Lokasi: Perpustakaan Akhir — Di Luar RealitasSetelah kejadian dengan Oblivion, Solace perlahan mulai menjadi kota yang “hidup”. Tak ada lagi sistem sempurna, tak ada lagi matahari yang selalu tepat waktu, tapi semua terasa benar. Namun, Elena belum bisa tenang. Di dalam dirinya, muncul mimpi-mimpi aneh… tentang lautan tinta, tangan-tangan tak terlihat yang menulis namanya berulang-ulang di langit kosong.Dan suara yang selalu membisik:“Kau bukan hanya tokoh cerita. Kau adalah pengingat. Kau adalah kunci.”Pada malam ke14 sejak Solace terbebas, terminal ∆₀ aktif sendiri. Ia membuka jalur dimensi baru yang belum pernah muncul sebelumnya.KODE LOKASI: ∇₁ – LIBER ARCHIVUMStatus: Terlarang. Waktu tidak berjalan di sana.Adrian, Rico, dan Elena memutuskan masuk. Begitu mereka melangkah, mereka tidak menemukan tempat... melainkan kesadaran.PERPUSTAKAAN AKHIRMereka tiba di ruangan tak berdinding. Di mana-mana, hanya rak-rak buku melayang di langit tak berujung. Tak ada gravitasi. Tak ada
Lokasi: Dunia Transkripsi — Antara CeritaTiga minggu setelah “penulisan ulang” realitas, dunia baru mulai berkembang dengan cepat. Karakter-karakter dari kisah lama menemukan versi baru diri mereka. Beberapa menjadi pahlawan, beberapa memilih damai.Namun malam itu, Elena memimpikan sesuatu yang berbeda.Dalam mimpinya, ada halaman yang tidak pernah ia tulis.Halaman yang… menulis sendiri.“Kami berasal dari margin. Dari kesalahan. Dari ide-ide yang dibuang,” suara itu menggumam dari kegelapan.“Dan sekarang, kamu telah membuka cerita. Maka kami juga akan menulis... dengan tinta kami sendiri.”Elena terbangun dengan keringat dingin. Di sebelah tempat tidurnya, ada selembar kertas yang tidak ia kenali. Tulisan bergerigi memenuhi halaman itu:“Kembalikan Halaman yang Dihapus. Atau kami akan mengambilnya.”— The ErrataMISTERI "THE ERRATA"Rico menyelidiki bersama tim pelacak naratif. Ia menemukan petunjuk mengejutkan.Di antara arsip ∆₀ yang selamat, ada file gelap. Terkunci. Tapi buka
Lokasi: Layer Meta — Teater RealitasPEMANGGILAN TERBUKABeberapa hari setelah kejadian di Void Margin, Elena mulai merasakan keanehan.Setiap kali ia berbicara… kalimatnya seperti bergema.Setiap kali ia melangkah, bayangan dirinya tertinggal setengah detik.Dan setiap malam, suara yang sama berbisik dari cermin:“Kau sedang dibaca…”Akhirnya, bersama Rico dan Adrian, mereka menemukan tempat baru di balik batas Solace: The Teater Realitas.Bangunan tua yang selalu tertutup, kini pintunya terbuka.Di dalamnya: ratusan kursi kosong menghadap ke panggung.Dan di atas panggung, berdiri sosok berjubah tinta, tak memiliki wajah, hanya mata mengamati di seluruh tubuhnya.The Proofreader.PENONTON TAK TERLIHATElena melangkah ke atas panggung. Ruangan berubah.Tiba-tiba ada tepuk tangan.Sorotan cahaya menyala.Dan suara bergema dari segala arah:“Mengapa kamu menolak akhir bahagia yang telah ditulis untukmu?”Elena menjawab: “Karena bahagia bukan berarti dibekukan dalam simulasi. Itu artifi
LOKASI: DIMENSI ECHO, PERPUSTAKAAN TERTINGGALStatus: Terlarang. Hanya bisa diakses oleh entitas yang pernah "dihapus".PERJALANAN MELINTAS CERITADua minggu setelah kehancuran Adrian Prime, Elena dan Rico mulai menyadari sesuatu yang... mengganggu.Setiap malam, mereka terbangun di tempat yang berbeda kadang di kapal luar angkasa, kadang di kota steampunk, kadang di reruntuhan dunia sihir. Tapi tidak pernah tempat yang sama dua kali.Dunia berubah setiap tidur.Realitas... tidak lagi stabil.Buku-buku mulai berbicara sendiri. Kaca mencerminkan wajah yang bukan milik mereka. Dan paling menyeramkan: suara narator muncul di kepala mereka, bercerita tentang tindakan mereka… sebelum mereka melakukannya.“Elena melangkah ke kanan, meski ia belum tahu kenapa.”Lalu kakinya bergerak... seolah dipaksa.“Ini gila,” bisik Rico. “Apa sekarang ada narator yang bukan kita?”JEJAK NARATOR YANG DITUTUPIMereka menemukan petunjuk di dalam Library Echo, bangunan tua yang berdiri di ruang antara dunia.
