LOGIN“Hiatttt!”
Qi Anfa mengayunkan pedang dewa ke arah Sura, tapi tebasannya berhenti di udara. Matanya melebar saat menyadari—Sura kini sudah berdiri tepat di hadapannya.
“Aku tak menyangka kau punya nyali sebesar ini untuk datang kembali ke sini,” ucap Sura dengan suara datar namun menekan. “Apa kau sudah bosan hidup?”
“Kapan dia berdiri di depanku?! Aku bahkan tidak bisa merasakan kehadirannya… Matilah aku!” gumam Qi Anfa panik dalam hati.
Sura menatapnya tajam, lalu dengan satu gerakan ringan menarik artefak pedang dewa dari genggaman Qi Anfa tanpa perlawanan berarti. Pedang itu seolah mengenali pemilik aslinya dan langsung bergetar lembut di tangan Sura.
“Oh, aku tahu! Kalian pasti takut tidak bisa menang karena ketiga iblis itu, kan? Tenang saja, aku akan meminta mereka bertiga untuk tidak ikut campur!” teriak Sura sembari menginjak-injak kepala wanita tetua elit kedua yang terbenam di tanah.“Hahaha!” Tetua elit pertama dan ketiga tertawa bersamaan. “Apa kau yakin?” balas tetua elit pertama dengan nada menantang.Sura menoleh ke arah tiga iblis pengikutnya. “Kalian bertiga, turunlah! Tidak perlu membantuku. Tinggalkan mereka berdua. Biarkan mereka bermain denganku.” Nada suaranya tenang, tapi penuh wibawa.“Baik, Master Agung,” jawab ketiga siluman serempak, memberi hormat dengan penuh rasa hormat dan gentar.
“Hiatttt!”Qi Anfa mengayunkan pedang dewa ke arah Sura, tapi tebasannya berhenti di udara. Matanya melebar saat menyadari—Sura kini sudah berdiri tepat di hadapannya.“Aku tak menyangka kau punya nyali sebesar ini untuk datang kembali ke sini,” ucap Sura dengan suara datar namun menekan. “Apa kau sudah bosan hidup?”“Kapan dia berdiri di depanku?! Aku bahkan tidak bisa merasakan kehadirannya… Matilah aku!” gumam Qi Anfa panik dalam hati.Sura menatapnya tajam, lalu dengan satu gerakan ringan menarik artefak pedang dewa dari genggaman Qi Anfa tanpa perlawanan berarti. Pedang itu seolah mengenali pemilik aslinya dan langsung bergetar lembut di tangan Sura.
“Karena kau lebih memilih mati! Maka aku akan mengabulkannya! Pergilah ke neraka, dan mohonlah kepada Raja Yamah agar kau dilahirkan kembali dalam keadaan yang lebih baik!” Qi Anfa mengerahkan Qi setan berwarna ungu pekat, mengarahkannya langsung ke tubuh Lin Boa yang sekarat.BAM! Tiba-tiba, sebuah serangan dahsyat meluncur dari arah lain dan menghantam tanah tepat di depan Qi Anfa. Ledakannya membuat debu dan asap pekat menyelimuti seluruh area.“Iblis Siluman Rubah!” Qi Anfa tersungkur, terkejut karena nyaris terkena serangan itu.“Nyalimu cukup besar, kadrun tengik! Beraninya kau menyakiti murid Master Agung! Apa kau sudah bosan hidup?” Suara Si Yelong mengg
“Hey! Banteng bodoh! Kau tinggal jatuhkan batumu saja. Apa yang kau pikirkan sampai selama itu? Ini cuma permainan, bukan duel yang bisa menghilangkan nyawa!” desak Sura dengan nada kesal.“Tenang-tenang, Master! Tolong jangan mendesakku! Kalau terus ditekan begini aku malah makin bingung!” Sen Butao akhirnya melempar batu bergambar Raja Phoenix ke tengah meja.“Hahahaha! Aku menang lagi!” seru Sura sambil tertawa puas, mengambil batu kemenangan untuk kesekian kalinya.“Ahk! Ini semua salah kalian berdua! Kalian terus mendesakku sampai aku tak bisa berpikir dengan benar!” Sen Butao menghentakkan kaki, wajahnya penuh frustrasi karena tak pernah sekalipun menang.“Hei, banteng sialan! Kita semua t
“Yos! Akhirnya aku punya tambahan tenaga kerja untuk jadi pelayan di kediaman ini. Sekalian nanti bisa kucari suruh mereka berburu makanan dan daging untukku.”Sura terkekeh kecil, tertawa licik sambil membalikkan badan.“Master Yang Agung!” seru Brender sambil membungkuk dalam. “Karena Yang Mulia hendak beristirahat, izinkan aku pergi berburu makanan untuk dipersembahkan kepada Yang Mulia Master dan Nona Lin Boa.”“Oh?” Sura meliriknya. “Memangnya kau mau menangkap hewan apa?”Si Yelong menyela cepat, “Mungkin Tuan Master belum tahu, di bawah gunung ini ada rusa tanduk emas. Dagingnya luar biasa lezat—empuk, kenyal, dan penuh energi. Katanya, siapa pun yang memakannya akan
“Ya, sama! Aku juga merasa ranahku meningkat lagi!” seru Si Yelong dengan wajah memerah. Tubuhnya terasa hangat dan bergetar hebat, seperti tersentak oleh sensasi luar biasa yang membakar darahnya. Hasrat rubah di dalam dirinya bangkit, membuat auranya memancar dengan cahaya emas kemerahan yang memukau.Namun sebelum sempat mereka merayakan kenaikan itu, langit tiba-tiba bergemuruh keras. Petir menyambar ke segala arah, memecah udara dan menghancurkan pepohonan serta bebatuan di sekitar kediaman. Suara ledakannya mengguncang bumi.Petir malapetaka muncul—amukan langit bagi mereka yang menentang takdir.Suara menggelegar menggema dari langit, seolah jiwa langit itu sendiri tengah berbicara dengan amarah membara. “KAU LAGI! KAU LAGI! Manusia sombong yang selalu menentang tatananku!” Suara itu menggema, berat dan penuh kemarahan. “Kau telah mengubah takdir satu orang, dan kini tiga orang sekaligus! Kau pikir aku akan diam saja? Aku akan membunuh mereka bertiga, agar kau tahu bahwa mene







