Istri Kakakku Selalu Menangis

Istri Kakakku Selalu Menangis

last updateLast Updated : 2022-03-11
By:  Rasyiddd PutriOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
22Chapters
2.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Kisah tentang keganjilan rumah tangga kakaknya Siti yang bernama Kak Heru dan Mbak Rena. Banyak kejadian mistis di toko beras mereka serta kejadian kematian tragis berdarah. Siti menemukan seplastik tespack yang sengaja disembunyikan. Apa misteri rumah tangga mereka? Siti berusaha menyelidiki apa penyebab kakak iparnya selalu menangis. Tulisan ini telah dibaca hingga ratusan ribu view dan ribuan gembok di aplikasi sebelah. Sekarang giliran kalian untuk membacanya.

View More

Chapter 1

Part 1

Istri Kakakku Selalu Menangis

 

 

Suara dentuman dari besi-besi jalanan memekakkan telinga secara mendadak. Hampir membuat jantung terlonjak keluar dari tempatnya. Semua orang kaget luar biasa. 

 

“Punguti usus dan organ tubuh lainnya! Cepat! Sebelum ada kendaraan yang menggilas,” ucap salah satu warga. 

 

“Ambil daun pisang atau kain bekas untuk menutupi tubuhnya!”

 

“Sementara, hentikan dulu kendaraan yang hendak melintas!”

 

Terjadi kecelakaan tepat di depan toko beras milik Kak Heru. Tempat ini berlokasi di tikungan layaknya huruf S, wajar saja sering terjadi kecelakaan. Lokasi yang tak pantas digunakan untuk membawa kendaraan ngebut. Aku bergidik ngeri.

 

Kecelakaan tunggal itu telah membuat seorang wanita pengendara sepeda motor tewas di tempat. Ia menabrak pagar besi pembatas depan toko beras. Kondisinya mengenaskan. Cepat-cepat orang menyiram darah yang mengalir di jalanan dengan pasir. Pasir-pasir itu diangkut dengan ember dan kaleng cat. 

 

Aku baru tadi malam tinggal di sini, setelah tamat SMA orang tuaku meminta agar Kak Heru membawa ke kota. Hal itu tentu disetujui olehnya, bahkan aku sempat ditawarkan untuk kuliah di sini. namun, kutolak karena merasa belum siap. Jadi, aku akan ikut menjaga toko beras ini.

 

“Kak, ada kecelakaan. Itu di sana,” ucapku pada Kak Heru yang baru keluar dari gudang beras paling belakang.

 

“Dah biasa terjadi di sini, Siti. Kakak sudah tak takut lagi.” Kak Heru menjawab cuek. 

 

“Memang sering, ya?” 

 

“Sering sekali. Sudahlahh, jangan dilihat terus. Nanti kamu takut, dah sore. Sana mandi.” 

 

Aku hanya mengangguk. Memang benar, kalau terus melihatnya aku akan merasa takut. Apalagi meninggalnya tragis atau istilah orang kampung adalah mati basah. 

 

“Siti,” panggilnya saat aku baru hendak membalik badan.

 

“Iya?”

 

“Kamu jangan masuk kamar sebelah gudang beras dan jangan perduli kalau Mbak Rena sering menangis. Abaikan saja,” ucapnya enteng sembari menatapku tajam.

 

“Kenapa?” 

 

“Tidak usah banyak tanya, kamu masih terlalu belia untuk tahu urusan rumah tangga. Jangan membantah.” 

 

“Hm, baiklah.” Aku menjawab sekenanya. 

 

Saat melewati kamar Mbak Rena, tak sengaja melihat ia sedang menangis tersedu-sedu. Pintu kamar yang tak terkunci pun membebaskan pandangan mataku melihat semua secara jelas. Mengapa Mbak Rena menangis? Aku hendak masuk dan bertanya, tapi kaki ini terasa berat melangkah. 

