Share

Bab 0003

"Kau sedang tidak punya pilihan! Cepat tanda tangani atau kita semua akan kehabisan waktu. Aku tahu kau merasakan malu karena kekasihmu itu menikah dengan Bosmu sendiri bukan?" ucap wanita bernama Hanna itu dengan sangat percaya diri.

Satya berdehem kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya. Meski benar dia baru saja kehilangan kekasih dan sekaligus merasa dipermalukan oleh pernikahan kekasihnya itu, tapi untuk Satya hal tersebut bukanlah urusan dari orang lain, sehingga wanita dihadapannya yang juga tak dikenalinya itu bisa mengatakan hal tersebut.

"Dengar! Sepertinya ada salah paham di sini, sebaiknya aku pulang sekarang juga dan urusan kita selesai. Tante Hanna, aku tidak mau banyak masalah dengan orang lain apalagi denganmu," ucap Satya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling arah di mana sekitar delapan orang pria berbadan tinggi tegap dan kekar berdiri mengelilinginya di ruangan kerja yang sangat eksklusif tersebut.

Wanita berusia empat puluhan di depannya yang dipanggil Staya dengan Tante Hanna itu pun tersenyum.

"Satya! Kau bukan hanya telah kehilangan kekasihmu, tapi kau juga kehilangan pekerjaanmu dan di luar sana sepertinya orang-orang dari perusahaan sedang menunggumu untuk meminta ganti rugi. Semua itu terserah padamu, tapi pikirkan juga keluargamu di kampung. Bukankah mereka juga membutuhkan biaya darimu? Dua orang adik sepupu dan seorang nenek, aku yakin kamu juga tidak ingin membuat mereka mati karena kelaparan bukan?" ucap Hanna dengan sangat dingin sambil menyodorkan sebuah map berisikan selembar surat kepada Satya.

Satya meneguk salivanya dengan sangat kasar. Tubuhnya mendadak penuh dengan keringat dingin. Semua hal yang selama ini dirahasiakannya terkuak begitu saja oleh seorang wanita yang sedikitpun tidak pernah dikenalinya.

"Bagaimana Anda bisa mengetahuinya?" tanya Satya penuh selidik.

Hanna tersenyum kecil. "Hanya dengan mengatakan beberapa kalimat saja, sepertinya aku bahkan bisa membuatmu mendekam dipenjara karena masuk diam-diam ke dalam gedungku!" Hanna menjawab dengan kalimat yang semakin membuat Satya tersudut.

Ya, dia tahu benar jika tadi dia masuk dengan begitu saja ke dalam Soedibyo Group.

"Nyonya, diluar sana perwakilan Deluxe Vision menunggu tamu Anda," ucap salah seorang penjaga.

Hanna tersenyum lalu dengan sebuah gerakan ujung jari pekerjanya itu pun kembali menjauh dari mejanya.

"Bukan sedikit, mereka meminta ganti rugi ratusan juta bukan? Ayolah uang itu jauh lebih dari cukup untuk menutupi hutang-hutangmu kepada Deluxe Vision demi harga dirimu dan apa kau tidak melihat tunjangan kerja yang aku tawarkan?" Kalimat panjang Hanna sambil duduk menyandarkan tubuhnya dengan sangat tenang pada kursi dan memutar-mutarnya beberapa kali.

"Apa pekerjaanku?" tanya Satya dengan sedikit lebih tegas.

"Ini, adalah aturan pekerjaanmu!" jawab Hanna sambil menyerahkan lembaran kecil yang sepertinya ditulis oleh tangan Hanna sendiri.

"Apa ini? Aku tidak akan menandatanganinya aku tidak tahu apa pekerjaanku sehingga aku harus menandatanganinya sekarang aku bukan orang yang bodoh, "ucap Satya sambil menyodorkan kembali surat tersebut kepada Hanna. Pada detik yang sama, Hanna menahan dokumen tersebut dan mendorongnya kembali ke arah Satya dengan jemari tangannya yang terlihat lembut nan lentik dengan sapuan warna cat pastel menghiasi setiapujung jemarinya.

