Home / Rumah Tangga / SUAMI AROGAN KENA BATUNYA / Intimidasi Terus Berlanjut

Share

Intimidasi Terus Berlanjut

Author: VincaFlower
last update Huling Na-update: 2024-05-04 22:23:49

Tujuh

 

"Kau wanita gila!" umpat Mahendra diantara nafas yang menyesak, dadanya turun naik menahan kesal.

 

Larasati hanya tersenyum kecut, menoleh sekilas pada raut yang  marah padam itu.

 

Bukannya merasa simpati atau ciut nyali melihat bara api yang berpendar di mata tajam itu, Larasati malah memberi isyarat lewat  gerakan dagunya agar Mahendra segera menjawab ponsel yang masih saja terus berdering.

 

Mahendra benar-benar tidak punya pilihan, selain menuruti perintah dari wanita yang telah mengklaim diri sebagai Ratu itu, dan seenak jidatnya menjadikan Mahendra ajudan.

 

Sungguh di luar nalar kelakuan wanita itu, tapi Mahendra bisa apa selain menurutinnya.

 

Lalu Mahendra pun menggeser tombol hijau di layar, segera pendengaran mendengar isak parau dari sana, Mahendra memperkirakan kalau Zaranya telah melewati malam dengan tangisan tiada henti.

 

"Sttt ... lodspeakernya jangan lupa."

 

Mahendra pun patuh dan segera menekan tombol yang di maksud sang Ratu.

 

"Mahendra ... apakah kau menikmati malammu  setelah menyakitiku?"

 

Larasati yang hampir selesai mengurus rambut panjangnya, tertawa kecil mendengar kesedihan dari seberang.

 

"Aku terluka Ndra ... aku sakit, tidakkah sedikitpun kau merasa khawatir?

 

Kau langsung mengakhiri hubungan kita sesaat setelah  menikah, padahal sebelumnya kau telah berjanji kalau pernikahan itu tidak ada artinya buatmu,  hanya pura-pura ..."

 

"Zara ..." Mahendra ingin menahan Zara mengulang semua yang telah ia janjikan, jangan sampai Larasati mendengar semuanya, bisa-bisa wanita itu semakin melebarkan cakarannya.

 

"Biarkan ia melanjutkan ucapannya." Mahendra tersentak, tiba-tiba saja Larasati sudah berbisik di telinganya serta ponsel sudah berpindah tangan.

 

"Katamu wanita itu tidak akan pernah kau anggap ada, ia tidak akan pernah berarti, ia hanya akan jadi perantara untuk kesembuhan Papamu, setelah Papamu membaik kau akan segera mengembalikan wanita polos dan dungu itu ke tempat asalnya ...

 

Kau katakan itu berkali-kali Mahendra, tapi di malam pernikahanmu semuanya langsung berubah, kau lupa akan janjimu itu..." Larasati hanya tersenyum mendengar kalimat demi kalimat yang terurai dari sama, ia juga tidak merasa sakit hati apalagi sedih, yang ada sekarang matanya semakin berbinar manatap Mahendra yang terlihat serba salah.

 

" Bicaralah seperlunya dengan nada sedatar mungkin." Larasati menyodorkan ponsel itu ke wajah Mahendra.

 

Mahendra menggeleng, tubuhnya pun tanpa disadari terhenyak ke atas ranjang, kedua tangannya memegang kepalanya, Mahendra merasa dirinya akan segera gila.

 

Bahkan wanita itu juga membatasi apa yang akan dikatakan dan nada bicaranya, dan lagi-lagi Mahendra tidak punya nyali untuk menolak.

 

Sementara isak tangis serta kata-kata meyayat hati masih saja bergulir dari dalam ponsel membuatnya semakin pustasi.

 

Ditambah tatapan penuh intimidasi diselingi dengan binar kepercayaan diri yang begitu besar terus mengawasi, bagaikan sebuah bom yang siap meledak jika sekejap lagi Mahendra mengulur waktu.

 

"Zara, kita akan bicara nanti. Kita bertemu sekitar jam 2 di tempat biasa."

 

Larasati puas, Mahendra benar-benar mengucapkannya dengan nada yang begitu datar, sehingga semakin memecahkan tangis di seberang sana.

 

"Benar Mahendra, kita harus bertemu. Aku butuh dirimu secepatnya, jam 2 terlalu lama..."

 

"Kau mau bertemu atau tidak? Jam 2 di tempat biasa."

 

Lalu dengan penuh emosional Mahendra merebut ponsel itu dari tangan Larasati, memencet tombol merah lalu membantingnya keras ke atas ranjang.

 

"Wanita seperti apa kau sebenarnya? Apa kau punya hati?" Mahendra geram, jemarinya pun telah spontan mencengkram rahang Larasati dengan keras, membawa wajah gadis itu mendongak paksa kepadanya.

 

Larasati terkejut, tapi kemudian ia tertawa keras sebentar lalu menantang mata mata merah berkaca-kaca Mahendra, sakit di sekitar dagu pun tidak dihiraukannya.