 

Rupanya, Mbak Rena pun melihatku yang berdiri di depan pintu. Pantulan wajahku terlihat setengah dari cermin kamarnya. Ia menoleh sembari menghapus sisa-sisa bulir bening yang keluar dari pelupuk matanya.

 

“Mbak kenapa menangis?” tanyaku yang sudah tertangkap basah mengintip. 

 

“Mbak memang selalu menangis sejak menikah dengan kakakmu,” jawabnya sedih. 

 

Mendapati jawaban demikian, aku bertambah bingung harus berkata apalagi. Kak Heru sudah memperingati agar aku tak terlalu perduli dengan Mbak Rena. Memangnya ada apa dengan pernikahan mereka? Setahuku semua tampak baik-baik saja kalau mereka pulang kampung. Sepertinya ada hal yang disembunyikan oleh mereka.

 

“Memangnya kenapa, Mbak?”

 

Lama menunggu pertanyaan itu dijawab, tapi hening. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Mbak Rena. Hanya terlihat dari bola matanya kalau ia sangat terluka, entah mengapa aku bisa merasakannya. Namun, aku tetap bingung hal apa yang membuat wanita cantik ini menangis. Apa dia tak bahagia?

 

“Ada kecelakaan di depan toko, ya?” Ia mengalihkan pembicaraan.

 

“Iya, Mbak. kecelakaan sampai orangnya meninggal.” 

 

“Sudah biasa, tikungan depan sini memang tikungan maut.” 

 

“Mbak, Siti mau nanya boleh?” Aku menatap wajahnya lekat. Mbak Rena pun mengangkat wajahnya.

 

Mumpung Kak Heru lagi sibuk di depan, ini kesempatan baik untuk menanyakan kamar sebelah gudang beras itu. Aku sungguh penasaran mengapa dilarang masuk sana, padahal aku sudah tahu detail tempat ini. Ya, kecuali tempat itu.

 

“Tadi, Kak Heru bilang kalau Siti dilarang masuk kamar sebelah gudang beras. Memangnya kenapa?”

 

“Oh, tak apa. Itu hanya kamar kosong, kamu jangan ke sana.” 

 

Saat aku hendak membuka mulut untuk kembali bertanya, Mbak Rena segera berdiri dan masuk kamar mandi kamarnya. Kakinya terlihat lunglai tak bertenaga. Aku pun merasa kalau ia sengaja menghindar. 

 

Kupasang telinga tepat di pintu kamar mandinya. Terdengar jelas kalau ia kembali menangis, kali ini isakannya terdengar lebih memilukan. Setelah itu, aku tak dapat mendengar apa-apa lagi karena ia menghidupkan air untuk menyamarkan suara tangisnya. Aneh, bukan? 

 

***

 

Toko ini sekaligus dijadikan tempat tinggal. Bagian depan adalah tempat berdagang. Bagian tengah adalah rumah bagi kami dan bagian belakang adalah gudang beras. Malam ini, aku sedang tidur-tiduran di kamar karena merasa lelah. Peristiwa kecelakaan tadi sore pun masih jelas membayang, membuat energiku terasa habis. Ya, aku takut melihat darah. 

 

“Siti, turun dulu. Saatnya kita makan malam,” kata Kak Heru sambil mengetuk pintu kamar.

 

“Siti belum lapar.”

 

“Cepat turun, kami tunggu.”

 

Aku beringsut pelan dari ranjang dan menuju dapur. Di sana sudah duduk berseberangan Kak Heru dan Mbak Rena. Dari tatapannya, aku dapat membaca kalau Kak Heru terlihat sedang kesal. Memangnya ada apa?

 

“Sini makan dulu, Siti.” Mbak Rena berusaha ceria walaupun matanya bengkak.

 

Kami pun makan bersama, tak banyak obrolan yang terjadi. Semuanya tampak canggung. Bahkan, seolah Kak Heru dan Mbak Rena bagai orang asing yang pertama kali bertemu. Kak Heru makan lahap sedangkan istrinya hanya makan sedikit. Ia nampak tak berselera. 