"Tanda tangani sekarang sebelum aku berubah pikiran dan membiarkan para pengawalku membuatmu babak belur. Waktumu tidak banyak Satya Wijaya. Tanda tangani sekarang juga!" ucap Hanna dengan sorot yang tajam memandangi Satya.

Degg!

Detik itu juga, Satya merasakan ada hal yang mendesir hebat di dalam dadanya. Sorot tajam dari Hanna yang semula begitu terlihat mengintimidasi entah kenapa dirasakannya justru seperti sorot yang penuh permohonan dan permintaan tolong. Ada kecemasan dan gurat kesedihan yang memilukan di dalam mata kecoklatan Hanna yang terbungkus softlens itu dan anehnya, hal tersebut membuat bathin Satya mendadak bergetar hebat.

Satya menarik nafas panjang dia berusaha berpikir, hingga sebuah pesan kembali masuk ke dalam ponselnya. Pesan itu berasal dari salah seorang tetangganya di kampung yang mengatakan jika sang nenek kembali sakit keras dan membutuhkan biaya untuk pengobatannya.

"Nenek," batin Satya.

Usia lanjut sang nenek membuat wanita tua renta itu seringkali sakit. Belum lagi beban sang nenek yang harus mengasuh kedua sepupunya membuat hari-hari sang nenek menjadi semakin keras. Satya duduk dengan kekalutan yang semakin besar. Urat syaratnya menegang, sementara itu bola matanya terus membaca lembaran surat didepannya.

Dia kemudian menarik nafas panjang, membaca ulang surat yang disodorkan oleh Hanna tersebut dengan penuh kebingungan dan akhirnya menandatanganinya.

"Bagus, kau sudah membuat keputusan yang bagus!" Hanna segera menarik lembaran kertas di depan Satya itu dan menyerahkannya kepada sang asisten.

Satya membuang nafasnya dengan kasar dan segera menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, mencoba menenangkan diri.

"Dan ini, aturan pekerjaanmu!" Hanna menyodorkan secarik kertas dengan tulisan tangan.

ATURAN KERJA!

1. KAMU AKAN BEKERJA SEUMUR HIDUP KEPADAKU, 24 JAM SEHARI, 7 HARI SEMINGGU.

2. AKU BEBAS MELAKUKAN APAPUN PADAMU.

3. JARAK TERJAUHMU HANYA DUA LANGKAH DARIKU.

Bola mata Satya melebar dengan seketika.

"Ini aturan apa?" protes Satya.

"Aturanmu bekerja! Baca baik-baik, dan terapkan! Bagus, ayo semuanya sudah siap. Lakukan sesuai dengan yang kuperintahkan pagi tadi. Aku tidak mau ada kesalahan," ucap Hanna sambil langsung mengerlingkan bola matanya kepada Satya.

"Baik," ucap Satya sambil segera bangun dari duduknya.

"Jangan lupa! Kau sudah menandatanganinya dan ini berlaku seumur hidup dengar mulai sekarang, 24 jam kau adalah milikku dengan semua tunjangan dan fasilitas yang akan aku berikan. Jadi kau tidak punya alasan untuk membantahku, kau mengerti?" ucap Hanna sambil bangun dari duduknya dan segera melangkah pergi.

"Mengerti Tante," jawab Satya.

Pemuda itu masih duduk di tempat duduknya ketika Hanna sudah mencapai pintu. Hal ini membuat wanita itu menghentikan langkahnya dan langsung menoleh ke arah Satya.

"Kau baca aturan kerjanya? Aturan nomor tiga, jarakmu tidak boleh lebih dari dua langkah dariku di manapun kita berada!" ucap Hanna tegas.

Gleg!

Satya meneguk salivanya dengan sangat kasar.

