Mentari sudah berada di kampusnya pagi ini, dia berjalan menuju kelasnya.
Namun langkahnya terhenti saat melihat keramaian di tengah lapangan.
"Ada apa ya?" Ucapnya penasaran.
Karena penasaran dia pun berjalan mendekat ke sana, dia menyelinap masuk ke tengah ke rumunan dengan mudah berkat tubuhnya yang kecil.
Mentari melebar kan matanya melihat Benji sedang memukuli seorang pria dengan brutal.
Mentari memejam kan matanya saat satu pukulan keras mengenai pria itu.
Kalau di biar kan pria itu bisa mati di tangan Benji, dan orang-orang di sini hanya melihat saja tidak ada yang mau menolong.
"BERHENTI BENJI" teriak salah satu dosen.
Mentari bernapas lega untung ada pak Prass, karena di kampus ini hanya dia yang berani memarahi Benji.
Dia menarik kerah belakang baju Benji, sehingga membuat pria itu menjauh dari orang yang di pukulinya.
"KAMU MAU JADI PEMBUNUH HAH?"
Teriak Pak Prass.Benji tetap diam dengan muka datarnya, dia merapih kan bejunya yang sedikit kusut, lalu berjalan pergi begitu saja tanpa mempedulikan ucapan Pak Prass.
Mantari merasa gugup ketika Benji berjalan ke arahnya. Pria itu meraih tanganya dan menariknya pergi dari sana.
Mentari kembali menutup mulutnya yang ingin protes, saat Benji menatapnya tajam. Seolah berkata JANGAN BANYAK TANYA.
semua orang melihat ke arah mereka dengan bertanya, ada hubungan apa antara Benji dan Mentari.
Barulah Benji melepaskan tangan Mentari saat mereka telah tiba di sebuah ruangan.
Pria itu langsung duduk di sofa yang ada di sana.
Sementara Mentari masih berdiri kaku di tempatnya.
"Duduk"
"Tapi kak.."
"Duduk gue bilang" Benji menatap Mentari tajam.
"O..ke" Mentari segera duduk di sebelah Benji.
Benji terus menatap Mentari intens, dia sama sekali tidak mengalihkan pandangan nya.
Sementara Mentari terus menunduk. merasa takut sekaligus risih saat di tatap seperti itu.
"Lo nggak mau ngobati gue" setelah sekian lama sunyi akhirnya Benji bersuara. Saat melihat gadis di depanya ini terus menunduk dan tak berbuat apa-apa.
"A..apa?"
"Ck dasar nggak peka" ucap Benji malas lalu memalingkan wajahnya.
Mentari menggaruk kupingnya bingung.
"Maksudnya minta di obati gitu?" Batin nya.Dia segera mengambil kotak obat yang ada di tas nya. Yang memang selalu dia bawa kemana-mana.
Mentari mengobati luka yang ada di sudut bibir pria itu. Dia tak habis pikir Benji hanya terluka di situ saja itu pun dikit. Sementara pria yang di pukulnya tadi babak belur.
"Kenapa berantem?" Tanya Mentari yang tak bisa menahan rasa penasaranya.
Sekaligus menghilang kan rasa canggung antara mereka berdua.
"Salah sendiri punya mulut kayak sampah"
Mentari mengrerutkan keningnya, saat mendengar jawaban Benji yang tidak nyambung.
"Dia ngatain ibu gue" jelas Benji yang melihat kebingungan di wajah Mentari.
"Nggak mungkin gue gebukin orang tanpa alasan, emang gue gila"
"Emang iyakan" balas Mentari tanpa sengaja.
"LO.." Benji menatap Mentari dengan tajam Rahangnya mulai mengeras.
"Aaa bukan begitu.." Mentari mulai panik.
Benji tersenyum miring
" jangan pernah menilai orang dari luarnya aja" ucap Benji dengan menekan setiap kata-katanya.Kemudian dia pergi meninggal kan Mentari begitu saja.
Mentari merutuki kebodohanya dia memukul bibirnya pelan. Dia harus minta maaf karena membuat Benji tersinggung.
Tapi nanti, sekarang dia harus cepat-cepat kekelasnya.
"Aduh pasti udah telat ni.." ucapnya saat melihat jam yang ada di pergelangan tanganya.
Dia berlari sekuat mungkin agar cepat sampai di kelasnya.
Buk
Kakinya tersandung sesuatu dia pun terjatuh ke lantai.
"Hahahhahaha" terdengar suara tawa teman kelasnya.
"Mampus lo cupu" ucap salah seorang temanya.
Mentari merasakan nyeri di lututnya. dia segera berdiri dan memungut berang-barang nya yang terjatuh.
"Kenapa kamu Tari?" Tanya dosen yang baru saja masuk.
