Share

74. Satu kamar

Author: Qingcheng
last update Last Updated: 2025-12-05 21:56:42

Setelah konfrontasi yang cukup panjang tadi, keadaan ruang kamar hotel itu kini jauh lebih tenang.

Cassandra terduduk di tepi ranjang, dengan tubuh yang sudah terbalut piyama berbahan bulu halus yang hangat.

Kedua tangannya saling menggenggam di atas pangkuan, tampak gugup.

Dia menoleh pelan, menyipit menatap di kejauhan pada sosok tinggi yang berdiri tegak membelakanginya di tepi pagar besi balkon, dengan tangan yang menggenggam ponsel di samping telinga.

Sudah sekitar lima belas menit sejak dia keluar kamar mandi, pria itu masih berdiri seperti itu.

“Sepertinya Rexa sedang ada urusan penting,” gumamnya lirih, kini menolehkan kepalanya ke sisi kasur king size itu, cukup lama menatapnya.

Tangan yang masih berada di atas pangkuan itu menggenggam semakin erat, seolah itu satu-satunya cara untuk mengusir rasa gugup yang menjalar cepat di tubuhnya.

“Aku nggak mungkin tidur satu kasur sama Rexa. Lebih baik aku—”

Cassandra menggantung ucapan, menggeser pandangannya hingga tert
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   104.

    “Ugh!” Langkah Cassandra melambat begitu keluar dari toilet. Tenggorokannya masih terasa perih, perutnya melilit seolah belum selesai memberontak. Dia mengusap sudut bibirnya dengan tisu, lalu menarik napas dalam-dalam, mencoba menegakkan punggungnya yang terasa rapuh, dan kembali berjalan di lorong ICU yang dingin dan sunyi. Bau antiseptik langsung menyambutnya lagi, menusuk hidung, membuat perutnya kembali bergejolak. Dan di sanalah Kai. Pria itu berdiri tepat di depan pintu ruang ICU, bersandar pada dinding dengan ponsel di tangan. Begitu melihat Cassandra keluar dari arah toilet, tubuhnya langsung menegang. Tatapannya menyapu wajah wajah pucat gadis itu, mata sembabnya, dan rambut yang berantakan menempel di pelipis. Lalu matanya turun. Ke tangan Cassandra yang refleks menekan perutnya sendiri. “Kamu muntah lagi?” Tanya Kai cepat, langkahnya melebar menghampiri, nada suaranya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran. Cassandra hanya menggeleng, tak ingin membu

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   103

    Cassandra terduduk tegak tapi rapuh di kursi sebuah ruangan yang dipenuhi bau antiseptik dan dengung mesin yang tak pernah benar-benar mati. ICU. Di hadapannya, Alex terbaring tak bergerak, dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya, dan monitor jantung di samping ranjang yang memantulkan garis hijau naik-turun dengan irama yang teratur. Sudah dua minggu. Dua minggu sejak dokter mengatakan bahwa Alex koma, Cassandra tak pernah melewati sedetikpun untuk menjaga pria itu. Gadis itu menatap Alex dengan mata sembabnya, wajah yang pucat dan juga lelah. Sembari menggeser kursinya sedikit lebih dekat, Cassandra meraih tangan dingin ayahnya dengan sangat lembut. “Pa ….” Gumamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Air matanya kembali menetes, membasahi pipi pucatnya itu. “Aku di sini.” Tapi tak ada jawaban. Tak ada juga gerakan. Dada Cassandra terasa sesak, hatinya begitu perih seperti dikoyak-koyak melihat keadaan ayahnya saat ini. “Pa, bangun.” Lirihnya d

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   102.

    Cassandra menangis pilu, wajahnya sudah sembab, matanya memerah, dan tubuhnya goyah setelah mendengar perkataan sang dokter yang memvonis ayahnya, Alex, koma. Rexandra yang berdiri di sampingnya langsung berjongkok di hadapan gadis itu, merengkuh tubuh ringkihnya ke dalam pelukan. “Xa, Papa koma, Xa. Papa koma.” Suara Cassandra bergetar lirih, tangisnya makin kencang, bahunya berguncang hebat, dan napasnya tersengal, seolah udara di lorong rumah sakit itu tak lagi cukup untuknya. Dan Rexandra tidak bisa melakukan apa-apa lagi, selain memeluknya lebih erat, mencoba menyalurkan ketenangan yang bahkan tak dia miliki sendiri. “Xa, semua gara-gara kita. Harusnya kita nggak memulai hubungan ini. Harusnya kita nggak seperti ini!” Raungnya sambil mencengkram dadanya sendiri, menekan sesak yang merayap. “Hubungan kita nggak salah, Cassie.” Ucap Rexandra pelan tapi tegas, masih dalam posisi memeluk gadis itu, dagunya bertumpu di puncak kepalanya. “Kita saling mencintai. Dan itu bukan dos

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   101.

