Esok hari, aku dan William sudah berada di kantor polisi, berdiskusi dengan Opsir Justin di kantor meja yang sedikit berantakan.
"Aku sudah menyuruh anak buahku untuk mencari nama dari orang yang membebaskan ayahmu. Namanya Benedict Thorez. Katanya, dia salah satu keluarga ayahmu."
"Keluarga? Ayahku anak tunggal dan tidak memiliki saudara atau sepupu," balasku sambil terkejut.
Opsir Justin mengangguk. "Itu yang kucurigakan. Dilaporan tentang nomor plat mobil Ferrari, yang sahabatmu katakan kemarin, itu milik Benedict Alfred."
Entah kenapa, setelah mendengar nama belakang Alferd, tubuhku seakan membeku. Ada apa ini?
"Jadi maksudmu, ada dua pelaku bernama Benedict dengan nama belakang berbeda?" tanya William kebingungan.
"Aku tidak yakin dengan itu. Karena, hasil dari rekaman CCTV dan biodatanya, mereka adalah orang yang sama," balas Opsir Justin.
Mereka berbincang
Sudah lima hari kami berkabung. Tidak baik selalu berada pada kesedihan. Vinny kembali sekolah dan ibu sudah mulai bekerja lagi.Dan aku, memutuskan untuk jalan-jalan tanpa William. Dia harus menjaga Wildan sementara.Kesedihanku berubah menjadi khawatir. Ada teman dari grup kelas mengatakan bahwa ada kanibal. Sulit untuk percaya, tapi hal itu memang ada.Katanya, ditemukan pria tewas dengan tubuh yang telah tercabik, seakan telah dimakan hewan buas. Korban ditemukan di sebuah gang kecil yang gelap. Apa ada hewan buas yang lepas?Yang aku bingungkan adalah, bekas cabikan bukanlah dari hewan buas, tapi juga bukan dari manusia. Lalu, di mana kanibalnya?Ada saksi yang tidak sengaja melihat manusia sedang memakan manusia.Biar kusimpulkan. Ada saksi yang melihat manusia memakan manusia yang tidak memiliki gigi manusia, dan juga kuku yang seperti hewan buas. Hey, itu bisa saja terja
Aku tidak boleh menyerah. William tidak hanya pacar, tapi juga rekan. Ini tidak boleh terjadi. William pasti bisa menjaga janjinya, 'kan?Kudatangi rumah William dan bertemu dengan ibunya. "Halo tante, ada William?""Bukannya dia pergi menemuimu?" Ibu William saja terkejut mendengar pertanyaanku. Pasti William berbohong pada ibunya sendiri."Tidak. Dia bilang ingin pergi, tapi tidak bilang ke mana," jawabku jujur.Ibu William menghela napas. "Anak itu ... beraninya berbohong. Kutendang nanti bokongnya. Masuk dulu, yuk. Kasihan calon menantuku datang sendiri," ajaknya ke ruang tamu."Tante, apa ... William bertingkah aneh dari kemarin?" Aku tidak punya waktu untuk basa-basi. Aku datang hanya memastikan bahwa William berubah atau tidak. Ya ... aku ini pacarnya, pasti berhak tahu.Ibu William datang membawa air putih dengan wajah bingung. "Dia baik-baik saja kemarin. Ada apa? Kalia
Kubuka pintu dengan kunci cadangan, lalu masuk perlahan. Tidak ingin membuat mereka, lebih tepatnya Elizabeth terkejut. Menyerang dari belakang itu bagus.Aku lihat semuanya. William tiduran di ranjang dengan telanjang dada. Sedangkan Elizabeth, dia sangat liar dengan ciuman yang dia berikan.Sudah saatnya aku menarik dan membantingnya ke lantai.Tapi, sebelum hal itu terjadi, dia menoleh dan langsung mencekikku. Padahal, sudah sangat perlahan tanpa suara."Oh, ada tamu tak diundang ternyata." Dia mendorong masih dengan cekikan ke dinding, bahkan sampai membuatku tak menapak. "Aku sudah tahu, jika kamu akan datang untuk menyelamatkan sang pacar."Lengannya kupukul berkali-kali untuk berusaha lolos, tapi sulit."Kamu tahu? Mudah sekali membuatnya terpancing. Lelaki memang lemah akan sentuhan perempuan. Ingat saat kita di kafe? Ya, dia terkejut karena aku menyentuh pahanya. Dan ba