"Ah nggak papa pak" ucapnya, sekaligus merasa lega Karena ternyata dosen nya baru datang.
"Ya sudah cepat duduk di tempat kamu"
"Iya pak.."
"Maaf saya terlambat" ucap Pak Prapto. dan Kelas pun segera di mulai.
***
Sehabis pulang kuliah Mentari ada janji dengan Mila sahabatnya.
Dan sekarang dia sedang menunggu Mila di taman, tempat mereka biasa bertemu.
"Hai Tar gue kangen banget sama lo..." ujar Mila dengan hebohnya.
"Ya... aku juga" balas Mentari.
"Banyak banget yang mau gue ceritain sama lo" ujar Mila dengan suara cemprengnya.
Yang membuat semua orang melihat ke arah mereka sekarang. Bukan hanya karena suara Mila yang keras.
Tapi juga karena Mila yang sangat cantik. Bahkan saat gadis itu baru tiba semua mata orang yang ada di sini langsung melihat ke arahnya.
Temannya ini sangat cantikm badanya yang tinggi, putih,hidung mancung. Pokoknya definisi perempuan cantik ada semua pada dirinya.
Mentari juga nggak nyangka kalau Mila bisa jadi sahabatnya.
"Tapi sebelum itu gue mau beli es krim dulu buat kita"
Mentari menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
Tak lama Mila kembali dengan membawa dua es krim coklat di tanganya.
"Nih.." dia memberikan satu kepada Mentari.
"Ibu lo ada di rumah?" Tanya Mila.
"Nggak ada mungkin minggu depan baru pulang"
"Ah gimana kalau malam ini gue tidur di rumah lo aja"
Mentari menganggukan kepalanya senang.
"Boleh.."" kamu mau cerita apa tadi?"
"Oh iya gue lupa" ucap Mila dengan cengegesan.
"Kebiasaan" ujar Mentari, Karena sahabatnya ini selalu begitu.
"Sebenarnya gue nggak mau cerita ini ke elo, tapi mulut gue gatel kalau nggak cerita"
Mentari mengerutka keningnya.
"Apa emang?" Tanyanya penasaran.Raut wajah Mila menjadi kawatir.
"Mmmm kemarin gue ketemu Romi" ujar nya dengan melirik ke arah Mentari."Ya ampun Mil aku kira apaan" ucap Mentari heran.
"Lo nggak kaget gitu Tar, berarti dia udah pulang dong dari luar negri" ujar Mila saat melihat temanya itu biasa saja.
"Biarin aja itu kan bukan urusan aku lagi" ucap Mentari acuh.
"Ya... seenggak nya lo nggak ngerasa kepo gitu, kenapa dia balik lagi padahal dulu kan dia bilang nggak bakal kesini lagi"
Mentari mengangkat kedua bahunya acuh.
"Jengukin keluarganya kali" tebaknya."Bisa jadi sih.." Mila menganggukan kepalanya.
"Udah deh mendingan kita bahas yang lain aja" putus Mentari.
Akhirnya mereka bicara yang lain, bahkan hal yang tidak jelas pun di bahas. Dan tak terasa waktu sudah semakin sore, mereka pun memutuskan untuk pulang.
Benji meraih tangan Mentari, lalu menggenggam nya erat. "Untuk orang yang pertama kali jatuh cinta, gue bingung sebenarnya mau bertindak bagaimana. Makanya akhirnya yang bisa gue lakuin cuma maksa lo buat jadi pacar gue.." ujar Benji melanjutkan ceritanya. Dia ingat banget waktu itu, dia memacari Mentari tanpa persetujuan Mentari, alias maksa. "Dan lo selalu nangis setiap gue deketin.." ujar Benji dengan tertawa lucu. Mentari pun ikut tertawa, dia takut banget sama Benji waktu itu. "Gue sempat mikir waktu itu, apa muka gue serem banget.." ujar Benji lagi. " Bukan serem, kakak tu ganteng. Cuma galak.." sanggah Mentari. "Kalau gue ganteng, kenapa lo nggak mau sama gue waktu itu?" Tanya Benji heran. "Ya... Karena aku nggak yakin kakak suka sama aku. Aku tu mikir kok bisa, orang kayak kakak, suka sama aku yang biasa aja.." ucap Mentari
"semakin gue perhatiin semakin gue tertarik sama lo.." ujar Benji melanjutkan ceritanya, nggak mau Mentari berlarut-larut dalam kesedihan nya.Mentari pun kembali mendengarkan cerita Benji."Walaupun lo sering di Jahatin, lo tetap semangat pergi kuliah, itu yang bikin gue salut. Lo tetap senyum setiap masuk ke kampus, dan walaupun sendirian gue ngelihat lo tetap bahagia, lo kayak punya dunia sendiri.." ujar Benji.Waktu itu tanpa sadar saat melihat Mentari tersenyum, Benji juga ikut tersenyum, seakan tertular."Akhirnya gue sadar, kalau ternyata kita sama, sama-sama sendirian dan kesepian. Lo sendirian karena di jauhi teman-teman lo, gue sendirian karena nggak mau dekat sama siapa pun.."Kala melihat Mentari dia seperti melihat dirinya sendiri, kesepian nggak punya teman. Tapi sebenarnya hidup mereka, nggak semenyedihkan itu. Mentari dan Benji sama-sama menikmati kesepian mereka. Karena itu membuat mereka tenang."Dari situ pula, gue m