Lokasi: Dimensi -1 — Tempat Lahirnya Kata PertamaSEBELUM SEGALANYA TERTULISSebelum dunia, sebelum cerita, sebelum pikiran bisa merangkai narasi… ada Dia.Ia tidak punya nama. Tidak punya tubuh. Hanya kehendak untuk menceritakan.Ia tidak menciptakan dunia.Ia menciptakan kemungkinan.Dan dari kemungkinan itu, lahirlah kata pertama:“Jika…”Dengan satu kata itu, segala mungkin muncul: dunia-dunia dengan lautan merah, langit kertas, pohon yang bisa bermimpi.Setiap “Jika” membuka cabang.Setiap cabang jadi cerita.Dan cerita-cerita itu hidup… tumbuh… liar.PENULIS YANG KEHILANGAN KENDALIPenulis itu, yang kini dikenal sebagai Rewrite, dahulu mencintai kisah-kisahnya.Ia menulis dengan penuh rasa, memberi setiap karakter tujuan dan luka. Ia menangis ketika mereka mati. Ia tertawa saat mereka menemukan cinta.Tapi ada satu masalah:Mereka mulai memilih sendiri.Karakter-karakternya mulai menolak naskah.Dunia mulai menulis dirinya sendiri.Dan bagi sang Penulis… itu adalah pengkhianatan
LEGASI YANG TERBELAHLokasi: Dunia Fragmental — Pecahan RealitasPROLOGSetahun telah berlalu sejak Elena dan Rico menyatukan kembali dunia-dunia dan menuntun Rewrite kembali menjadi Penulis. Dunia kini bebas menulis dirinya sendiri. Tapi ada konsekuensinya.Di tempat-tempat di mana cerita tidak selesai... fragmen muncul.Potongan dunia. Potongan karakter. Potongan emosi yang tidak pernah menemukan akhir.Dan dari pecahan-pecahan itu… sesuatu bangkit.PERJUMPAAN DI DUNIA YANG GAGALElena terbangun di kota yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Langitnya berbentuk heksagonal. Orang-orang berjalan sambil setengah memudar karakter yang dibatalkan. Di kejauhan, suara tawa anak kecil berubah menjadi gema digital yang menyakitkan.Rico menyusulnya, memegang lembaran realitas yang koyak. “Ini dunia yang ditinggalkan. Fragmen cerita yang gak pernah selesai ditulis.”Tiba-tiba, dari bayangan sebuah bangunan separuh terbentuk, muncul sosok tinggi berjubah abu. Wajahnya tak punya mata, hanya lub
Pemimpin yang Tak Pernah DitulisLokasi: Jantung Kota DraftPemberontakan kisah, penculikan Penulis, perang narasiPEMBUKA: KEMUNCULAN NULLDi malam yang tak memiliki bintang, Kota Draft bergetar.Seluruh bangunan tinta menyala dengan kilatan kata-kata yang belum lengkap potongan kalimat, metafora patah, dan percakapan yang tak pernah selesai. Langit berubah menjadi lautan halaman koyak, melayang seperti abu.Di tengah pusat kota, singgasana tinta menyala untuk pertama kalinya.Dari celah retakan dunia, sesosok tubuh mulai terbentuk perlahan wajahnya kosong, tak memiliki mata, tapi mulutnya… penuh narasi. Suaranya bukan suara manusia, tapi gabungan dari ribuan genre: fiksi ilmiah, romansa, misteri, horor, puisi semuanya dalam satu desah lirih.Ia adalah Null.Dan ia bukan karakter. Ia adalah konsekuensi.“Aku dilahirkan dari paragraf-paragraf yang dibatalkan.Dari karakter yang tak pernah diberi motivasi.Dari kisah-kisah yang kalian kubur dengan kata ‘rewrite.’Sekarang… giliranku me
