Mantari meletakan nasi goreng di hadapan Benji. Yang sudah duduk di meja makan untuk menunggunya.
Benji langsung menyatap makanan itu, mereka pun sibuk dengan makanan masing-masing.
"Kakak ngapain kesini?" Tanya Mentari lagi setelah menyelesaikan makan nya.
"Ngapelin cewek gue" ucap Benji santai dengan menaruh gelas yang dia pegang.
Mentari mengerutkan keningnya.
"Siapa?" Tanyanya bingung."Nenek lo" jawab Benji kesal.
"Tapi nenek aku udah meninggal" jawab Mentari polos.
Tak
Benji memukul kepala Mentari dengan sendok.
"Aw.." ringis Mentari dengan memegang dahinya.
"Gue pulang " ujar Benji dan berlalu pergi.
Mentari menyipit kan matanya melihat Benji pergi begitu saja.
"Dasar aneh" gumanya.
Tak lama terdengar suara mobil yang meninggal kan halaman rumahnya.
"Dari mana dia tau rumah aku ya?"
Menolognya."Terus ngapain ke sini aneh" sambungnya lagi.
Mentari mengelengkan kepalanya tak mau ambil pusing. Lebih baik dia segera membereskan ini semua setelah itu mandi.
***
Mentari keluar dari kamar mandi dengan menggosok rambutnya yang basah.
Drtttt... Drtttt ...
Dia segera mengambil handphone nya yang berdering. Seketika senyumnya mengembang saat melihat siapa yang menelponya.
"Hallo ibu.." sapanya.
"Hallo Tari... ibu cuma mau bilang kalau besok ibu nggak jadi pulang karena masih banyak kerjaan di sini"
Senyum Mentari perlahan memudar
"Oh gitu, yaudah nggak papa bu... yang penting ibu jangan sampai kecapean aja..""Iya kamu juga baik-baik di rumah, jangan lupa kunci pintu, makan teratur dan belajar yang benar."
"Iya bu..."
"Iya udah cuma itu yang ibu mau omongin, hati-hati di rumah ya.."
Tut.
Mentari menghembuskan napasnya Dia harus sendirian lagi. Walaupun dia bilang tidak merasa kesepian tapi bagaimana pun dia ingin bersama ibunya.
Ya walaupun dia tau ibunya bekerja juga demi dirinya, Untuk bayar uang kuliahnya.
Makanya dia harus ranjin kuliah biar cepat lulus. Dan kemudian bekerja untuk mengganti kan ibunya. Agar mereka punya banyak waktu untuk bersama.
***
Keesokan harinya, seperti janjinya kemarin setelah pulang kuliah dia akan pergi kemakam ayahnya.
"Hallo ayah apa kabar, maaf kalau Tari jarang kesini" ucapnya dengan mengelus nisan ayahnya.
"Ayah tau kan Tari sibuk kuliah, maafin ibu juga karena jarang kesini" ujarnya dengan mencabut rumput liar yang ada di sekitar makam ayahnya.
"Semuanya masih sama yah, ibu selalu sibuk kerja. tapi Tari tau itu semua demi Tari" dia tersenyum getir mencoba menahan air matanya.
"Di kampus juga masih sama nggak ada yang mau dekat-dekat dengan Tari, tapi nggak papa itu udah biasa" Mentari menghembuskan napas berat.
"Mmm dan juga ada senior Tari yang bersikap aneh dengan Tari. doain ya yah, semoga dia tidak ada niat jahat sama Mentari. seperti seseorang di masalalu dulu"
Seperti biasa setiap kali kesini Mentari selalu menceritakan apa pun kepada ayahnya.
Dia segera menghapus air matanya.
"Kalau gitu Tari pulang dulu, tari janji akan kesini lagi"***
Hari sudah beranjak malam mentari sedang duduk di dekat jendela kamarnya.
Memandangi bintang-bintang itu adalah salah satu hal yang dia sukai.
Dulu ada seseorang yang menjadi bintang di dalam hidupnya. Seseorang yang menyinari hidupnya yang gelap. Tapi waktu itu dia lupa kalau bintang akan menghilang ketika pajar datang. Bahkan kadang bintang tidak ada saat malam tiba karena tertutup awan.
Mulai saat itu dia sadar bahwa sendiri jauh lebih baik. Cukup dirinya saja yang menjadi bintang di hidupnya.
Dia tersenyum miris dia sangat benci hal ini. Dia sangat tidak suka ketika harus mengasihani diri sendiri.
Sudah lah yang berlaulu biar berlalu toh sekarang dia juga baik-baik saja tanpa orang itu.
Tapi walaupun begitu dia tetap berterimakasih atas semua kebahagian yang pernah dia rasakan.
