Share

Ketagihan Membunuh

Auteur: KSIndra
last update Dernière mise à jour: 2023-03-16 20:34:36

Dina berjalan di depan. Fadil melihat sekelilingnya, sama seperti Dede dan Azhar, dia sedikit heran melihat lokasi persembunyian Fadil dan Dede itu. "Apa benar, Dede dan Azhar bersembunyi di sini?" tanya Fadil penasaran.

Bocah perempuan itu hanya mengangguk.

"Tapi di mana?" tanya Fadil rada cerewet.

"Sebelah situ!" sahut Dina menunjuk bangunan tempat mayat Dede dan Azhar berada. "Ayo cepat, nanti Tino akan menemukanmu!" ujar Dina berjalan lebih cepat lagi, sebab, hari sudah semakin sore. Dia harus bisa menghabisi satu persatu kelima anak pengganggu dirinya.

Dina membukakan pintu. Fadil tidak langsung masuk, ia melihat ruangan gelap tanpa cahaya. Bau busuk menyeruak keluar hingga memenuhi rongga hidungnya. "Tempat ini bau banget! Gak mungkin Azhar dan Dede bersembunyi di sini!" Bocah jangkung itu tak lantas percaya begitu saja ucapan Dina. "Atau jangan-jangan kau ...." Dia menoleh dan,

Buk.

Pukulan keras menghantam kepala Fadil hingga jatuh pingsan. Darah bocah laki-laki itu keluar dari telinga, pelipis dan bibirnya. Dina melihat dengan tatapan sangat dingin, tak ada senyuman. "Dasar bocah bodoh, hampir saja kamu membuat kita ketauan!" kata Dina. Ia kemudian menyeret tubuh Fadil ke dalam dengan sekuat tenaga. "Lebih baik, kamu ikut bergabung bersama teman-temanmu!"

Tubuh Fadil dibiarkan tergeletak di samping mayat Dede dan Azhar. Lalu ia mengamati wajah Fadil yang terlihat hancur. Rahangnya sedikit miring ke kanan. "Ternyata, menaklukan kamu semudah ini, tanpa ada perlawanan," katanya sambil menepuk-nepuk pipi Fadil. Ia juga memeriksa denyut nadinya.

Dina tersenyum senang. "Untuk sementara, aku akan biarkan kamu tertidur dulu. Tidak seru kalau aku menghabisi nyawamu tanpa ada perlawanan." Dina beranjak bangun, lalu mulai melangkah.

Tapi, tiba-tiba mata Fadil terbuka. Rupanya dia masih bisa tersadar setelah terkena pukulan keras dari Dina. Dia bangun dan kemudian, "DASAR BOCAH IBLIS!" teriaknya, berlari sempoyongan dan sengaja menabrak tubuh anak perempuan itu hingga keduanya terjatuh bersama-sama.

"Akan kubunuh kau ... akan kubuat kau mampus, bocah sialan!" teriak Fadil memukuli Dina sampai puas. Napasnya terengah-engah kala ia kelelahan memukuli Dina. Ia menatap nanar ke wajah tenang bocah perempuan itu.

"Ciuh!" Dia meludahinya. Lalu beranjak bangun. "Aku harus melaporkan ini pada Tino dan melaporkan pada polisi. Biar bocah ini dipenjara!" gumam Fadil. Lalu,

Gedebuk.

Dina menarik kaki Fadil hingga dagu bocah itu terbentur keras dengan lantai. Darah keluar kembali dari dalam mulutnya. "Aaargh!" pekik Fadil merasakan sakit.

Dina bergegas bangun. Pukulan Fadil seolah tidak berasa sakit sama sekali di wajahnya. Lalu ia menyambar tongkat besi andalannya untuk membunuh pelan-pelan kelima bocah laki-laki itu. Bocah jangkung itu sudah sangat kelelahan, wajah takutnya mulai terlihat jelas. Keringat mengucur, darah keluar tanpa henti-hentinya. Bocah itu kian bergidik saat melihat darah di telapak tangannya.