Fokus ... Fokus ... Fokus ...Wajah perempuan yang datar dan dingin membuatku terkejut.Aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun dan apa pun. Helaan napas berat keluar dari mulut. Untung saja, aku tipe orang yang tidak mudah teriak saat terkejut.Dari pada terus-terusan berhadapan dengan wajah yang tak hidup lagi, aku pura-pura melihat arah lain sambil pergi meninggalkannya.Halo, namaku Zoe Veronica. Aku gadis yang bisa melihat sesuatu. Sebut saja indigo. Aku tinggal bersama ibu tercinta.Keseharianku hanyalah bangun tidur, makan, sekolah, pulang, lalu tidur. Tidak lupa membantu orang yang selalu meminta bantuan.Ini terlihat sangat risih. Kenapa? Karena mereka tidak hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali. Aku bukan pengasuh.Ibu menginginkanku melakukannya. Membantu manusia bertemu dengan orang yang sudah tiada, itu tidak mungkin. Apa lagi membantu hant
Aku harus merelakan uang jajan hanya untuk membantu hantu. Serius, aku masih belum bisa menerima, jika sekarang terlihat seperti pengasuh hantu."Ini rumah Bibi Rachel. Jika kamu ingin lihat tempat kejadian di mana aku tewas, kamu harus pergi ke taman belakang rumah."Sebelum aku masuk, kutelan ludah sambil mengeratkan jaket. Sungguh, hawa dingin hantu berbeda dengan AC. Musim salju saja kalah.Rasa ragu pun muncul. Apa bibi bernama Rachel ini akan menerima penjelasanku? Bagaimana jika dia menendang bokongku keluar dari rumahnya?Aku menggeleng kepala dengan cepat. Dia pasti mengerti. Kuatkan keyakinanmu, Zoe.Pintu di depanku terbuka. Munculah wanita dengan wajah yang sedikit keriput."Bibi Rachel?" Aku sudah siap, siap jika dia akan menendang bokongku keluar."Ya. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan sopan.Aku tidak tahu harus de
Rumah tua dengan warna yang sudah memudar berada di depanku. Banyak tumbuhan liar tumbuh di sekitar rumah tersebut. Rumah itu terbuat dari kayu yang mungkin sudah berumur ratusan tahun, tidak layak digunakan.Aku tidak tahu itu rumah siapa, tapi aku merasa ada aura jahat. Sangat jahat, sehingga hawa dingin terus menyelimuti."Tolong kami ... "Suara bisikan terdengar dari belakang, lantas aku menoleh dengan cepat. Tidak ada. Tidak ada siapa pun. Hanya aku, rumah tua dan juga pohon tinggi."Tolong kami ... Tolong kami ... Tolong kami ... "Suara itu terdengar tidak hanya satu. Semua ini mulai menakutkan. Aku pilih masuk ke rumah tua itu tanpa peduli. Aku ketakutan!Setelah masuk ke rumah tua, suara itu menghilang. Aku menghela napas lega. Hanya saja, ada sesuatu yang menjanggal.Darah. Kulihat bany
Segar rasanya setelah mandi, sikat gigi, cuci wajah, dan sekarang waktunya tidur. Wajah pantulanku di cermin ternyata cantik juga. Halo, namaku Zoe Veronica. Lama-lama aku gila ketika tertawa sendiri.Tawaku seketika terhenti saat melihat uap di cermin. Aku sudah mematikan air panas dari tadi. Anehnya, uap di cermin itu menunjukkan sesuatu.'DS adalah Darwin South'Bagus. Jadi huruf yang kutulis di kertas tadi adalah inisial si pembunuh.Bagaimana uap itu bisa memberikku petunjuk, jika aku tidak merasakan hawa dingin? Lupakan itu, setidaknya sudah dapat tambahan informasi. Saat aku ingin membuka pintu kamar mandi, terdengar ada suara langkah kaki berat. Ibu? Tidak mungkin. Ibu tidak mengijinkan orang memakai sepatu di dalam rumah. Sepatu itu terdengar seperti sepatu boots.Rasa takut pun muncul, setelah tidak mendengar s
Hari ini adalah hari libur. Hari ini juga waktunya untuk mengakhiri Darwin South. Dia tidak bisa dibiarkan terus menerus. Aku sangat yakin, kemarin malam dia memburu gadis lain.Berita penculikan muncul pagi ini. Bukan tentang empat gadis lagi. Gadis ini bernama Olivia Paw.Mengingat kapak berdarah itu membuatku semakin takut. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Olivia."Maaf, aku terlambat. Adikku sangat menyebalkan." William datang sambil berlari. Napasnya tidak beraturan. "Siap?""Ya, siap." Sejujurnya aku tidak siap. Hati, mulut dan pikiran tidak bisa bekerja sama.William sepertinya terlihat ... tidak siap juga. Senyumnya sangat kaku. Kantung matanya juga terlihat hitam. Sepertinya, dia tidak tidur.Bau rumah Darwin tercium sangat amis. Rasanya aku ingin mual. "Tekan belnya," suruhku pada William.Dia mengikuti apa yang kusuruh.