Mentari menghembuskan napasnya. Nggak ada gunanya mengingat itu semua, lebih baik dia tidur agar tidak telat ke kampus besok.
***
Mentari mengerjapkan matanya saat sinar matahari masuk kedalam kamarnya.
Tapi saat dia akan menggerakan badanya terasa berat, seperti ada yang menhimpitnya.
Seketika matanya melebar, saat merasa kan sebuah tangan melingkar di perutnya.
Deg
"Tangan ada tangan, tangan siapa?" batin nya.
"Aaaaaaaaaaaaaaa" Menatari teriak sekuat tenaga.
Seseorang langsung membekap mulutnya.
"Ssssttt bisa diam nggak lo"ucap orang itu dengan menatap Mentari tajam.
Mentari membulatkan matanya kenapa, Benji bisa ada di kamarnya. Dan bertelanjang dada.
Mentari cemas apa yang sudah pria ini lakukan padanya semalam.
"Nggak usah mikir macam-macam gue nggak ngapa-ngapain lo" ujar Benji seakan bisa membaca pikiran Mentari. Kemudian dia melepaskan tanganya dari mulut Mentari.
"Tolong...." teriak mentari.
Benji segera membekap mulut mentari lagi.
"BISA DIAM NGGAK LO HA" bentaknya."Kalau lo nggak mau diam gue bakal perkosa lo sekarang juga"
Mentari buru-buru menggelengkan kepalanya. Air matanya sudah mulai keluar.
"Makanya diam ngerti"
Mentari menganggukan kepalanya. Dan benji pun melepaskan tanganya.
"Nggak usah nangis dasar cengeng" ucap Benji lalu menghapus air mata Mentari.
"Gimana kakak bisa masuk kesini?" Tanya Mentari dengan sesegukan.
"Nggak perlu lo tau..." jawab Benji dengan memakai kaosnya.
"Ya aku harus tau dong ini kan rumah aku" jawab Mentari tak terima.
Benji menatap mentari dengan tajam.
"Terus kenapa kalau rumah lo""Kakak nggak boleh masuk ke rumah orang sembarangan, kalau ngulangi lagi aku bakal laporin ke polisi" ancam Mentari tak terima.
Benji tersenyum miring.
"Laporin aja gue nggak takut, asal lo tau gue udah sering keluar masuk kantor polisi" ujar benji dengan menekan setiap ucapanya.Mentari menelan ludahnya susah payah.
"Le..lebih baik kakak pergi dari sini sekarang" ucap Mentari takut tak berani menatap ke arah Benji.
"Lo ngusir gue" Benji meninggi kan suaranya.
Menatari memejam kan matanya dan mengangguk cepat.
Benji berdiri dia pergi meninggal kan Mentari.
BLAM
Benji menutup pintu kamar dengan keras.
Mentari terlonjat kaget dan sedikit lega dia kira Benji akan memarahinya, ternyata pria itu pergi dengan sukarela
Benji meraih tangan Mentari, lalu menggenggam nya erat. "Untuk orang yang pertama kali jatuh cinta, gue bingung sebenarnya mau bertindak bagaimana. Makanya akhirnya yang bisa gue lakuin cuma maksa lo buat jadi pacar gue.." ujar Benji melanjutkan ceritanya. Dia ingat banget waktu itu, dia memacari Mentari tanpa persetujuan Mentari, alias maksa. "Dan lo selalu nangis setiap gue deketin.." ujar Benji dengan tertawa lucu. Mentari pun ikut tertawa, dia takut banget sama Benji waktu itu. "Gue sempat mikir waktu itu, apa muka gue serem banget.." ujar Benji lagi. " Bukan serem, kakak tu ganteng. Cuma galak.." sanggah Mentari. "Kalau gue ganteng, kenapa lo nggak mau sama gue waktu itu?" Tanya Benji heran. "Ya... Karena aku nggak yakin kakak suka sama aku. Aku tu mikir kok bisa, orang kayak kakak, suka sama aku yang biasa aja.." ucap Mentari
"semakin gue perhatiin semakin gue tertarik sama lo.." ujar Benji melanjutkan ceritanya, nggak mau Mentari berlarut-larut dalam kesedihan nya.Mentari pun kembali mendengarkan cerita Benji."Walaupun lo sering di Jahatin, lo tetap semangat pergi kuliah, itu yang bikin gue salut. Lo tetap senyum setiap masuk ke kampus, dan walaupun sendirian gue ngelihat lo tetap bahagia, lo kayak punya dunia sendiri.." ujar Benji.Waktu itu tanpa sadar saat melihat Mentari tersenyum, Benji juga ikut tersenyum, seakan tertular."Akhirnya gue sadar, kalau ternyata kita sama, sama-sama sendirian dan kesepian. Lo sendirian karena di jauhi teman-teman lo, gue sendirian karena nggak mau dekat sama siapa pun.."Kala melihat Mentari dia seperti melihat dirinya sendiri, kesepian nggak punya teman. Tapi sebenarnya hidup mereka, nggak semenyedihkan itu. Mentari dan Benji sama-sama menikmati kesepian mereka. Karena itu membuat mereka tenang."Dari situ pula, gue m