    “Huh,” Cassandra menarik napas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak, tapi dia tetap memaksakan langkah. Sekali lagi dia menatap Rexandra, sebelum akhirnya membuka pintu ruang VIP itu. Klik. Semua kepala menoleh. Termasuk Alex. Ekspresi pria paruh baya itu berubah seketika. Wajahnya yang tadi tampak lelah mendadak mengeras, sorot matanya menajam, menghantam Cassandra dan Rexandra yang berdiri berdampingan di ambang pintu. “Mau apa kalian kesini, hah?!” Bentaknya menggelegar. Suaranya naik setengah oktaf. “Mas, jangan marah. ” Lilian cepat-cepat mendekat, tangannya mengusap lengan Alex dengan lembut, mencoba meredam api kemarahan di dada pria itu. “Tolong, nanti jantungmu kambuh lagi.” ​"Biarkan saja!" Sentak Alex kasar, mengibaskan tangan istrinya. "Biar mereka puas melihatku mati!” “Pa …,” Cassandra melangkah maju dengan ragu, tangannya gemetar di udara, mencoba menjangkau ayahnya. Namun— “Berhenti di situ, Cassandra!” Cassandra tersentak, seluruh tubuhnya bergetar hebat,

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   100.

    Setelah meminta Rexandra memasang kamera tersembunyi di setiap sudut ruang VIP tempat Alex dirawat, perlahan-lahan kegelisahan di dada Cassandra mereda. Tidak sepenuhnya hilang—tentu saja tidak. Namun setidaknya kini dia bisa melihat, bisa mengawasi, bisa memastikan ayahnya masih bernapas dengan tenang di sana. Gadis itu duduk berselonjor di atas ranjang, punggungnya bersandar pada sandaran empuk, sebuah laptop bertengger di atas pahanya. Layar itu menampilkan sosok Alex yang kini sudah sadar, mengenakan baju rawat berwarna pucat, tengah menghabiskan sarapannya dengan gerakan pelan dan hati-hati. Bibir Cassandra melengkung tipis, membentuk senyum kecil, hangat, dan rapuh. Sudah hampir dua minggu lamanya dia hanya bisa memandangi ayahnya lewat layar dingin itu. Dua minggu menahan rindu. Dua minggu menelan cemas. Dua minggu menahan diri agar tidak menangis setiap kali melihat wajah pria yang paling dia sayangi itu. Melihatnya secara langsung tentu akan jauh lebih menenangk

  • Sentuhan Berbahaya Kakak Tiriku   99.

    “Keberadaan kalian cuma bakal bikin Papa kalian makin parah!” Kata-kata itu menghujam lurus ke dada Cassandra, seperti pisau yang ditancapkan tanpa ampun. Gadis itu terisak pelan. Matanya merah dan sembab, kelopak matanya terasa perih, namun tak ada lagi air mata yang jatuh. Seolah semua tangisnya sudah terkuras habis di rumah sakit tadi. Kini yang tersisa hanya rasa sakit yang tumpul tapi terus berdenyut di dalam dada. “Papa masih terbaring, kondisinya kritis, dan aku bahkan nggak boleh menemuinya.” Pikirannya kalut. Jantungnya berdetak tak beraturan, dipenuhi rasa cemas yang menggerogoti perlahan. Lebih menyakitkan lagi, bayangan wajah Lilian terus menghantui—tatapan penuh kecewa, dingin, dan marah. Tatapan yang jauh sekali dari kesan yang dia kenal. “Mama bahkan benci aku. Atau … Mama mungkin terlalu kecewa sampai nggak mau lihat aku.” Cassandra meringkuk di atas ranjang, memeluk lututnya sendiri. Pandangannya kosong menatap keluar jendela, memperhatikan hujan yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status