SETELAH SEMINGGU LAMANYA, Nur berpikir tentang jawaban apa yang pas disampaikan kepada Bos Alek. Dia pun mengakui bahwa selama berkenalan dengan Bos Alek banyak perubahan. Dan tentunya, lelaki berhidung mancung itu membuat dirinya nyaman. Kadang lelaki itu pun membuat Nur merasa takjub dengan kegigihannya dalam bekerja. Oleh karena itu, dia pun tak bisa menampik bahwa ada rasa yang mulai timbul untuk Bos Alek.
Apakah ini waktu yang tepat untuk memikirkan pasangan, kata Nur di kala berada di kamarnya. Dia terduduk di depan cermin sambil bicara dengan bayangannya. Sungguh, momen seperti ini membuat dirinya tambah dag-dig-dug saja di hati. Dia menyadarinya, mungkin Bos Alek di sana sedang menunggu jawaban pertanyaan darinya.
Malam yang sepi sejuk, Nur keluar dari kamarnya dan langsung menuju beranda rumah. Kemudian, tangan kanannya memegang ponsel dan langsung saja mengirim satu pesan kepada Bos
SETELAH BERBULAN-BULAN MEMANTAPKAN PERSIAPAN PERNIKAHAN, Bos Alek pun tampak tak bisa tenang ketika tanggal pernikahan itu sudah ada di depan mata. Entahlah, apa yang sedang dirasakan oleh lelaki berhidung mancung itu. Namun, dia terlihat selalu berusaha untuk menutupi apa yang sedang dirasakan di dalam hatinya.Memang, suatu pernikahan itu adalah hal yang sangat serius. Oleh karena itu, hal semacam itu pun tak bisa disepelekan oleh Bos Alek. Tak bisa dielakkan lagi lelaki itu mulai seperti setrikaan yang sedang dipakai. Berjalan-jalan dari ruang tamu rumahnya ke dapur dan kembali lagi dari dapur ke ruang tamu. Hal semacam itu pun dia lakukan ketika waktu sudah malam.Di lain sisi, lelaki itu tak bisa lagi untuk menunggu dan terus menunggu tanggal yang sudah ditentukannya. Menurutnya, menunggu itu hal yang menyesalkan karena dari menunggu itu bisa menciptakan ketidaktenangan. Maka dari itulah
SETELAH TADI PAGI MELAKSANAKAN ACARA AKAD PERNIKAHAN, Bos Alek pun sudah sah menjadi suami dari Nur. Ada rasa bahagia yang tergambar dari wajah pasangan baru itu. Sekarang pun hari sudah semakin sore. Entahlah, rasa lelah pun tergambar dari pasangan baru itu. Sampai-sampai, Bos Alek hanya bisa duduk saja di kursi beranda rumah sambil melihat pemandangan yang ada di depan matanya.Bos Alek tiba-tiba terdiam ketika mendengar suara Nur yang memanggil. Ya, itu suara Nur, kata dalam hatinya. Dia pun mencoba memalingkan wajah ke arah depan pintu rumah. Alangkah indahnya, lelaki berhidung mancung itu melihat bidadari yang sedang berdiri; Nur. Bidadari itu masih cantik oleh bekas make up yang dia pakai tadi pagi. Sungguh dan sungguh, Bos Alek malah menahan saliva sampai kedua matanya jadi susah berkedip.Nur pun tersenyum ketika melihat suaminya itu yang terlihat terpana olehnya. Sungguh, Nur malah menjadi salah tingkah sehingga dia pun
SETIAP PASANGAN, tentu menginginkan hidup bersama dan bahagia. Namun, sangat berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Nur. Dia tidak mendapatkan kebahagian sekecil pun, tetapi suaminya malah menjadi pengkhianatan atas cinta yang telah dipupuk sekian lama. Diki, suami dari Nur itu merantau ke seberang dengan awal tujuan untuk mencari kebahagiaan buat keluarga tercintanya. Akan tetapi, semua itu hanya kedustaan yang dirasakan oleh istrinya. Nur merasakan syok berat ketika melihat sebuah gelembung pesan yang ada di ponselnya. Dia tidak mampu berkata sedikit pun, saat membaca isi di dalam gelembung pesan yang tampak di layar ponselnya. Matanya menjadi sayu, tubuhnya pun terlihat lemas dengan apa yang dialami olehnya ini. Sekian lama, seorang wanita yang dicap menurut hukum agama itu menjadi istri sah, tentu dengan setianya dan penuh kerinduan menunggu suaminya pulang. Namun, takdir cinta malah menjadi bumerang kegalauan yang berat untuknya.