Pengelihatan Fadil mulai memudar, sudah tidak punya kekuatan serta tenaga untuk melawan Dina. Ia biarkan tubuhnya menyandar di tembok.

"Kau pikir bisa semudah itu mau melaporkanku! Kamu tau, aku akan buat kamu menyusul teman-temanmu terlebih dahulu sebelum kamu melangkah keluar dari sini!" ujar Dina mulai mengayunkan tongkat besi itu. "Kau harus mampus!" Teriak Dina mengarahkan tongkat besi itu.

"Ayo bunuh saja aku, bunuh aku kalau memang ini membuatmu puas!" pekik Fadil. Antara pasrah dan ketakutan. Bibirnya bergetar, tubuhnya pun sama. Kian tak terkendali. "Aku tau kami semua salah. Tapi aku mohon, tolong ampuni aku dan teman-teman lainnya yang masih hidup, Din. Aku masih mau hidup!"

Dina tidak bersimpatik, gadis itu justru tertawa terbahak-bahak. "Kau ingin aku mengampunimu? Lucu sekali, bila seorang anak laki-laki yang suka mem-bully-ku harus meminta ampun pada korbannya sendiri!" imbuh Dina penuh penekanan. "Di mana nyalimu saat kalian menghajarku tadi. Menendang, memukuli tanpa ampu walau aku sudah kepayahan. Kalian tidak memberi belas kasih pada seorang bocah perempuan yang jauh lebih lemah daripada kalian!" lanjutnya.

"Jangan pernah bermimpi aku akan membebaskanmu, Fadil!" Lalu ia mengayunkan tongkatnya dan,

Buk.

Buk.

Buk.

Pukulan keras menghantam di beberapa bagian vital Fadil. Bocah itupun tergeletak, kali ini bocah itu benar-benar sudah tak sadarkan diri, mati. Darah pun mengalir di celah mata, hidung dan mulutnya. Bau amis pun ikut tercium di rongga hidung Dina.

Blentang.

Dina membuang tongkat itu tak jauh darinya. Ia memastikan napas Fadil benar-benar lenyap dari tubuhnya, ia juga berharap tidak ada lagi detak jantung yang berdenyut di dadanya.

Kemudian, bocah itupun menarik rambut Fadil dan menyeretnya. Ia tumpuk mayat Fadil di atas mayat Azhar. Tangannya menyeka peluh yang menetes di dahinya. Dia menatap sinis sebentar, lalu melangkah keluar menuju target selanjutnya.

Dina berjalan tanpa bersalah, bahkan raut wajahnya amat senang saat ia berhasil membuat ketiga bocah laki-laki pengganggunya mati pelan-pelan olehnya. Baginya, itu sangat menyenangkan. Namun, tidak ada waktu lagi buat dia membawa dua korban tersisa ke dalam bangunan itu. Dia harus merencanakan sesuatu agar bisa dengan mudah menghabisi nyawa Ryan dan Tino. Tapi sepertinya, Dina akan menemukan kesulitan menghadapi dua bocah laki-laki yang tersisa, sebab, Tino dan Ryan mengikuti ekskul karate di sekolahnya.

Senyum itu lagi-lagi mengembang. Dia tersenyum senang kala target selanjutnya sedang bersembunyi di antara drum-drum kosong yang berjajar. Dina bergegas mendekati, tidak ingin membuang waktu terlalu banyak lagi. Dia langsung mengayunkan tongkat besinya,

Sayangnya, Ryan melihat bayangan Dina dan melemparkan batu ke wajahnya.

Pletak.

Tepat terkena jidat Dina. "Aaargh!" pekiknya.

"Kau ... mau apa kau membawa besi itu?" tanya Ryan berdiri. Dina menegapkan badannya dan dia tersenyum, ia seperti bocah yang punya nyawa 9. Luka itu tidak tampak sama sekali di jidatnya.

"Kamu mau tau aku mau ngapain?" Dina melangkah maju sambil menyambar tongkat besi yang sempat terlepas dari tangannya, dan Ryan bergidik ngeri melihat tingkah Dina yang benar-benar berbeda dari biasanya. Bocah laki-laki itu melangkah mundur, ketakutan. "Tentu saja membunuhmu, membalaskan dendam atas apa yang kalian lakukan padaku!"