Lokasi: Margin, Dunia Karakter Terbuang & Gerbang Narasi PrimerTema: Pertempuran perdana, kehilangan identitas, dan pencarian memori AdrianPERTEMUAN PARA YANG TERBUANGDi ruang senyap penuh abu paragraf, Elena berdiri di hadapan para karakter buangan.Ada yang berasal dari kisah-kisah anak-anak yang tak pernah terbit, ada dari draf puisi cinta yang dibuang, dan ada pula yang tampak seperti pahlawan, tapi dengan lubang besar di bagian dadanya—bekas kehilangan narasi utama.Mereka menyebut diri mereka The Undone.Salah satunya melangkah maju. Sosok tinggi, berjubah kertas sobek, membawa pedang berbentuk pena retak.“Namaku Kael. Aku pernah jadi protagonis.Tapi kisahku dipotong di Bab 9.Sekarang, aku menulis dengan kemarahan.”Rico memandang sekeliling. “Apa kalian bisa bantu kami masuk ke pusat sistem?”Kael menatap Elena. “Kami tidak bisa masuk… tapi kami tahu siapa yang bisa.”PENUNJUK JALAN YANG TERLUPAKANKael membawa mereka ke reruntuhan pustaka yang hanya muncul di mimpi para
LOKASI: DIMENSI BAYANGAN - RUANG MEMORI TERLUPAKANSTATUS WAKTU: Tidak TerukurAdrian terbangun dengan napas terengah-engah, tubuhnya tergeletak di atas lantai batu yang dingin. Lorong yang penuh dengan bayangan kini hilang, digantikan oleh ruang besar dengan dinding berlapis cermin retak, masing-masing memantulkan bayangannya dalam bentuk yang terdistorsi.Ia mencoba mengingat bagaimana ia sampai di tempat ini, tapi pikirannya terasa kabur, seolah ingatan-ingatan itu terhapus seiring dengan langkahnya yang semakin dalam ke dalam dimensi ini."Di mana aku..." gumamnya, meraba pelipisnya yang terasa nyeri. Di sekelilingnya, cermin-cermin itu berderak pelan, suara retakannya seperti bisikan yang tak henti-hentinya mengganggu pikirannya.Di salah satu cermin, bayangannya muncul, namun kali ini berbeda. Bukan hanya sosoknya yang terlihat, tetapi juga kenangan yang lama terkubur dalam pikirannya. Ia melihat dirinya yang lebih muda, berlari di tengah hutan, berteriak ketakutan, dengan mata
LOKASI: DIMENSI BAYANGAN - LABIRIN MEMORISTATUS WAKTU: Tidak TerukurAdrian melangkah ke dalam lorong yang baru saja terbuka, napasnya masih berat, tubuhnya terasa semakin dingin. Lorong ini berbeda dari yang lain. Dinding-dindingnya terbuat dari batu kasar, berlumut, dan berdenyut pelan seolah memiliki nadi sendiri. Cahaya redup dari lentera yang tergantung di sepanjang lorong itu berkelap-kelip, seolah menyadari kehadirannya."Dimensi ini... semakin aneh," gumamnya, mencoba tetap fokus meski pikirannya mulai dihantui oleh bayangan gadis yang baru saja ia temui. Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia begitu mengenal tempat ini?Setiap langkah yang Adrian ambil menggema, seakan dinding-dinding labirin ini berbisik satu sama lain, menceritakan kisah yang tak pernah berakhir. Ia berhenti di sebuah persimpangan, tiga jalan bercabang di hadapannya, masing-masing menuju ke kegelapan yang sama pekatnya.Di dinding di depannya, ukiran samar muncul, berkilau dalam cahaya lentera:"HANYA YANG TIDA
LOKASI: DIMENSI BAYANGAN - AULA WAKTU TERHENTISTATUS WAKTU: Tidak TerukurAdrian melangkah semakin dalam ke lorong tanpa bayangan, merasakan setiap detik seolah membekukan darahnya. Udara di sekitarnya mulai berubah, lebih berat, lebih pekat, seolah menghirup napas dari sesuatu yang hampir mati namun masih bernafas dengan susah payah. Ketika akhirnya ia mencapai ujung lorong, ruangan besar terbuka di hadapannya.Ia berdiri di tengah aula megah yang penuh dengan jam-jam antik, masing-masing berdenting pelan, namun jarumnya tidak bergerak. Lantai marmer di bawahnya retak, memantulkan bayangan-bayangannya sendiri dalam pola yang aneh. Di atasnya, sebuah jam raksasa tergantung, jarumnya terhenti pada angka 11:59, seolah waktu di tempat ini tak pernah mencapai tengah malam."Apa ini...?" bisiknya, mendekati salah satu jam di sisi dinding. Ia memperhatikan dengan saksama, melihat bahwa kaca jam itu bergetar pelan, seakan mencoba berbicara padanya.