Sorot mata Zen kian menajam hingga manik pekatnya membulat. Mendengar pengakuan Lea membuat pria itu semakin tercengang. Benarkah yang dikatakannya? Bahwa wanita itu sekarang dapat melihat?
“Ya, Zen. Penglihatanku sudah kembali. Aku dapat melihat semuanya.” Lea tersenyum pada Zen lalu mengusap wajah pria itu. “Aku … merindukanmu,” ucapnya dengan sepenuh hati.
Ibarat kain hitam yang digunakan untuk menutup sebuah lampu, kain tersebut sudah berlubang di beberapa bagian hingga cahaya terang menerobos keluar. Maka seperti itulah kondisi hati Zen saat ini. Di mana sebuah cahaya yang bernama cinta bersembunyi di balik ambisi dan kekuasaan, kini mencoba untuk menerobos keluar melalui celah-celah kecil di dalam hatinya.
Perasaan hangat yang menjalar melalui tatapan dan senyum Lea mampu menembus dada Zen hingga menimbulkan getaran aneh yang mengusik jiwa pria itu. Kemudian Zen menggerakkan tangan untuk menyentuh tangan Lea yang ada di wajah
Setelah dinyatakan pulih oleh Clint, Lea diperbolehkan mrninggalkan ruang perawatan. Menuruti apa yang diperintahkan oleh Zen, wanita itu sama sekali tidak mengatakan pada orang lain bahwa dirinya sudah mendapatkan penglihatannya kembali—termasuk kepada Clint.“Hati-hati,” ucap Clint ketika Lea hendak turun dari ranjang.Terlalu lama berbaring di atas tempat tidur, membuat kaki Lea terasa kaku saat digerakkan.“Oh, kakiku terasa kaku dan kebas. Harusnya selama aku koma, kau pasang sesuatu di kakiku supaya ada pergerakan yang membuat peredaran darahku normal,” ujar Lea.Clint terkekeh mendengar ucapan konyol Lea, namun dia tidak menanggapinya. Pria itu hanya memberi arahan dan memosisikan tangan di dekat tubuh Lea untuk berjaga-jaga jika wanita itu membutuhkan bantuan.“Ayo, aku akan mengantarmu kembali ke kamar,” kata Clint.Dalam kondisi yang berpura-pura buta, tentu Lea menerima tawaran itu. Akan s
Deru napas lirih yang teratur, terdengar saling bersahutan. Dua insan yang telah menghabiskan waktu selama berjam-jam dengan saling memberi kenikmatan itu kini terlelap, mengistirahatkan raga yang penuh dengan peluh sisa-sisa kenikmatan yang beberapa saat lalu menerbangkan mereka hingga ke langit ketujuh.Geliat pelan si wanita membuat kelopak mata yang membungkus netra pekat si pria perlahan terbuka. Hal pertama yang pria itu lihat adalah surai halus yang bersandar di dada bidangnya. Sebuah senyum tipis tercetak dari bibir si pria ketika satu tangannya bergerak mengusap surai si wanita.“Kau memang yang terbaik, Sweet Cake,” ujar pria itu lirih yang menyerupai gumaman.Bukannya segera bangun, Zen justru mempererat pelukannya pada tubuh polos Lea yang terbungkus selimut tebal berwarna putih, senada dengan sprei yang telah kusut di bawah tubuh mereka. Hingga akhirnya pria itu kembali terlelap.Beberapa saat kemudian, ketika Zen masih terbuai da
Ucapan Zen tentang apa yang akan terjadi esok hari di labirin membuat Lea tidak bisa tidur hampir semalaman. Wanita itu terus memikirkan apa yang akan dilakukan Zen di sana.“Apa ini ada hubungannya dengan orang yang mendalangi semua kecelakaan yang terjadi?” gumam Lea saat Zen meninggalkannya untuk urusan pekerjaan bersama Arthur. Entah pekerjaan macam apa yang pria itu lakukan di tengah malam seperti itu.Wanita tersebut melihat jam yang ada di atas nakas. Sebentar lagi matahari akan terbit dan kedua matanya tidak mau terpejam. Hati Lea terus gelisah karena firasat buruk yang dia rasakan tentang kejadian di labirin.Untuk itu Lea memutuskan turun dari ranjang dan melenggang ke kamar mandi. Memosisikan diri di bawah kucuran air dari shower, wanita itu membasahi seluruh tubuhnya mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Rasanya jauh lebih baik sekarang,” ujar Lea di depan cermin yang ada di walk in closet.Dengan hanya mel