"Gila! Gak waras kamu, Din! Kita hanya bercanda, jangan kamu anggap serius!" pekiknya.

Dina tertawa terbahak-bahak. "Iya, benar. Aku memang gila, Ryan. Kamu tau kenapa, itu semua karena ulah kalian yang membuat aku selalu di siksa oleh kedua orang tuaku!"

"A-apa?"

Tongkat besi itu terangkat setinggi mungkin, kemudian diayunkan dan di arahkan ke kepala Ryan dengan sangat cepat. Lalu,

Buk.

****

Bersambung.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Akhir Dari Perjalanan Balas Dendam Dina

    "BUNUH DIA SEKARANG, BODOH!" bentaknya dengan nada tinggi. "Tidak! Aku tidak mau melakukannya lagi!" Dina menahan tangannya agar tidak mengacungkan pada Dandy. Pemuda itu bingung melihat Dina berbicara pada dirinya sendiri. "Ada apa dengan gadis ini?" pikir Dandy, dia hanya bisa mengamati. "Bodoh ... kenapa aku malah melihat gadis gila itu berbicara sendirian? Bukankah ini kesempatanku untuk kabur?" pikirnya melihat ke arah pintu penjara. Pemuda itu berjalan pelan sambil mengawasi terus ke arah Dina. "Berhenti!" teriak Dina pada Dandy pemuda itu tak berkutik. Diam mematung di tengah-tengah. Lalu .... Dor. Dor. Dua peluru melesat cepat dari moncong senjatanya. Peluru itu meleset ke arah sasaran, tangan kiri Dina menghalangi senjata itu membunuh pemuda gondrong yang mematung. Dandy sangat kaget. Dengar suara tembakan yang begitu keras di telinganya. Dia menoleh, peluruh itu hampir saja mengenai dirinya. "Gila! Untung saja peluru itu meleset. Kalau tidak, bisa mampus," bisik bati

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Bimbang Hati Dina

    Tubuh Dina penuh luka, tanpa sadar di dalam mobil tahanan tersebut. Bensin keluar dari tangki, tak lama percikan api yang berasal dari kabel yang mengelupas mulai membakar sedikit demi sedikit bagian badan mobil tahanan yang terkena bensin. Sopir mobil tahanan pun tak sadarkan diri. Luka parah. Pecahan beling dari kaca depan memperparah wajah sopir itu. Apipun mulai membesar ... Doar. Ledakan kecil membuat kobaran semakin besar dan cepat menjalar. Warga yang melihat kejadian itu, bergegas menghampiri mobil itu. Jalanan menjadi sangat macet. Tak lama, Dina mengerjapkan netranya. Lambat laun terbuka pelan-pelan. Dia baru menyadari bahwa dirinya terhimpit besi, dan rasanya sangat sakit. Gadis itu mulai menyingkirkan besi itu, di kaki Dina luka itu membekas parah. Membiru. "Sial! Ada apa ini?" Sesaat di dalam tubuhnya tidak ada sosok hitam yang mempengaruhinya. Tubuhnya melemah tak bertenaga. "Semua badanku sakit semua," bisik batinnya lagi. Dia teringat, bahwa sosok hitam mengusain

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Membunuh Semua Pengganggu

    Dina melakukan pukulan cepat, pemuda itu tidak bisa menghindari pukulan gadis itu. Hidungnya pun meneteskan darah segar yang cukup banyak. Ketiga pemuda lain membiarkannya. "Aaargh ... Sialan!" Pemuda bernama Lalu, dia merebut senjata yang masih digenggam sipir penjara itu dan mengarahkan ke kepala sipir penjaga yang terkena pukulannya. Jari telunjuknya mulai menarik pelatuk senjata itu. "Jatuhkan senjatamu, perempuan iblis!" salah satu polisi muda bangun dari duduk dan menodongkan senjatanya di samping kepala Dina. "Jangan macam-macam, kami berempat tidak ada segan-segan membunuhmu!" katanya lagi, ikut menarik pelatuk agar Dina tidak gegabah mengambil tindakan itu. Dina melirik, tatapan serius polisi di sampingnya tidak sedang main-main dengan ancamannya pada dia. "CEPAT! JATUHKAN SENJATAMU BANGSAT!" teriak polisi itu hilang kesabarannya. Pelan-pelan gadis itu merunduk, meletakan senjata di lantai mobil tahanan. Sekali lagi, matanya melirik ke polisi muda yang tampaknta belum be