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar da
LOKASI: DIMENSI BAYANGAN - KORIDOR YANG BERUBAHSTATUS WAKTU: Tidak TerukurAdrian berdiri di tengah lantai kaca yang kini mulai merekah, serpihan-serpihan kaca berputar di sekelilingnya, seperti serpihan mimpi yang pecah. Elena telah menghilang ke dalam kegelapan, dan seolah untuk menambah rasa teror, dinding-dinding di sekelilingnya mulai menutup, merapat, dan berputar, menciptakan koridor baru yang tidak pernah ada sebelumnya."Elena!" Adrian berteriak lagi, namun hanya gema suaranya yang menjawab, terpantul dari setiap permukaan kaca yang kini berubah menjadi cermin, memantulkan wajahnya dari berbagai sudut. Tapi sesuatu terasa salah bayangannya di cermin itu tidak bergerak seperti dirinya. Mereka berdiri diam, menatapnya dengan mata kosong, senyum tipis yang mengerikan terukir di bibir mereka."Ini... jebakan lain," gumamnya, mencoba mengendalikan napasnya yang memburu. Ia tahu, di tempat seperti ini, rasa takut adalah musuh yang paling berbahaya.Ia melangkah mundur, namun bayan
LOKASI: DIMENSI BAYANGAN - RUANGAN TAK BERTANGGASTATUS WAKTU: Tidak TerukurSaat tubuh mereka menghantam lantai keras, Elena dan Adrian terlempar ke dalam ruangan baru yang lebih aneh dari sebelumnya. Lantainya terbuat dari kaca hitam berkilau, seolah setiap langkah mereka bisa memecahkan permukaan dan menjatuhkan mereka ke dalam kehampaan di bawahnya. Dinding-dinding di sekeliling mereka bergerak perlahan, memutar, menciptakan pola-pola yang berubah setiap beberapa detik, seolah-olah ruangan itu sendiri sedang berpikir.Adrian bangkit dengan susah payah, menggenggam lengannya yang terasa nyeri. Elena di sampingnya terbatuk pelan, mencoba menstabilkan napasnya. Udara di ruangan ini lebih dingin, berbau logam dan sesuatu yang membusuk."Di mana kita sekarang?" Elena bergumam, matanya berkeliling, mencoba memahami lingkungan baru ini. "Apa ini semacam... ilusi lagi?"Adrian menatap lantai kaca di bawah kakinya. Di bawahnya, dia melihat bayangan-bayangan bergerak, sosok-sosok yang tampa
LOKASI: DI DALAM GEDUNG TUA - LORONG TAK BERUJUNGSTATUS WAKTU: Tak TerukurLangkah mereka bergema di lorong yang terasa semakin menyempit. Dinding-dinding bata di sekeliling mereka berdetak pelan, seakan jantung dari makhluk hidup raksasa yang terbangun dari tidur panjangnya. Setiap langkah adalah perjudian, seolah lantai kayu tua di bawah kaki mereka bisa runtuh kapan saja, menelan mereka ke dalam kegelapan tanpa akhir."Adrian... perhatikan ini," bisik Elena, menunjuk ke dinding di sebelahnya. Pada bata yang berlumut itu, terukir simbol-simbol kuno yang terus berdenyut dengan cahaya merah samar, seolah tinta dari darah segar. Bentuknya seperti mata yang mengintip, terus mengikuti setiap gerakan mereka. "Ini bukan hanya labirin biasa. Ini lebih seperti... jebakan yang hidup."Adrian memperhatikan simbol itu dengan alis berkerut. Ia mendekat, jari-jarinya hampir menyentuh permukaan dingin batu itu ketika tiba-tiba simbol tersebut bergetar, seakan merespons kehadiran mereka. Dalam sek