"turun dulu kaki gue kesemutan.." ucap Benji ke Mentari, akibat terlalu lama memangku Mentari."Lemah." Ucap Mentari pelan, dengan turun dari pangkuan Benji."Apa?" Ujar Benji, dia masih bisa mendengar ucapan Mentari."Nggak.." ujar Mentari dengan tersenyum semanis mungkin takut di amuk Benji. Karena sudah mengatainya.Sementara Benji nggak mau ambil pusing, dia meluruskan kakinya. Supaya kesemutan nya hilang."Kak gimana kalau kita ceritanya dengan duduk di sana aja" ajak Mentari dengan menunjuk sofa besar yang ada di dekat jendela kamar mereka.Mereka berdua biasanya duduk di sana kalau malam, terus lihat bintang-bintang.Mentari langsung berjalan ke sofa itu tanpa menunggu jawaban dari Benji."Wah... Banyak banget bintang nya..." Ujar Mentari dengan duduk di sofa itu.Tak lama Benji pun menyusul duduk di sana, saat kakinya sudah mendingan.Mau cerita aja, banyak Drama nya."Terus gimana?" Tanya Mentari t
"aku takut banget rasanya hiks..." Ujar Mentari di sela tangisnya.Benji menjauhkan wajah Mentari dari lehernya. Wajah Mentari terlihat sembab, dan matanya juga bengkak.Jujur Benji tidak suka kalau melihat Mentari menangis, apalagi itu karena dirinya."Udah.." ucapnya dengan menghapus air mata Mentari."Aku terus berpikir buruk, aku bingung kenapa kakak begitu? Apa aku ada salah?" Ujar Mentari mengungkapkan semua unek-unek nya.Benji terus menghapus air mata Mentari yang keluar, dia diam saja membiarkan Mentari mengeluarkan semua isi hatinya."Aku takut kalau kakak ninggalin aku sama Bachtiar, terus aku harus gimana?" Ujar Mentari sedih."Nggak akan..." Jawab Benji tegas.Cup.Benji mengecup bibir Mentari."Udah ya.." ujarnya sekali lagi, dengan mengelus pipi Mentari."Ta
"cium dong..." Ujar Benji dengan memajukan wajahnya ke depan muka Mentari.Dari acara kejutan tadi, sampai sekarang Mentari masih terus mendiaminya. Bachtiar juga gitu.Tadi Benji menitipkan Bachtiar dulu ke rumah mertuanya, dia harus membujuk Mentari dulu sekarang. Kalau masalah anaknya gampang, tinggal di beliin mainan aja nanti juga baik lagi."Tari..." Seru Benji, saat Mentari diam saja."Suaminya lagi ngomong juga, malah sibuk main handphone.." ujar Benji lagi.Benji mengambil hp yang ada di tangan Mentari, lalu mengantongi nya.Mentari menatap Benji dengan kesal."Makanya ngomong dulu..." Ucap Benji.Mentari membuang mukanya, dia masih kesal sama Benji. Mentari mengambil laptopnya, biarin aja hp nya di ambil sama Benji. Dia masih bisa main game dan nonton di laptop.Benji menghembuskan napasnya sabar. Dia ikut naik k
Benji jadi menyesal melakukan rencana kejutan ini. Dia menyesal membuat Mentari menangis sampai seperti ini.Selama mereka menikah, mereka nggak pernah merayakan anniversary. Bahkan Benji dan Mentari juga nggak pernah merayakan ulang tahun mereka selama mereka kenal. Kecuali ulang tahun Bachtiar.Alasan nya, kalau Mentari dia memang nggak suka ngerayain ulang tahun. Kalau Benji sendiri dia pasti sedih kalau ingat tentang perayaan ulang tahun, membuatnya jadi ingat dengan perlakuan papinya dulu.Kado ulang tahun yang Benji sangat ingin kan dari dulu. Yaitu di peluk dan di sayang sama papinya, tapi sayang sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.Makanya Benji malas kalau merayakan ulang tahun.Dan di perayaan pernikahan mereka yang ke enam tahun ini lah, akhirnya Benji punya ide untuk pertamakali nya mereka harus merayakan nya."Rani siapa?" Tanya Mentari masih me