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Di Dalam Mobil Tahanan

    Satu pukulan keras melayang dengan cepat. Tetapi bukan dari arah Dina ke sosok hitam itu, melainkan tinju sipir penjara yang waspada akan gerak-gerik Dina hendak memukulnya. Pipi Dina memar, berwarna kebiruan. Dia tersungkur di lantai mobil tahanan. "Sialan! Berani-beraninya kamu mau mukul seorang sipir penjara!" katanya memaki. "Hajar terus, jangan diberi ampun, perempuan gila seperti dia jangan diberi ampun!" Salah satu polisi itu memprovokasinya. Sosok hitam menghampiri gadis malang yang saat ini masih tersungkur. "Lihat, mereka meremehkanmu. Andai saja kamu tidak menciptakanku, mungkin saja kamu mati dengan seluruh rasa penasaranmu itu, Dina!" kata Sosok hitam berbisik. "Kamu benar-benar menyedihkan!" Dina menggeram, bangun sambil mengepal tangannya. Menatap nanar ke arah dua sipir penjara yang kini bersikap arogan dan sok berkuasa. "Kau tidak akan bisa melawannya, hanya aku yang bisa membantunya, Dina! Apa kau mau aku bantu, gadis lemah?" tanya Sosok hitam yang sudah tak saba

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Ingatan Yang Hampir Hilang

    Dina terdiam, kemudian dia melepaskan jari jemarinya pelan-pelan setelah dia puas membunuh Roy dengan caranya sendiri. Sosok hitam keluar dari tubuhnya, keadaan Dina kembali tenang setelah membunuh keluarga Roy. Namun, dia terlihat bingung kala kondisinya kembali seperti semula. Netranya melihat keadaan dirinya sendiri, sambil melihat telapak tangannya. Hanya ada darah segar yang lambat laun berubah kering. "Ada apa denganku? Kenapa semua darah ada di tubuhku? Apa yang sudah aku lakukan?" bisik batinnya bingung. Dia merasa tidak melakukan apapun, hanya raganya saja yang bergerak mengikuti naluri yang dikendalikan oleh sosok hitam yang berdiri di sampingnya. Perkataan Aipda Buyung diabaikan, dia masih berkutat pada dirinya sendiri. "Ayo ikut kami, dan Anda berhak di dampingi pengacara!" kata Aipda Buyung mulai menyentuh tangan gadis itu. Dina menoleh, dia menatap Aipda Buyung dengan tatapan bingung. "Ada apa?" tanya Dina menepis tangan Aipda Buyung. "Anda kami tetapkan sebagai pemb

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Membunuh Roy.

    Dina gelagapan, walau dia berhasil menahan selang yang hampir menjerat lehernya, dia tetap kesulitan untuk membebaskan diri dari jeratan selang. "Aaah ... aku harus bisa membebaskan diri dari laki-laki bejat ini!" bisik batin Dina. Sayangnya tak ada hasil, namun gadis itu tidak kehabisan akal, dia membenturkan kepalanya ke dahi Roy sambil mendorong tubuhnya ke belakang. Debuk. "Aaargh" pekik Roy kesakitan. Dina terlalu keras membenturkannya hingga kepala Roy terasa pusing. Gadis itu melakukannya berulang-ulang kali. Roy tetap mempertahankan genggaman erat jari-jarinya pada rantai. Kakinya terus mundur ketika Dina membenturkan kepala dan mendorong tubuh Roy. Sayangnya, kaki pemuda itu tidak lagi bisa melangkah. Tubuhnya terhimpit tembok. Dia tidak bisa bergerak ke mana-mana lagi. Buuak. Gadis itu membenturkan kepalanya lagi, lagi dan lagi hingga kepala bagian belakang Roy harus beradu dengan tembok. Darah membekas di tembok, luka di kepala Roy sangat parah. Dina membebaskan diri

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Membuat Permainan Dari Dina.

