Mafia Insyaf

Mafia Insyaf

last updateLast Updated : 2025-05-21
By:  Bang Thor Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
32Chapters
127views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Setelah bertahun-tahun hidup sebagai ketua mafia yang disegani, Anton "Si Tangan Besi" tiba-tiba memutuskan untuk pensiun dan bertaubat. Keputusan ini muncul setelah ia nyaris tewas dalam sebuah baku tembak dengan geng saingannya. Saat terbaring di rumah sakit, Anton mengalami mimpi aneh yang membuatnya yakin bahwa sudah waktunya meninggalkan dunia kejahatan dan menjalani hidup yang lebih baik. Namun, keluar dari dunia mafia ternyata tidak semudah yang dibayangkannya. Anak buahnya tidak percaya dengan keputusan Anton dan mengira ini hanya strategi untuk menjebak musuh. Sementara itu, para rivalnya menganggap Anton sedang menyusun rencana rahasia untuk merebut kembali kekuasaan. Situasi semakin rumit ketika seorang detektif cerdik, Luki, mulai mengawasi setiap gerak-gerik Anton karena mencurigai niatnya. Anton berusaha membuktikan kesungguhannya dengan membuka warung kopi di sudut kota. Tapi ketenangan itu tidak bertahan lama. Salah satu geng lama Anton menculik keponakannya, memaksanya untuk kembali ke medan laga. Dengan bantuan Luki (yang terpaksa bekerja sama karena keadaan), Anton harus menghadapi masa lalunya sekali lagi—kali ini bukan untuk berkuasa, tapi untuk melindungi orang-orang yang ia sayangi. Bisakah Anton benar-benar lepas dari dunia mafia, atau takdir sudah menuliskan bahwa seorang "Si Tangan Besi" akan selalu menjadi bagian dari dunia gelap?

View More

Chapter 1

Bab 1: Keluar dari Dunia Gelap

Suasana di gudang tua di pinggiran kota malam itu terasa lebih mencekam dari biasanya. Lampu neon berkedip-kedip, menciptakan bayangan samar di lantai beton yang dingin. Bau asap rokok bercampur dengan aroma bensin menyebar di udara, menambah berat suasana. Di tengah ruangan, Anton "Si Tangan Besi" duduk di kursi besi yang sudah berkarat. Tangannya menggenggam rokok yang hampir habis, sementara tatapannya kosong menatap lantai.

"Gua udah muak sama semua ini," gumam Anton pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Di hadapannya, tiga anak buahnya—Bono, Jaki, dan Reno—saling pandang dengan ragu. Mereka tahu betul kalau bos mereka jarang bicara soal perasaannya, apalagi menyatakan kebosanan terhadap dunia yang selama ini membuat namanya ditakuti di seluruh penjuru kota.

"Bos, serius nih?" Bono akhirnya angkat bicara, nada suaranya setengah tidak percaya. "Kita udah hampir nguasain separuh kota. Tinggal nunggu waktu sebelum geng si Rudi keok. Masa lu mau cabut sekarang?"

Anton menghembuskan asap rokoknya perlahan, lalu mematikan puntung rokok di asbak aluminium. Tatapannya tajam menatap Bono. "Lu pikir gua nggak capek? Setiap hari hidup di bawah bayang-bayang peluru? Bangun pagi nggak pernah tahu ini bakal jadi hari terakhir gua hidup atau nggak? Gua udah muak, Bon."

Jaki tertawa kecil. "Jadi... lu mau jadi orang baik sekarang? Buka warung kopi? Jadi tukang bakso, mungkin?"

Anton tersenyum tipis. "Mungkin aja. Buka warung kopi kayaknya enak."

"Terus, modalnya gimana? Emang bisa dari penghasilan kita di dunia gelap itu? Kalau uangnya haram mau dikelola kayak gimana juga, ya tetep haram." Timpal salah satu anak buahnya, panjang kali lebar.

Dengan tenang, Anton duduk di kursi barunya. Sudah memiliki modal dari tabungan lamanya, dari penghasilan yang halal. "Udah, kalian tenang aja..."

Ketiga anak buahnya terdiam, menatap Anton seolah dia sudah kehilangan akal sehat. Reno menggeleng-gelengkan kepala. "Bos, lu tahu nggak kalau orang kayak kita nggak bisa keluar begitu aja? Dunia kita ini nggak punya pintu keluar."

Anton berdiri. Tatapannya dingin dan penuh ketegasan. "Kalau nggak ada pintu keluar, gua bakal bikin sendiri."

Malam itu, Anton benar-benar merasa bahwa hidupnya harus berubah. Semua ini bermula dari kejadian dua minggu lalu. Saat itu, Anton dan anak buahnya sedang mengatur transaksi senjata di pelabuhan. Semuanya berjalan mulus, sampai tiba-tiba geng Rudi datang membawa pasukan bersenjata lengkap.

