada kabar tentang wanita itu?"Sambil menikmati sebatang cerutu, ia bertanya pada dua orang anak buah yang baru saja bergabung. "Belum, Bos. Sepertinya mereka pergi ke luar pulau."Mendengar penuturan mereka, Max mengincar dari balik fedora putih di kepalanya. "Lantas apa kerja orang-orang kalian di dermaga? Kenapa menangani seorang wanita saja tidak becus?!" katanya dengan kesal.Dua orang pria itu saling pandang. Dengan takut-takut satu darinya segera menyahut, "Mereka juga sedang mencarinya, Bos. Namun Tuan Marquez memintanya untuk berjaga-jaga juga di stasiun kereta cepat."Mendengar jawaban mereka, Max naik pitam. Pria itu segera bangkit dari kursi rotan yang ia duduki. Dengan cepat matanya mengincar wajah dua orang pria di belakang. Tangannya segera menyambar masing-mas

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status