Ketika roda dari kursi yang diduduki Lea behenti bergerak, wanita itu berpura-pura tidak tahu bahwa mereka berhenti di dalam sebuah ruangan kosong dengan sebuah lampu gantung yang berada di tengah-tengah ruangan. Jangan lupakan lorong sepi yang membawa mereka menuju ruangan tersebut. Tak ada penjaga yang tampak melintas. Terlebih lagi, ruangan ini berada di dalam sebuah ruangan lain yang lebih besar. Lea mulai berpikir bahwa ini akan menjadi sebuah perjuangan yang sulit untuknya. Wanita itu memperkirakan kemungkinannya untuk keluar dari ruangan itu dalam keadaan hidup hanya akan berada dalam kisaran tak lebih dari 25%. Ya, 25% dengan mengandalkan keberuntungan. Antara Matt yang menemukannya sebelum mati di tangan siapa pun bedebah ini atau Zen kembali ke mansion di saat yang tepat.“Apa kita sudah sampai?” tanya Lea berpura-pura bodoh.“Sudah, Nona. Kita sudah sampai,” jawab si pelayan.“Tapi … kenapa di sini terasa han
Tidak! Ini bukan saatnya untuk pasrah dan menyerah dengan keadaan. Mengharapkan bantuan yang belum tentu datang, rasanya sama saja dengan menyerahkan nyawa pada Heather.“Tidak … aku tidak boleh menyerah,” desis Lea.Wanita itu mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk bangkit. Lea tengah mengumpulkan semua kekuatan yang dia miliki ketika Heather menjambak rambutnya dan memaksa kepalanya menengadah.“Gigih sekali kau melindungi wajah itu, Jalang Kecil! Khawatir Aberdein akan mencampakkanmu, hah?” Heather tesenyum miring dengan embusan napas keras yang menerpa sisi wajah Lea.Sebenarnya bukan wajah, melainkan kepala. Sejak pukulan dan tendangan itu mendarat di tubuhnya, wanita tersebut menelungkupkan lengan di sekitar kepala dengan lutut ditekuk ke perut, meringkuk seperti bayi.Seseorang pernah berkata padanya seperti ini, “Ketika sedang bertarung, yang perlu kau ingat adalah … kepalamu adalah nyawamu.”
Kebingungan yang dirasakan Clint dan Lea semakin menjadi. Mereka masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Zen.“Tunggu dulu,” ucap Clint menginterupsi kebingungan yang ada, “apa yang kau maksud dengan Lea melakukan bagiannya dengan baik? Apa kau sedang merencanakan sesuatu di luar rencana yang sudah kita buat?” selidiknya.Lea yang semula memusatkan pehatian pada ucapan Clint, kini beralih melihat pada Zen dengan tatapan menuntut penjelasan. Namun … sebentar! Rencana? Rencana apa lagi yang mereka buat di luar sepengetahuan Lea? Ah, ternyata mereka sudah membuat rencana bersama sebelum kejadian pagi ini nyaris merenggut nyawa wanita itu. Tak heran jika Clint sama sekali tidak terkejut dan terkesan biasa saja saat tahu bahwa Lea dapat melihat. Rupanya mereka memang sudah bicara sebelumnya.“Apa itu benar? Kau … kalian sengaja merencanakan semua ini?” timpal Lea seraya menunjuk pria-pria yang ada di ruanga
Saat itu juga Lea merasakan sendi-sendi di tubuhnya melemah. Kakinya terasa sangat lemas hingga tak mampu lagi menopang tubuhnya sendiri. Wanita itu terjajar ke belakang, sementara Zen sama sekali tak bergerak dari tempatnya.“Lea ….” Dengan sigap Clint menangkap tubuh Lea yang nyaris ambruk. “Kau tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian.Lea tak menjawab. Wanita itu masih terlalu syok dengan apa yang dia ketahui. Ryn? Rasanya masih sulit untuk dipercaya jika gadis itu yang melakukan semua ini. Lea memang merasa Ryn sedikit menyebalkan, tapi dia tidak pernah berpikir bahwa gadis itu mampu melakukan hal yang dapat membahayakan nyawa orang lain.“Kenapa, Lea?” Ryn tersenyum melihat reaksi wanita itu. Lalu dia melihat pada sang kakak yang tampak setengah mati menahan diri untuk tidak membunuhnya. Ryn tertawa, kemudian gadis itu kembali melihat pada Lea yang tampak pucat pasi.“Kau sudah melihat seperti ap
Semua yang tertinggal di ruang bawah tanah itu lemas melihat apa yang baru saja terjadi, bahkan Arthur sekalipun. Mereka terdiam di tempat, menyaksikan Ryn yang terjatuh dengan napas tersengal karena nyaris kehabisan darah.Clint mengerjap cepat sembari menggeleng kepala. “Bawa dia ke ruang perawatan!” perintahnya pada Arthur saat menyadari bahwa dia harus segera melakukan sesuatu atau Ryn akan benar-benar tewas kehabisan darah.Seperti baru saja kembali dari dimensi waktu yang berbeda, Arthur tergagap lantas berlari ke arah Ryn dan melepas rantai yang mengekang tangan dan kaki gadis itu. Meski sudah sering melihat darah, namun pria itu tetap bergidik ngeri saat melihat luka di tangan Ryn yang menganga lebar. Arthur melepas kaus yang dia kenakan lantas mengikatkannya pada luka gadis tersebut. Setelah itu, dia membopong Ryn keluar dari sel untuk dibawa ke ruang perawatan.“Ayo, aku harus mengobati kalian berdua.” Clint membantu Lea untuk b