Peluru berdesing ke segala arah. Anton sempat berlindung di balik peti kayu, tapi satu peluru menembus bahunya. Rasa panas dan perih langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Darah mengalir deras, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Anton pikir itu adalah akhir hidupnya—tapi di tengah kesadarannya yang mulai menipis, dia melihat sosok pria tua berjubah putih berdiri di hadapannya.

"Ini bukan hidup yang seharusnya kau jalani," kata pria itu dengan suara dalam dan menenangkan. "Kalau kau ingin kesempatan kedua, tinggalkan dunia ini."

Saat Anton sadar di rumah sakit tiga hari kemudian, kata-kata pria itu masih terngiang di kepalanya. Itu bukan sekadar mimpi, Anton yakin. Itu adalah peringatan.

Sekarang, setelah keluar dari rumah sakit, Anton merasa inilah saatnya untuk berubah. Dunia mafia mungkin telah memberinya kekuasaan, uang, dan rasa hormat—tapi itu juga telah membuatnya kehilangan banyak hal. Teman-temannya mati satu per satu, orang-orang yang dia cintai menjauh, dan hidupnya selalu dihantui rasa cemas.

Anton memutuskan untuk memulai semuanya dari nol. Dia membeli sebuah ruko kecil di sudut kota yang sudah lama kosong. Tempat itu dulunya adalah toko kelontong, tapi sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Dengan bantuan beberapa orang kepercayaannya, Anton mulai merenovasi tempat itu. Cat dinding yang terkelupas diganti dengan warna krem yang lembut. Meja dan kursi kayu ditata rapi di sudut ruangan. Aroma kopi mulai menyebar ketika Anton mencoba mesin kopi yang baru dibelinya.

"Mulai hari ini, kita ubah jalan hidup kita. Ke jalan yang lebih lurus, lebih aman, dan yang paling penting, lebih halal." Ucap Anton dengan bangga kepada para anak buahnya.

Suatu pagi, ketika Anton sedang mengepel lantai, pintu ruko terbuka. Luki, seorang detektif dari kepolisian, masuk dengan tatapan curiga. Luki adalah musuh lama Anton—atau lebih tepatnya, rival yang selalu gagal menangkapnya.

"Si Tangan Besi buka warung kopi?" Luki menyandarkan dirinya di ambang pintu, tangannya disilangkan di dada. "Ini rencana baru buat nyamar, ya?"

Anton menatap Luki sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya. "Gua udah pensiun, Luk. Cuma mau cari hidup yang tenang."

Luki tertawa sinis. "Orang kayak lu nggak bisa hidup tenang. Cepat atau lambat, masa lalu bakal nyeret lu balik."

Anton berhenti mengepel. Tatapannya dingin. "Kita lihat aja."

Selama beberapa minggu pertama, semuanya berjalan lancar. Warung kopi Anton mulai ramai. Orang-orang datang bukan hanya karena rasa kopinya yang enak, tapi juga karena ingin melihat apakah benar seorang mantan mafia bisa berubah jadi warga sipil biasa. Di Warkopnya tersedia berbagai varian, ada kopi espresso, latte, dan juga varian lainnya.

Tapi ketenangan itu tidak bertahan lama. Akan cepat berganti dengan ketegangan.

Suatu malam, ketika Anton sedang merapikan meja, telepon di konter berbunyi. Anton mengangkatnya, dan suara di ujung sana langsung membuat darahnya membeku.

"Bos Anton," suara itu berat dan dingin. "Kau pikir bisa keluar semudah itu?"

Anton terdiam. Jantungnya berdebar.

"Keponakanmu, Rina, ada di tangan kami sekarang. Kalau kau mau dia selamat, kau tahu harus melakukan apa." Suara penelpon itu tidak terdengar asing di telinga Anton, sudah lama ia mengenalnya.

Telepon terputus. Anton menggenggam gagang telepon erat-erat, matanya berkilat marah. Dalam hitungan detik, insting lamanya kembali muncul.

Pintu warung kopi terbuka, dan Luki berdiri di ambang pintu dengan tatapan serius. "Masalah?"

Anton menatap Luki tajam. "Mereka bawa keponakan gua."

Luki menghela napas panjang. "Gua bilang juga apa. Dunia lu nggak bakal ngelepas lu semudah itu."

Anton mengambil jaket kulit hitamnya dari gantungan. "Kalau mereka pikir gua bakal tinggal diam, mereka salah besar."

Luki menyeringai. "Gua ikut."

Anton menatap Luki sejenak, lalu mengangguk. "Kalau lu bikin kekacauan, gua bakal nyalahin lu."

"Kalau lu bikin kekacauan, gua bakal nangkep lu," balas Luki dengan senyum kecil. Luki ingin menguji kesungguhan Anton untuk keluar dari dari gelap ini.

Anton berjalan keluar, diikuti Luki. Malam itu, Anton tahu satu hal pasti—jalan keluar dari dunia gelap tidak akan semudah yang ia bayangkan. Tapi kali ini, dia tidak akan berjuang untuk kekuasaan atau uang. Dia berjuang untuk orang yang ia cintai. Dan untuk itu, dia rela menghadapi apa pun.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
32 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status