Share

Bab 2: Rumah

Reva membaringkan tubuhnya ke atas ranjang tanpa mengganti dulu baju seragam dengan baju rumah, gadis ini bernafas lega tiap kali berhasil terbebas dari Tobias dan ketampanannya.

Suasana rumah yang selalu sepi berhasil membawa ketenangan untuk Reva, dia tetap bergeming di sana membiarkan rasa tenang itu semakin merasuk ke dalam tubuhnya hingga membuat kantuk menguasai, namun sebelum rasa itu membuatnya terlena, sebuah dering panggilan masuk berbunyi dan merusak harmoni indah yang bernama kesunyian.

Dengan malas Reva meraih gawai dan menerima panggilan tersebut tanpa melihat panggilan dari siapa itu, sebab dia sudah tahu dari siapa.

“Hallo sayang?” Suara di ujung sana terdengar lebih dulu.

“Ya Mah,” Reva membalas dengan nada lambat, matanya pun masih menutup.

“Sudah pulang?”

“Ya Mah.”

“Mamah sudah simpan ayam di kulkas, nanti goreng sendiri saja ya, tidak perlu menunggu Mamah.”

“Ya Mah.”

“Jangan lupa mandi dan ganti baju, Mamah pulang di jam delapan malam.”

“Hmm,” Reva menutup sepihak panggilan tersebut dan berniat melanjutkan tidur sebelum ia kembali terganggu oleh suara perutnya sendiri.

Akhirnya Reva mendengus kesal dan bangkit dari ranjang, berjalan malas menuju pintu yang berada di lantai dan menurunkan tangga lipat. Ruangan yang Reva sebut kamar sebenarnya adalah loteng rumah, gadis itu sengaja menjadikan ruangan tersebut sebagai kamarnya selain dengan alasan keamanan sebab selalu ditinggal seorang diri di rumah, juga sebab dia tertulari salah satu sifat kawannya yang merupakan seorang astrophile.

Reva berjalan malas menuju dapur, menggoreng ayam yang tersimpan di kulkas dan menyantapnya bersama nasi hangat dan saus tomat sebegai pelengkap, dia menyantap kesemua itu sambil menonton sebuah acara di tv di ruang keluarga.

Memiliki kedua orang tua yang  sama-sama sibuk bekerja membuat Reva harus menjadi anak mandiri sejak kecil, dia terpaksa melakukan beberpa hal sendiri, dan sebab dirinya yang selalu ditinggal kerja hingga berbulan-bulan kadang membuatnya lupa bagaimana rupa keduanya, terutama ayah.

Orang tua itu bekerja sebagai pengintai di Badan Intelejen Nasional, pekerjaan yang membuatnya hanya akan pulang beberapa kali dalam satu tahun. Kadang Reva baru menyadari  kalau sang ayah pernah menjadi tukang cilok langganannya di sekolah, atau juga menjadi gelandangan di jalan yang sering di lewatinya.

Sementara sang ibu adalah wanita karier di bidang kuliner, seorang pemilik restoran yang sudah bercabang di mana-mana hiingga membuatnya sibuk sana-sini.

Apa Reva membenci hidupnya yang seperti ini? Tidak, tapi bukan berarti dia menikmatinya juga.

Suara dering panggilan masuk kembali mengganggu keasikan Reva, santapan yang baru habis setengahnya itu ia tinggalkan dan dengan langkah terburu dia berjalan cepat menuju loteng. Namun panggilan tersebut berakhir tepat saat gadis itu menggapai gawannya.

“Lara? Ada apa?” Reva hendak mengirim pesan tepat saat pesan dari sang kawan tiba lebih dulu,

“Va? Aku sudah pulang les, apa kau mau belajar bersama di rumahku?”

Pertanyaan sederhana itu membuat otak Reva berputar, di satu sisi dia malas pergi ke rumah Lara dengan berjalan kaki, tapi dia pun bosan terus berdiam seorang diri di rumah entah sampai kapan.

“Mata pelajaran apa saja yang harus kubawa?” Reva memilih untuk bertanya lebih dulu sebelum memutuskan apapun.

“Semua yang diberi pekerjaan rumah oleh guru,” kali ini Lara membalasnya menggunakan voice note, ”kau belum mengerjakan PR sejak hari Senin kan?”

“Belum sih, he he he,” Reva nyengir jadinya, “tapi jika aku membawa dari hari Senin aku akan lama mengerjakan itu semua.”

“Lalu?’

“Tentu aku akan pulang terlalu larut.”

“Loh? Kupikir kau paham maksudku. Apa kau tidak bosan terus ditinggal sendiri di rumah? Menginaplah di rumahku.”

‘Benar juga,’ ide itu belum terpikirkan oleh Reva sebelumnya, “Baiklah, aku akan menginap. Aku siapkan dulu buku-buku dan juga baju ganti.”

“Oke, aku tunggu.”

Sejurus kemudian Reva mengisi daya gawainya dan kembali ke ruang keluarga untuk melanjutkan makan, selama itu pula dia coba ingat-inagt lagi mata pelajaran apa saja yang memliki pekerjaan rumah. Sejak hari Senin hingga hari Rabu itu total ada lima mata pelajaran, dan belum ada satu pun soal yang Reva kerjakan dari kesemuanya.

Mendadak Reva merasa lelah, baru membayangkan saja sudah membuatnya tak berdaya, hal tersebut turut membuat nafsu makannya sirna ditelan bumi. Meski begitu gadis ini tetap menjejalkan makanan itu ke dalam tenggorokannya hingga habis.

Pada setengah jam selanjutnya, Reva sudah berjalan meninggalkan rumah, dengan earphone yang tersemat di kedua telinganya dia menikmati perjalanan sore itu dengan berjalan kaki. Reva memang bukan type manusia yang gemar berpergian dengan menggunakan kendaraan bermotor, dia lebih suka seperti ini, berjalan santai dan menikmati suasan kota tempatnya tinggal, melihat-lihat kegiatan manusia di tempat mereka berada, menyaksikan jalanan macet dan trotoar rusak yang selalu disesaki oleh pedagang, sampai akhirnya perjalanan sejauh satu kilo meter itu menjadi terasa ringan.

Sesaat Reva terdiam di depan sebuah pagar besi tua berkarat, di hadapannya berdiri dengan goyah bangunan usang yang beberapa bagiannya masih berupa dinding anyaman bambu. Reva berjalan melewati pagar dan mengetuk pintu rumah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status