"turun dulu kaki gue kesemutan.." ucap Benji ke Mentari, akibat terlalu lama memangku Mentari."Lemah." Ucap Mentari pelan, dengan turun dari pangkuan Benji."Apa?" Ujar Benji, dia masih bisa mendengar ucapan Mentari."Nggak.." ujar Mentari dengan tersenyum semanis mungkin takut di amuk Benji. Karena sudah mengatainya.Sementara Benji nggak mau ambil pusing, dia meluruskan kakinya. Supaya kesemutan nya hilang."Kak gimana kalau kita ceritanya dengan duduk di sana aja" ajak Mentari dengan menunjuk sofa besar yang ada di dekat jendela kamar mereka.Mereka berdua biasanya duduk di sana kalau malam, terus lihat bintang-bintang.Mentari langsung berjalan ke sofa itu tanpa menunggu jawaban dari Benji."Wah... Banyak banget bintang nya..." Ujar Mentari dengan duduk di sofa itu.Tak lama Benji pun menyusul duduk di sana, saat kakinya sudah mendingan.Mau cerita aja, banyak Drama nya."Terus gimana?" Tanya Mentari t
"aku takut banget rasanya hiks..." Ujar Mentari di sela tangisnya.Benji menjauhkan wajah Mentari dari lehernya. Wajah Mentari terlihat sembab, dan matanya juga bengkak.Jujur Benji tidak suka kalau melihat Mentari menangis, apalagi itu karena dirinya."Udah.." ucapnya dengan menghapus air mata Mentari."Aku terus berpikir buruk, aku bingung kenapa kakak begitu? Apa aku ada salah?" Ujar Mentari mengungkapkan semua unek-unek nya.Benji terus menghapus air mata Mentari yang keluar, dia diam saja membiarkan Mentari mengeluarkan semua isi hatinya."Aku takut kalau kakak ninggalin aku sama Bachtiar, terus aku harus gimana?" Ujar Mentari sedih."Nggak akan..." Jawab Benji tegas.Cup.Benji mengecup bibir Mentari."Udah ya.." ujarnya sekali lagi, dengan mengelus pipi Mentari."Ta
"cium dong..." Ujar Benji dengan memajukan wajahnya ke depan muka Mentari.Dari acara kejutan tadi, sampai sekarang Mentari masih terus mendiaminya. Bachtiar juga gitu.Tadi Benji menitipkan Bachtiar dulu ke rumah mertuanya, dia harus membujuk Mentari dulu sekarang. Kalau masalah anaknya gampang, tinggal di beliin mainan aja nanti juga baik lagi."Tari..." Seru Benji, saat Mentari diam saja."Suaminya lagi ngomong juga, malah sibuk main handphone.." ujar Benji lagi.Benji mengambil hp yang ada di tangan Mentari, lalu mengantongi nya.Mentari menatap Benji dengan kesal."Makanya ngomong dulu..." Ucap Benji.Mentari membuang mukanya, dia masih kesal sama Benji. Mentari mengambil laptopnya, biarin aja hp nya di ambil sama Benji. Dia masih bisa main game dan nonton di laptop.Benji menghembuskan napasnya sabar. Dia ikut naik k
Benji jadi menyesal melakukan rencana kejutan ini. Dia menyesal membuat Mentari menangis sampai seperti ini.Selama mereka menikah, mereka nggak pernah merayakan anniversary. Bahkan Benji dan Mentari juga nggak pernah merayakan ulang tahun mereka selama mereka kenal. Kecuali ulang tahun Bachtiar.Alasan nya, kalau Mentari dia memang nggak suka ngerayain ulang tahun. Kalau Benji sendiri dia pasti sedih kalau ingat tentang perayaan ulang tahun, membuatnya jadi ingat dengan perlakuan papinya dulu.Kado ulang tahun yang Benji sangat ingin kan dari dulu. Yaitu di peluk dan di sayang sama papinya, tapi sayang sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.Makanya Benji malas kalau merayakan ulang tahun.Dan di perayaan pernikahan mereka yang ke enam tahun ini lah, akhirnya Benji punya ide untuk pertamakali nya mereka harus merayakan nya."Rani siapa?" Tanya Mentari masih me