LOKASI: DI DALAM GEDUNG TUASTATUS WAKTU: Tak TerukurGelapnya tempat mereka dalam sekejap. Ruangan tempat mereka berdiri menjadi kosong dalam sekejap mata, lalu dikelilingi kabut hitam pekat yang seolah hidup, bergerak perlahan, seakan bernapas di sekitar mereka. Suara bisikan itu masih menggema, semakin dalam, semakin mengikat setiap percakapan, setiap gerakan mereka. Aroma lembab dan besi tua memenuhi udara, membuat setiap tarikan napas terasa berat.Elena dan Adrian saling mengacungkan senjata mereka, berusaha mencari arah di dalam kekelaman yang menyelubungi. Setiap langkah yang mereka ambil terasa seperti melangkah lebih jauh ke dalam kegelapan, seolah-olah mereka terjebak di dalam labirin narasi yang tak berujung. Dinding-dinding bata di sekitar mereka tampak bergerak, berdenyut seperti daging hidup, seolah bangunan ini sendiri adalah makhluk hidup yang mempermainkan mereka."Ini tidak nyata," bisik Elena, meski dia sendiri tahu kata-kata itu tidak akan mengubah apa pun. Suaran
LOKASI: DI DALAM GEDUNG TUASTATUS WAKTU: Tak TerukurGelap menyelimuti mereka dalam sekejap. Ruangan tempat mereka berdiri menjadi kosong dalam sekejap mata, lalu diselimuti oleh kabut hitam pekat. Suara bisikan itu masih bergema, semakin dalam, semakin mengikat setiap percakapan, setiap gerakan mereka.Elena dan Adrian saling menggenggam senjata mereka, berusaha mencari arah di dalam kekelaman yang menyelubungi. Setiap langkah yang mereka ambil terasa seperti melangkah lebih jauh ke dalam kegelapan, seakan mereka terjebak di dalam labirin narasi yang tak berujung."Ini tidak nyata," bisik Elena, meski ia sendiri tahu kata-kata itu tidak akan mengubah apa pun."Apakah kita benar-benar masih berada di dunia yang sama?" tanya Adrian, suaranya penuh kebingungan. "Kenapa semuanya terasa... seperti cerita yang hidup?"Tiba-tiba, suara langkah berat terdengar di belakang mereka. Mereka berdua berbalik, siap, namun tidak ada siapa pun di sana hanya dinding kosong dan lorong yang terbentang
Belum sempat mereka memahami situasi, ponsel Elena kembali berdering. Nama yang muncul di layar membuat darahnya berdesir."Detektif Elena, ini Kapten Ramos. Ada kasus pembunuhan aneh di gedung tua di pusat kota. Kamu harus segera ke sana. Ini... bukan kasus biasa."Elena menelan ludah. "Baik, Kapten. Dalam perjalanan."Ia menutup telepon, menatap Adrian. "Kau ikut denganku. Ini bisa saja berkaitan dengan semua ini."Adrian mengangguk, tatapannya tajam, penuh ketegangan. "Kita selesaikan ini."Tanpa banyak bicara lagi, mereka melangkah ke arah mobil patroli yang diparkir di sudut jalan, siap menghadapi apa pun yang menanti mereka di gedung tua itu. Tapi langkah mereka terhenti saat melihat seseorang menatap mereka dari kejauhan seorang pria dengan jas hitam dan topi fedora, yang menghilang begitu mereka mencoba mendekat.Mereka saling pandang. Sepertinya, bayangan dari masa lalu Adrian... baru saja muncul kembali.GEDUNG TUA DI UJUNG KOTASirene mobil patroli memecah kesunyian malam s