"Kalem kalem tapi kayak monster!" batin Satya sambil menggulungkan ujung kemejanya lalu melangkah menghampiri Hanna dengan hati yang menggondol kesal.

Mereka melangkah keluar dari ruangan kerja.

"Satya! Satya Wijaya! Heyy, kami ke sini hendak menjemput pria perusak itu!" teriak sang manajer yang sangat dikenali Satya begitu lantangnya.

Satya merasa tak enakan, dia cemas jika masalah akan berlanjut.

"Urus mereka dan atur ganti ruginya lima kali lipat," ucap Hanna kepada sang asisten saat melihat rombongan Deluxe Vision yang hendak menjemput Satya.

"Lima kali lipat? Itu terlalu mahal?" Satya memprotes.

"Kenapa? Itu uangku, dan itu untuk menyelesaikan masalahmu juga kan!" ucap Hanna sambil terus melangkah.

Satya terdiam, dia bisa melihat wajah senyum sang manajer di belakang sana ketika asisten Hanna membayar ganti rugi atas kerusakan yang dilakukan Satya.

"Kita mau ke mana?" bisik Satya kepada salah satu pengawal yang tetap mengikuti langkahnya dengan Hanna

Tidak ada yang menjawabnya.

"Ayo naik," ucap Hanna sambil menarik lengan Satya.

"Apa yang kau lakukan Tante? Aku bisa pakai mobil yang lain dengan mereka," ucap Satya ketika Hanna menarik lengannya masuk ke dalam mobil untuk duduk di bangku di sebelahnya.

"Kau bisa membaca dan mengingat kan? Semua aturan itu terus berlaku tanpa jeda," tegas Hanna sambil membelalakkan matanya kepada Satya.

"Tentu Tan," sahut Satya sambil melangkah masuk ke dalam mobil dan segera mengatur posisi duduknya di sebelah kanan Hanna.

"Good, dia bebas melakukan apapun kepadaku. Oke ... baiklah, tiga aturan yang sangat mematikan," batinnya.

"Kau tidak akan bekerja keras, kau hanya perlu mematuhiku dan semua uangku juga fasilitas lain, tunjangan dan bonus akan kau dapatkan. Sial! 24 jam bersamamu itu jauh lebih buruk daripada apapun," batin Satya di dalam hatinya sambil melirik ke arah Hanna yang duduk sambilmenyandarkan tubuhnya dengan tangan seidkit memijat bagian keningnya.

Sejenak, Satya meragu. Dia seolah tengah melihat sisi lain dari Hanna. Sesuatu yang sangat berbeda.

"Kita akan ke rumah, kau harus mulai menghafalkan semua ruanganku di dalam rumahku dan juga semua properti yang aku miliki. Tidak ada satupun yang boleh kau lupakan, bahkan semua jadwalku kau harus mengetahuinya. Asisten Daris, dia akan mengajarimu semua hal mengenai aku," ucap Hanna sambil duduk dengan tenang kembali di bangku ini kursinya. Pandangannya menerawang jauh keluar.

Satya mendengarkannya dengan seksama. Dia terus memandangi ke arah kiri, dia melihat Hanna menarik nafasnya dengan sangat panjang dan berat sebelum akhirnya memalingkan wajah dan menghadap ke arahnya.

"Kau sedang apa?" tanya Hanna terkejut.

Satya yang terciduk tengah memandangi wanita itu pun segera membuang wajahnya ke arah berlawanan.

"Tidak ada Tan, hanya saja tadi kebetulan sedang melihat ke arah sana," kilah Satya.

"Baiklah, mulai sekarang ... panggil aku dengan kata Sayang! Di hadapan semua orang, tapi tidak saat kita hanya berdua! Kau mengerti?" ucap Hanna dengan wajah kesal mengatakannya.

"Hahh? Maksudnya?"

"Sudahlah, lakukan saja dan jangan banyak bertanya. Kau tidak punya hak untuk terus bertanya, ingat kau bekerja untukku," ucap Hanna mendadak emosi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status