 

“Mbak makannya dikit banget, tambah lagi, dong.” Aku berusaha memecahkan suasana kaku ini.

 

Mbak Rena hanya tersenyum simpul dan tak menjawab apa-apa. 

 

“Dia memang porsi makannya segitu. Memang dikit,” jawab Kak Heru cuek. 

 

“Mas, seharusnya kamu tahu mengapa aku jadi begini. Pura-pura tidak tahu tak akan membuatmu biasa-biasa saja!” Suara Mbak Rena meninggi seakan kecewa berat.

 

“Terima saja takdirmu, Rena. Bukannya sudah terbiasa?” Kak Heru menaikkan satu alisnya. 

 

“Suami tak tahu diri! Apa kurangnya aku? Semuanya sudah kuturuti, bahkan—“ Ucapan Mbak Rena terhenti karena Kak Heru melemparkan gelasnya hingga pecah berkeping-keping. 

 

Aku berada di antara mereka merasakan ketegangan luar biasa. Mataku naik turun dengan jantung berdegup kencang. Bingung harus berbuat apa karena sama sekali tak tahu asal muasal pertengkaran ini. Diam bak patung hidup, itulah yang kulakukan. 

 

Mbak Rena pun kembali menangis. Air mata itu kembali berjatuhan di pipi tirusnya. Aku tak tega dan langsung memberinya tisu. Timbul niat kuat dalam hati kalau aku harus mencari tahu mengapa istri kakakku sering menangis. Pasti ada hal yang tak beres antara mereka.

 

Melihat Mbak Rena menangis, Kak Heru tampak tersulut emosi dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti gerakan hendak menampar. 

 

“Aww! Sakit.”

 

