Karena kejadian kemarin, aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Rasanya seperti dihantui oleh tangan Anthony yang tiba-tiba meraba tubuhku.
"Tidur saja dulu. Aku bangunkan kalau guru sejarah sudah datang," suruh William sambil mengelus kepalaku.
Lihat saja, jika dia tidak membangunkanku, aku akan diamkan dia selamanya. Dia pernah seperti itu, sampai aku dihukum mengerjakan piket sendirian. Ya ... itu sudah sangat lama, saat kita belum menjadi rekan.
Samar-samar aku melihat ada tubuh yang tergeletak di dalam ... sebuah ruangan ... ganti baju, dengan- Astaga ... punggungnya tertancap sepatu skating.
Aku tidak bisa melihat wajahnya. Jasad itu telungkup dan menghadap ke arah dinding. Tapi aku yakin, kalau jasad itu perempuan.
Apa yang bisa kubantu? Aku tidak bisa bergerak di sini.
Tunggu, siapa itu? Lelaki? Dia mendekat pada jasad itu dengan keadaan panik, sambil memanggil-manggil nam
Mumpung aku berada di ruang ganti, aku ingin melihat isi tas Gladys, hanya sebentar. Tidak ada salahnya untuk mencari kebenaran, 'kan? Daripada menuduh?Alat dandan, handuk, dompet, ponsel, buku diari? Mari kita lihat. Iri yang mendalam. Sangat mendalam.Kufoto semua isi curhatannya.Besok, sebelum pertunjukan dimulai, Gladys akan melakukan pembunuhan."Tertulis pada hari Minggu. Aku benci melihat Melissa yang selalu mendapatkan pujian dari pelatih, sedangkan aku selalu dimarahi oleh pelatih. Tidak hanya itu saja, Melissa selalu bermesraan dengan pacarnya di depan mataku! Aku bunuh saja dia besok, sebelum lomba dimulai.""Itu isi dari diarinya?" tanya William melalui panggilan video dilaptop. Dia tertawa sambil menggelengkan kepala."Begitulah," balasku sambil membaca hasil foto diari Gladys. "Kalau aku iri melihatmu dengan perempuan lain, aku akan melakukan itu," usilku membuat
Aku menceritakan semua kejadian kemarin pada Vinny sambil memakai sepatu.Semenjak Vinny satu sekolah denganku, kami sering berangkat sekolah bersama, kecuali pulang. William mengerti akan hal ini."Bu, kami berangkat," ijinku sambil membuka pintu."Tunggu." Ibu mendekat dengan wajah sedih. "Zoe, teman Ibu baru saja telpon. Dia ... meminta bantuanmu untuk mencari anaknya yang hilang ... "Hilang? Ada penculikan lagikah?"Katanya, anaknya kemarin bermain bersama teman-temannya, tapi sampai sekarang belum pulang. Tapi, teman-temannya sudah pulang kemarin malam," lanjut ibu."Ibu berikan saja alamat rumah teman Ibu. Nanti aku dan William akan mengunjungi rumahnya," pintaku. "Kami berangkat," ijinku sekali lagi."Hati-hati di jalan!" teriak ibu khawatir.Sampai di sekolah, aku berpisah dengan Vinny karena kelas kami berbeda pastinya. Tapi saat ke kela
Aku terlalu banyak menghela napas di meja belajar. Entah kenapa hatiku menjadi tidak karuan saat bersama William. Tidak, jantung normal, tapi hati risih.Tidak ada salahnya murid populer berpacaran dengan murid yang biasa saja, 'kan? Apalagi bersama gadis indigo sepertiku.Diperjalanan ke rumah Teddy dan pulang tadi, kami tidak berbicara sama sekali.Dia sempat menahanku sebelum masuk rumah dan bertanya kenapa. Aku jawab saja sedang pusing dan tidak enak badan.Apakah ini ujian untuk orang yang berpacaran?Kusibukkan saja tanganku dengan pensil dan jurnal. Menenangkan pikiranku dengan menggambar itu cukup bagus untukku. Mungkin saja aku dapat pencerahan.Kenapa? Kenapa tidak ada perasaan ingin menggambar? Biasanya aku menggambar tanpa sadar.Kutaruh kembali jurnal dan pensil, lalu menjatuhkan diri ke ranjang. "Aku ini kenapa? Saat jantungku berdisko di dekat Will
"Aku mau di bawa ke mana?"Aku lihat ada tiga orang yang datang ke rumah kosong. Dua perempuan yang membawa satu perempuan dengan wajah takut."Tenang saja, Laura. Kamu ingin bergabung dengan geng kami, 'kan? Ini adalah tantangan pertama untukmu. Jika kamu bisa melakukannya, maka kamu lolos!" seru perempuan dengan rambut berkepang satu."Apa tidak ada tantangan lain?" tanya Laura."Kalau kamu mundur, kamu tidak akan bergabung dengan kami yang terkenal di sekolah," jawab perempuan dengan jaket jeans.Jadi, Laura ingin bergabung dengan geng sekolah yang terkenal? Menurutku itu bodoh. Laura mudah dibodohi.Bagaimana aku bisa tahu? Karena aku sedang berada di mimpi, melihat masa lalu Laura sebelum meninggal."Kami berdua tunggu di luar. Kamu harus temukan hantunya, ya? Semangat!"