    Senyuman itu mengembang, sangat mengerikan bagi Roy. Gadis itu menunggu Roy melangkah sejauh mungkin dari rumah. Lalu bibirnya bergerak. "Satu!" Gadis itu mulai berhitung kala Roy sudah sedikit jauh jaraknya. "Dua!" Lanjutnya, berhitung di dalam hati. Roy melihat ke belakang. Dia tidak tau harus pergi ke mana. Pemuda itu sangat yakin Dina akan menemukannya, sebab, tubuh Roy sudah sangat lemah dan tak bertenaga. Tatapan seram Dina membuat Roy memalingkan wajahnya, melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. "Tiga!" Bibirnya melanjutkan berhitung. Roy keluar rumah, lalu berlari pelan di sisa-sisa tenaganya. Roy bingung harus ke mana, dia tidak mungkin ke luar. Sebab, jarak antar pintu rumahnya dan pintu gerbang pagar terlalu jauh untuk bisa dia jangkau dengan kaki yang saat ini sedang gemetaran. Dia celingukkan, kemudian dia berlari ke arah mobil Dona yang terparkir tak jauh dari pintu rumah. Roy masuk, sayangnya kunci mobil itu tidak ada di tempatnya. "Sial, bagaimana gue bis

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Tidak Ada Harapan Untuk Hidup

    "Gue akan membunuh elu!" teriak Roy lagi sambil berlari. Air mata menetes mengiringi langkah kakinya itu. Ada perasaan sakit yang tergurat di hatinya, perasaan kehilangan dan marah penuh emosi kala mata itu melihat kematian kedua orang tuanya secara bergantian. Dina tersenyum lebar, walaupun begitu, masih saja terlihat menyeramkan buat Roy. Pemuda itu menyerang dengan tubuh lemah dan pandangan mata yang kabur. Tidak begitu jelas saat tinjunya melayang. Dina merunduk, menghindari serangan Roy yang mudah terbaca. Kemudian gadis itu memiringkan tubuhnya kala serangan Roy datang kembali padanya. Perempuan muda itu mendorong tongkatnya, Duk. Tepat mengenai perut Roy yang tak terlindungi oleh apapun. Roy dibuat mundur beberapa langkah, kakinya bergemetaran saat serangan itu menyakiti perutnya lagi. Pemuda malang itu mengeluarkan isi perutnya yang hanya tinggal cairan bercampur sedikit makanan yang dia telan tadi siang. Napasnya diambang batas, hanya tinggal sisa-sisa. Dia sudah tidak k

  • SSST ... JANGAN BERISIK!   Membunuh Dona

    Dona bangun dengan perut terasa keram dan perih. Dia mengambil kembali palu yang sempat terlepas dari tangannya. Lalu wanita itu berjalan tertatih, rasa sakit di perutnya membuat dia tidak bisa bergerak bebas. Dia melihat Roy sedang menyerang Dina dengan kayu. "Roy?" bisiknya. Netranya mendapati serpihan kaca yang berantakan di lantai, pecahan kaca itu bercampur darah Roy yang sudah mengotori lantai. Wanita itu memperhatikan gerakan Dina, gadis itu rupanya sudah terdesak oleh serangan demi serangan dari putranya. Gadis itu juga terlihat gugup walau kemarahan terlihat jelas di sorot mata berwarna hitam legam itu. Dona mendadak menutup mulutnya. Roy hampir saja menusuk perut perempuan muda itu. Dia cukup terkejut, dia juga tidak bisa membayangkan bila matanya harus melihat darah muncrat darinperut gadia itu. Akan tetapi serangan Roy di tahan oleh Dina dengan tangannya. "Gadis itu? Dia ... dia bisa menahan serangan Roy yang cepat itu? T-tapi bagaimana bisa dia melakukannya?" pikir Don

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status