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
22 Chapters
Part 1
Istri Kakakku Selalu Menangis  Suara dentuman dari besi-besi jalanan memekakkan telinga secara mendadak. Hampir membuat jantung terlonjak keluar dari tempatnya. Semua orang kaget luar biasa.  “Punguti usus dan organ tubuh lainnya! Cepat! Sebelum ada kendaraan yang menggilas,” ucap salah satu warga.  “Ambil daun pisang atau kain bekas untuk menutupi tubuhnya!” “Sementara, hentikan dulu kendaraan yang hendak melintas!” Terjadi kecelakaan tepat di depan toko beras milik Kak Heru. Tempat ini berlokasi di tikungan layaknya huruf S, wajar saja sering terjadi kecelakaan. Lokasi yang tak pantas digunakan untuk membawa kendaraan ngebut. Aku bergidik ngeri. Kecelakaan tunggal itu telah membuat
last updateLast Updated : 2022-02-19
Read more
Part 2
PART 2 Setelah insiden pertengkaran itu, aku merasa tak enak hati. Mengapa baru sehari di sini, semua tampak kacau. Padahal, mereka terlihat mesra di hadapan orang tua di kampung. Jari tengah bagian kiriku terasa ngilu karena terkena serpihan kaca saat membersihkan pecahan gelas yang dibanting Kakak.  Karena pusing, aku menonton televisi. Mbak Rena sudah berlari ke kamar dan menangis lagi. Aku tak hendak mengganggunya, biarlah ia menenangkan diri dulu. wanita berambut lurus itu cantik, tapi wajahnya selalu sembab karena sering menangis. Keluarga Mbak Rena jauh dari kota ini, ia wanita yang berasal dari luar pulau. Akan sulit baginya untuk pulang tanpa izin dari Kakak.  “Jari kamu luka, ya? Ini kasih betadine,” kata Kak Heru yang tiba-tiba muncul dari belakang. “Iya, luka sedikit kena kaca gelas.” Ak
last updateLast Updated : 2022-02-19
Read more
Part 3
PART 3  Pagi-pagi, aku sudah bangun duluan. Mbak Rena masih tertidur di sampingku dengan wajah sendu. Kutatap wajah itu, mana mungkin ia wanita pembohong? Sepertinya tidak.  Hatiku tak mampu menempatkannya sebagai pembohong. Tapi, bagaimana dengan ucapan Kakak? Katanya aku jangan terlalu peduli dengan istrinya.  Maksudnya apa?  Mumpung ia masih tidur, aku mengambil plastik di bawah sprei dan memasukkan ke dalam baju.  “Maaf, Mbak. Siti pinjam dulu bungkusannya. Sungguh, Siti penasaran,” gumamku pelan. Berbicara dengan orang tidur tak apa, kan? Perlahan, aku keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kamarku. Saat melewati kamar Kak heru, pintunya terbuka. Rupanya ia lupa menutup daun pintu tadi malam.  Ka
last updateLast Updated : 2022-02-19
Read more
Part 4
PART 4 “Ini kembaliannya, Bu,” ucapku ramah pada pembeli beras. “Makasih, Neng. Neng ini orang baru kerja di sini, ya?” tanyanya. “Saya bukan orang kerja, Bu. Saya adik dari Kak Heru.” “Oh, begitu.” Aku menyimpan uang di dalam laci, tampak Kak Heru juga sedang sibuk melayani pembeli beras. Di saat begini, Mbak Rena malah tidak keluar. Ia berdiam diri di dalam kamarnya.  Apa salahnya membantu kami berdagang? Ah, sudahlah. Mungkin Mbak Rena lelah. Beberapa saat kemudian, toko sudah cukup sepi. Pelanggan sudah pulang membawa belanjaannya. “Hai, Heru! Lancar sekali penjualannya, ya?” sapa seorang lelaki berkumis tebal yang baru saja turun dari mobil pick up. Aku ngeri melihat posisi mobilnya yang menepi di pinggir jalan, takut terjadi kecelakaan. Aneh, udah
last updateLast Updated : 2022-02-19
Read more
Part 5
PART 5  jam delapan malam HP-ku berdering. Ada panggilan dari Ayah. Segera kuangkat dengan perasaan senang. “Assalamualaikum, Nduk. Gimana kabar kamu?” tanya Ayah dari seberang sana. “Waalaikumsalam, Siti baik. Ibu mana?” “Syukurlah kalau begitu. Ibu ada di sebelah Ayah ini, katanya mau dengar suara kamu.” “Nduk, gimana keadaan di sana?” Kali ini Ibu yang berbicara. “Semuanya sehat, Buk. Kakak dan Mbak Rena sehat, penjualan beras juga lancar. Pelanggan mereka banyak, Siti sampai keringatan.”  “Alhamdulillah kalau begitu. Baik-baik di sana, ya. Salam buat Kakak dan Mbak Rena. Ibu gak bisa telepon lama-lama, masih mengikat sayuran.&rdq
last updateLast Updated : 2022-02-19
Read more
Part 6