KAYU JATI YANG MENJADI PENUTUP RUMAH PUN MENGELUARKAN SUARA DERITAN. Kakek Samad yang dari tadi berdiri terus di samping istrinya, akhirnya dia mengayunkan kaki untuk melihat keadaan di luar rumah. Angin malam yang terus terasa, menggoyangkan pohon cengkih di depan rumahnya. Melihat ke atas, Kakek Samad tampak terlihat biasa saja, langit yang hanya berwarna hitam tak ada garis atau hiasan untuk memperindahnya."Abah ...!" panggil Nek Iyam yang berada di depan pintu rumah."Iya, Ambu. Ada apa?" tanya Kakek Samad sambil memalingkan tubuh ke arah pendamping hidupnya itu."Ambu penasaran dan khawatir dengan kondisi Nur. Apa nggak sebaiknya kita langsung melihat saja, biar kita tahu, Bah." Nek Iyam berkata di hadapan Kakek Samad.Kakek Samad mencoba untuk berpikir dulu selama beberapa detik lalu dia berkata, "Iya, sepertinya kita harus lihat langsung. Sekarang, kita langsung aja ke rumah
"AAA ...!" Sontak saja Nur yang dari tadi berdiri di samping neneknya berteriak, lalu menjerit ketika melihat kepala tikus yang ada di hadapannya.Nek Iyam dengan refleks melemparkan kaos yang berada di meja untuk menutupinya. Namun, langit-langit kamar sangat mencekam, suara burung di dini hari sangat nyaring sekali. Telinga Ani pun ditutupi oleh tangannya dan Nek Iyam selalu membaca ayat-ayat suci yang dia simpan di otaknya."Hehhhhhh ...." Suara napas panjang terdengar dari seorang wanita yang berjongkok di pojok kamar."Geulis, aya naon denganmu?!" Nek Iyam berteriak dari jarak dua meter menuju wanita yang sedang di luar kondisinya.Seorang lelaki tua yang sudah tepat berdiri di hadapan Nur, dia terus menyoroti wajah cucunya dengan senter. Kemudian, dia menantap dengan serius wajah yang suram, mulutnya mengeluarkan air liur bercampur darah tikus, dan rambut panjangnya acak
SUARA AZAN SUBUH SUDAH BERKUMANDANG DI LANGIT-LANGIT TEMPAT TINGGAL NUR. Kakek Samad pun membangunkan istrinya dan Ani yang sedang tertidur pulas. Namun, ketika dia mengetuk-ngetuk pintu kamar yang ditempati Nur, lelaki tua itu tidak mendapatkan balasan yang dilemparkan kepadanya. Alhasil, dia hanya bisa menyuruh istri dan salah satu cucunya untuk segera bersih-bersih serta mengambil air wudu.Hanya kepada Allah-lah manusia bisa meminta, itulah yang terpikir oleh Kakek Samad. Tak bisa dipungkiri Allah menciptakan semua makhluk sehingga Kakek Samad langsung bersujud kepada-Nya. Nek Iyam yang melihat suaminya sedang memohon pun langsung meneteskan air mata. Dia tidak kuat dan terharu melihat itu semua.Lelaki tua itu tampak menunggu istri dan cucunya untuk melaksanakan salat berjamaah. Wajah yang tampak tidak semangat, kusut, dan matanya pun terlihat sembab akibat air yang terus turun. Percikan air keran yang menetes ke lantai meng
SETELAH NUR KELUAR KAMAR MANDI, Nek Iyam langsung memanggil cucunya itu. Namun, lelaki tua yang berada di sampingnya hanya bengong saja sampai mulutnya seperti pintu guha. Nur terlihat biasa saja, dia berjalan mendekati neneknya dengan keadaan handuk masih melilit menutupi rambutnya."Ada apa, Nek?" tanya Nur yang sudah berada persis di depan neneknya."Kamu, sehat?" Nek Iyam balik tanya."Sehat, dong. Emang kenapa, sih, Nek?""Nggak ada apa-apa.""Terus, dari kapan Nenek dan Kakek ada di sini?""Dari semalam. Kamu, nggak ingat, ya?""Nggak, Nek," jawab Nur, "mungkin aku sudah tidur, ya?" lanjutnya.Nek Iyam hanya mengangguk saja. Dia tidak mungkin untuk menceritakan hal sebenarnya kepada Nur dan kakeknya pun hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan Nek Iyam. Memang, mereka pun merasakan ada yan
JANTUNG RIKI BERDETAK SANGAT KENCANG, di saat mengetahui ada wanita yang dia idamkan selama ini masuk ke warung bubur ayam. Tidak enak diam. Tidak fokus untuk makan. Hanya satu yang dirasakan olehnya, bunga-bunga cinta itu muncul kembali di indahnya suasana pagi hari. Tak lupa dia menatap Ani sambil melayangkan sapaan yang dibarengi senyuman khas.Indah bola matanya sangat menusuk sanubari Riki. Sampai-sampai, Riki dibuat salah tingkah oleh kehadiran Ani di warung itu. Namun, dia juga sangat merasa beruntung bisa bertemu Ani di waktu pagi-pagi sebelum berangkat kerja. Katanya, ini rejeki bisa memandang indah wajahnya di pagi hari. Ani hanya bisa tersenyum kepada Riki. Mungkin saja, dia juga gugup ketika melihat Riki berada juga di warung bubur ayam.Ada benarnya kata orang-orang, cinta akan semakin tumbuh bila berhadapan langsung dengan orang yang dicintainya. Dan semua itu akan terasa sangat indah bila bisa bersama serta saling menjag