 

"Aku punya. Tapi tidak akan kumubazirkan untuk mengasihani kau dan kekasihmu itu." Larasati tetap berusaha menjaga nada suaranya agar tidak terdengar gemetar, ia tidak ingin Mahendra menangkap kegentaran dalam dirinya.

 

"Cih, Sombong sekali dirimu ini, menurutmu apa yang akan didapat dari segala paksaan serta ancaman murahan ini, selamanya hatiku tidak akan pernah memandang dirimu." Mahendra semakin kuat menekan kali ini jemari besarnya telah teralih ke sekitar rahang Larasati.

 

Larasati memejamkan mata sejenak, menepis cengkraman kuat itu juga percuma walau terasa akan merontokkan gerahamnya.

 

"Melihatmu tidak berdaya adalah kepuasan batin yang sempurna untukku, Mahendra.

 

Aku akan meruntuhkan segala keangkuhanmu, bahkan aku akan membuatmu bersimpuh dan tahkluk di kakiku..."

 

Mahendra terbelalak mendengar ucapan Larasati, tanpa sadar ia telah melepaskan cengkramannya.

 

"Kau ..." Sangat jelas kemarahan yang telah menguasai Mahendra, sehingga telunjuknya yang diarahkan pada Larasati terlihat bergetar.

 

"Tapi aku tidak akan memintamu melakukan sekarang, akan ada saat yang tepat kau sendiri dengan sukarela akan melakukannya.

 

Sekarang  kendalikan dirimu itu,  kau tidak diizinkan mengangkat telunjuk maupun mengeraskan suara padaku. Tapi karena kau masih dalam masa percobaan, maka kali ini akan aku maklumi.

 

Cepatlah bersiap, banyak yang akan kulakukan hari ini, belanja, ke salon, dan mengurus hal-hal yang kukatakan semalam." Larasati mendorong dada Mahendra, kemudian ia pun berlalu kembali duduk di meja rias.

 

Bibir Mahendra terkatup rapat, matanya masih menyala mengikuti gerak gerik Larasati, tangannya terkepal erat, gemetar tubuhnya masih tersisa.

 

Lalu ia pun beranjak memasuki kamar mandi, menutup pintu dengan kasar dan segera bersandar di sana. Tubuhnya begitu terasa lemas, kepalanya pusing, mungkin karena ini kali pertama ia tidak bisa meluapkan kemarahannya.

 

Mahendra beranjak  menyalakan shower ke level paling atas, membawa tubuhnya masuk ke dalam derasnya air, tapi kesejukan itu belum mampu mendinginkan bara dalam dirinya.

 

Lantas ia pun meninju dinding berkali-kali dengan sekuat tenaga. Sembari berteriak-teriak.

 

"Gila! Aku benar-benar akan menjadi gila! Aarghh!"

 

 

 

 

 

 

 

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
biar km gila sekalian Mahendra thoer kq g up up
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Semua Terselesaikan

    55"Bisa-bisa aku mati kerena stress! Entah kemana pergi si Bos besar, apa ia tidak takut perusahaannya yang besar itu kocar-kacir ditinggalkannya begitu saja!" Narendra meluapkan kekesalannya pada semua orang yang tengah bersiap menikmati sarapan pagi."Tanpa berpikir dia meninggalkanku tanggung jawab yang nggak main-main besarnya, pada anak bawang sepertiku.Bahkan kalaupun aku sudah berada di perusahaan itu berpuluh tahun, aku tetap tidak punya bakat untuk memimpin, lha ini, bahkan sejak Papa meninggalkan belum sekalipun aku menginjakkan kaki di sana!" Pemuda yang ketampanannya melebihi Abangnya itu menghempaskan bokongnya pada kursi, tanpa menghentikan omongannya."Tiba-tiba saja aku harus seperti orang gila, melakukan pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang tidak kukenal, membicarakan hal-hal yang bahkan tidak kumengerti!" Ia kemudian meraih segelas susu lalu menenggak hingga tandas.Semua orang yang berada di meja makan tersebut hanya terdiam mendengar umpatan kekesalan Nar

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Merenda Kasih

    49Larasati termanggu menatap pantulan wajahnya di kaca. Ia gelisah, merasa suasana kamarnya saat ini terasa begitu lain dari biasanya.Tentu saja, saat ini bukan dia dan Ammar yang tengah terlelap saja yang berada dalam ruangan temaram itu, suara gemercik air dari kamar mandi seakan memacu detak jantungnya.Perlahan Larasati meraba wajahnya, bias lampu tidur yang memang sengaja telah di pasang tidak mampu menyembunyikan rona kemerahan di kedua pipinya.Dan kemudian debar di dada Larasati semakin menyentak, ketika ia tidak lagi mendengar suara gemercik air, pertanda seseorang di dalam sana sudah akan segera selesai.Benar saja, tidak berapa sesudah itu, pintu kamar mandi telah terbuka, menampilkan sosok bertelanj*ng dada dengan handuk melilit di bawah pusar.Malangnya Larasati tidak bisa untuk tidak melihat ke arah itu, alhasil tenggorokannya seakan kering dengan mata yang seperti lupa cara untuk berkedip. Mahendra menyadari kalau Larasati begitu gugup, tapi lewat tatapan mata bulat