 PART 6  Sejak bangun, aku tak ada menyapa Kakak. Hati masih terasa sedih karena sikapnya tadi malam, beberapa kali membentakku. Biasanya ia tak pernah bersikap kasar, selalu baik walaupun otaknya sedang kacau. Seberat apa pun masalahnya, ia berusaha menahan emosi, tetapi tidak untuk tadi malam. Bukan seperti Kakak yang kukenal. Aku menjalani hari seperti biasanya, membereskan pekerjaan rumah sampai semuanya selesai. Kali ini rasanya lebih lelah karena tidak dibantu Mbak Rena sama sekali. Kalau berdua akan lebih cepat selesai, bukan? Lagian tumben jam segini istri Kakak belum bangun. Kasihan memang, ia tetap bangun subuh walaupun enggan menjalankan salat.  Entahlah, kasihan dan sedih jadi satu. Baru tiga tahun usia pernikahan mereka, tetapi kenyataannya sekarang seperti tak saling cinta. Terlalu cuek dan tidak perduli. “Mbak, bangun. Siti udah selesai masak, kalau
last updateLast Updated : 2022-02-24
Read more
Part 7
PART 7 “Apanya yang enggak? Saya tukang nguping juga, Neng. Saya hafal semua jurus nguping, hehehe. Ini esnya,” candanya sambil menyerahkan es. “Ini uangnya. Makasih, Bang.” Segera kuberi uang pas untuk membayar es. “Judes amat. Awas, nanti jatuh cinta sama saya.” Aku tak memperdulikan candaan dari abang penjual es itu. Memang manis, sih. Eh, aku mikir apaan? Segera kupercepat langkah kaki agar sampai toko. Kedai es ini tak jauh jaraknya, hanya dua puluh meter. Jalanan terasa gerah karena matahari bersinar menyengat kulit. Aku selalu berhati-hati saat menyeberang jalan sebab tikungan depan toko sangat mengerikan. Mengapa pula Kakak memilih tempat seperti ini. Mengerikan. Kuletakkan satu bungkus es di meja Kakak. Rupanya si Mas Parno kembali datang hari ini. Mau beli apa? Bukannya kemarin sudah beli beras banyak? Lelaki yang
last updateLast Updated : 2022-03-11
Read more
Part 8
Tak berselang lama, pintu kamar pun dibuka. Kakak berhasil masuk dari jendela dan membuka pintu. Setelah masuk, tampaklah Mbak Rena masih tiduran dengan mata basah. Bantalnya pun basah karena air mata. Kusentuh keningnya, tak ada gejala demam. Biasa saja. Apa ia tak punya tenaga untuk menyahut panggilanku tadi? Sampai cemas dibuatnya.  “Mbak? Mbak kenapa? Jangan nangis.” “Mbak pusing, mual.” Suara Mbak Rena terdengar sengau, kasihan. “Jangan khawatir, Siti. Mbak kamu itu lagi hamil, setiap kali hamil memang begitu dia. Nangisnya makin jadi.”  Aku menatap Kak Heru heran. Dari mana ia tahu kalau Mbak Rena sekarang sedang hamil? Kami baru masuk kamar ini dan Mbak Rena tak bilang apa-apa tentang itu. Kakak sok tahu banget! Masa ada orang hamil yang gejalanya suka nangis-nangis kejer kayak orang sawan.  &
last updateLast Updated : 2022-03-11
Read more
Part 9
PART 9  “Permisi … permisi ….” Terdengar suara seseorang dari luar. Siapa lagi yang datang sudah mau magrib begini. Ada-ada saja, untungnya masih sore. Kalau malam hari mungkin aku akan merasakan takut. Dengan malas, kulangkahkan kaki menuju depan. “Mas Heru ada, Neng?” ucap lelaki bertopi merah itu. “Oh, ada. Tapi, masih di belakang. Memangnya ada perlu apa, Om?” “Ini, saya datang nganterin sepasang angsa pesanannya.”  Benar, dia membawa sepasang angsa putih yang ditali. Buat apa Kakak beli sepasang angsa? Lama kupandang. Menarik. “Sudah dibayar belum?” “Sudah, Neng. Saya tinggal nganterin aja, nih. Biasanya disuruh ikat di situ,” tunjuknya mengarah ke cantelan besi. “Oh, langsung ikatin
last updateLast Updated : 2022-03-11
Read more
Part 10
   “Aduh, gawat!” gumam Kakak terlihat bingung.    Gawat! Kakak bilang gawat, apa artinya ada pencuri yang datang hendak mengambil beras?     “Kak, maling. Kayaknya ada maling di gudang beras,” ucapku cemas.    “Hahaha, kamu lucu kalau panik. Matanya bulat sempurna! Jangan takut, Siti. Itu bukan suara maling, itu hanya suara karung beras jatuh. Sudah terbiasa, kok. Dah magrib, kamu salatlah di kamar. Kakak mau ke gudang.”     “Siti ikut,” pintaku.    Kakak hanya menjawab dengan gelengan kepala, isyarat jangan mengikutinya. Oh, baiklah. Aku hanya menatapnya membawa angsa itu ikut bersamanya ke
last updateLast Updated : 2022-03-11
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status