William hari ini pasti telat. Aku tidak melihatnya di parkiran dan juga kelas."Zoe, kemari." Angelita memanggil. Ada tiga murid perempuan yang juga berkumpul di mejanya dan juga banyak make up."Kamu jualan?" tanyaku pada Angelita.Dia tertawa ketika sedang memakai bedak wajah. "Tidak. Semua ini baru dibelikan oleh orang tuaku. Mau coba? Aku ada beberapa make up yang kubawa. Kalau kalian mau, ambil saja. Gratis," jawabnya membuat ketiga murid perempuan di sebelahku senang."Aku mau. Kemarin aku sedang mencari lipstick yang warnanya merah muda," pinta Diana.Aku sekalinya dandan hanya cukup menggunakan bedak wajah saja, kecuali ke acara penting."Memangnya sekolah mengijinkan kita membawa alat make up?" tanyaku lagi sambil melihat bedak wajah yang baru dipakai Angelita."Sstt ... " Angelita menaruh telunjuknya dibibir sendiri.
Gatal ... Banyak nyamukkah?Kugaruk pipi berkali-kali, tapi aku malah merasakan adanya panas diseluruh wajah. Yang tadinya panas biasa, menjadi panas seperti terbakar."Gatal dan panas!" Aku terbangun dan langsung pergi ke kamar mandi.Kubasuhkan air ke wajah, tapi panasnya tetap tidak hilang. Gatalnya pun juga semakin menjadi-jadi. Coba pakai sabun wajah. Ah sial, masih saja."Ibu! Ibu!" Kupukul pintu kamar ibu. Tapi yang kutemukan bukanlah ibuku, melainkan wanita lain dengan wajah sedikit galak."Dasar, kamu mengganggu tidurku saja! Ada apa kali ini?" tanyanya kesal.Aku tidak tahu siapa dia, tapi aku sudah tidak tahan. "Bu, wajahku gatal dan panas ... Sakit, Bu ... ""Alasan apa lagi yang kamu buat, Michelle? Sudah kubilang, jangan rusak wajahmu! Wajahmu itu sumber uang untuk kehidupan kita!"
AC-nya terlalu dingin atau aku merasa ada hawa dingin? Selimut saja kalah untuk menahan dingin. Aku jadi terbangun, tapi ... kenapa aku tidak bisa menggerakkan tubuh?Tak sengaja aku menangkap sosok perempuan di meja belajar. Siapa itu? Eh, Michelle?Dia menoleh, lalu mendekatiku untuk duduk di sisi ranjang. Wajahnya benar-benar sangat rusak. Merah dan banyak bekas gatal, bahkan banyak nanah yang keluar. Aku jadi tidak bisa menahan baunya."Aku dan ibuku saat itu jatuh miskin, setelah meninggalnya ayah. Ibu dipecat dari kerjanya entah karena apa. Lalu, karena kami harus membutuhkan uang untuk hidup, ibuku menggunakanku untuk lelaki hidung belang. Semakin banyak uang yang dia dapat, semakin pelit dia menggunakannya. Seperti alat make up yang dia beli.""Dia asal membeli tanpa tahu bagus tidaknya?"Dia mengangguk sedih. "Aku pernah kabur dari rumah. Ibu melapor pada polisi denga
Ini aku di mana lagi? Mobil? Jalan-jalan gratis, boleh juga.Aku sangat yakin jika sedang berada dimimpi, karena pria yang sedang menyetir ini tidak bisa melihatku. Sedari tadi, dia memegangi lehernya terus. Dan sekarang dia mulai terbatuk-batuk.Apa tidak ada sesuatu yang bisa membuatnya tidak batuk lagi? Air putih? Tidak ada sama sekali.Tiba-tiba mobil membelok dan menabrak pohon besar.Aku yang terbentur langsung terbangun dari mimpi. Astaga ... kepalaku sakit. Sejak kapan aku tidur di lantai? Jangan bilang aku terjatuh.Seketika aku melihat pria yang menyetir tadi di atas ranjang. Dia menatapku dengan wajah yang sangat dingin. Keningnya berdarah dan mulutnya mengeluarkan busa.Aku langsung mundur dengan perlahan. Bukan takut, tapi ini terlalu dingin. Padahal AC sudah dimatikan."Tolong ... ""Kakak