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Pembicaraan 3 Pria

    53Sore dengan lembayung jingga kemerahan di langit, di sebuah lapangan rumput yang cukup luas, yang difungsikan sebagai tempat permainan anak-anak. Tenda-tenda raksasa tersedia, menyediakan bermacam-macam aneka wahana ala temzone, di bawah naungan pohon-pohon kanopi yang rindang.Di antara kerumunan anak-anak dan para orang yang tengah menemani para buah hati mereka bermain, nampak dua orang pria dewasa yang terlihat paling mencolok dan menjadi pusat perhatian yang lainnya.Dari segi pakaian saja sudah bisa ditebak kalau mereka bukan berasal dari kalangan biasa-biasa saja, tapi dua orang itu tidak begitu memperdulikan tatapan keingin tahuan berpasang-pasang mata. Mereka yang tidak lain adalah Mahendra dan Ruhan, saling mengawasi Ammar yang tenggelam dalam keasyikan menikmati puluhan wahana permainan.Setelah agak beberapa lama, mereka merasa Ammai sudah mulai bodami dan terlihat lelah, lalu mereka mengajak bocah itu menepi dari hiruk pikuk, membawanya last sebuah ayunan yang terpa

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Menuju Bahagia

    52Mahendra menatap bangunan sederhana tapi begitu ekstetik yang sepertinya sembilan puluh sembilan persen sepertinya terbuat dari kayu gaharu. Bertingkat dua dengan desain minimalis, yang nampak terdecorasi sedemikian rupa elegan, sehingga rumah yang kelihatannya merangkap sebagai cafe itu terlihat begitu nyaman untuk disinggahi.Memiliki halaman yang cukup luas, di setiap sudut terdapat berbagai macam tanaman serta bunga-bunga. Tidak ketinggalan bunga-bunga bonsai yang serupa sanggul besar dan pohon-pohon Bougenville bermekaran bermacam ragam warna. Dan kala angin semilir berhembus, beberapa kuntum bunga berjatuhan di meja-meja yang tertata rapi di sana.Cafe itu terletak tidak jauh dari danau buatan yang dulu disinggahi Mahendra. Hanya satu belokan dari sana. Tempat itu terlihat misterius di mata Mehendra, karena di sana Larasati menyembunyikan dirinya selama bertahun-tahun. Tidak sedikitpun terendus oleh Mahendra, walau nyatanya ia sudah sering sekali melewatinya setiap pulang d

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Akhirnya

    51"Pak, hari ini adalah jadwal meeting tahunan dengan presiden direktur Lucindo group. Aku harap anda tidak lupa." Angga mematut punggung lebar Bosnya yang tengah berdiri di dinding kaca, yang menampilkan pemandangan dari ketinggian gedung 30 lantai tersebut."Aku ingin mengakhiri segala kerja sama dengan Lucindo group. Apa itu memungkinkan?" Tatapan Mahendra jauh keluar hinggap di puncak-puncak gedung pencakar langit di sekitar.Angga membeliak, tidak menyangka Bos-nya akan bicara seperti itu."Atur pertemuanku dengan Ruhan, tanpa staf, hanya aku dan dia.""Pak, anda tidak bisa ....""Aku bisa, perusahaan ini tidak akan bangkrut hanya karena aku memutuskan segala kesepakatan dengannya, tapi kalau aku tetap bekerja sama dengannya maka aku yang akan hancur setiap saat setiap waktu."Angga hanya geleng-geleng kepala mendengar keputusan tiba-tiba Mahendra. Sementara dia tahu, kalau beberapa tahun ini, Corpotion group sangat ketergantungan dengan Lucindo group. Mereka telah bekerja sam

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Konspirasi

    50Mahendra merasa tidak ada lagi manfaat nyawanya masih melekat di badan, setelah apa yang terjadi, tidak ada gunanya lagi dia tetap hidup. Jiwanya seakan terpental jauh, isi dadanya terasa hangus, seakan sekeping daging merah yang bersemayam di sana telah berhenti berdetak, menghitam setelah terbakar oleh kobaran luka di mata Larasati.Sekarang pria itu seakan hidup tanpa hati, tanpa tujuan, hampa dan berlumur kesakitan. Ia bergerak tapi seakan lumpuh, matanya terbuka tapi seakan terpejam, ia masih bernafas tapi seakan mati.Malam telah merangkak, mobilnya terus bergerak pelan membelah jalan, matanya kosong menatap lurus ke depan, tiada emosi yang tersimpan di raut wajahnya, selain sebuah kehambaran.Gerbang rumah besar itu segera terbuka saat para penjaga menyadari kedatangannya, mobil itupun berbelok memasuki perkarangan.Mahendra menoleh pada beberapa mobil yang berderet di sana, lalu matanya menatap pintu utama rumah yang tengah terbuka.Matanya tiada berkedip, nafasnya kembali

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status