Share

Sang Junjungan
Sang Junjungan
Author: Lara Croft

Senangnya mendapat pekerjaan -Pov Adi

Tak sabar rasanya menyampaikan berita ini, ke Sumi-istriku. Pasti dia akan bahagia mengetahui besok aku langsung bekerja di salah satu perusahaan jasa angkutan. Aku terburu-buru melangkahkan kaki, menyusuri jalan menuju rumah sedangkan tangan tergenggam kantong plastik berisi martabak telur sebagai tanda perayaan kecil- kecilan.

Keadaan sekitar rumah sudah terlihat sepi walau jam di pergelangan tangan baru menunjukkan pukul delapan malam. Maklumlah rumah peninggalan orang tuaku terletak di pinggiran kota. Lampu teras terlihat berkedip- kedip pertanda sudah tak layak pakai, dinding  sudah banyak yang ambrol di mana-mana. Hmm ... mudah- mudahan aku bisa menabung untuk memperbaiki rumah dan menyenangkan Sumi. 

Tok ... tok ... tok!

Suara pintu depan yang diketuk terdengar bergema di keheningan malam. Seraut wajah ayu penuh kesabaran muncul dari balik pintu menyambut dengan senyumnya yang tulus.

"Assamualaikum, Sayang. Maafkan abang, ya, pulangnya malam." Aku mengusap rambut Sumi dan mengecup keningnya setelah mengucapkan salam.

Sumi membalas mencium tanganku dan menjawab,"Waalaykumsallam. Belum begitu malam, kok, bang. Lagi pula aku juga baru menyelesaikan jahitannya Mpok Lela, lumayan ongkos jahitnya buat tambah-tambah biaya persalinan anak kita, bang." 

Mendengar perkataan Sumi, aku langsung meraih tubuhnya, merangkul dengan mesra. "Besok abang sudah kerja. Alhamdulillah gajinya cukup besar jadi enggak usah terima jahitan lagi, ya, Sayang. Kasihan dede kalau ibunya terlalu lelah," ucapku seraya mengusap perut Sumi yang sudah mulai membesar di usia kandungan enam bulan. Tampak wajah Sumi bersinar mendengar perkataanku dan mengucap syukur.

Setelah aku membersihkan diri, aku dan Sumi menyantap dengan lahap martabak telur yang kubawa, setelahnya kami tertidur lelap saling berpelukan.

Keesokan Subuh setelah salat aku pun berpamitan untuk memulai pekerjaanku yang baru.

Sebuah truk besar berwarna putih ditunjukkan oleh Pak Wirya---supervisor tempatku bekerja. Truk tersebut yang akan aku kendarai untuk mengantarkan barang-barang customer yang jumlahnya sangat banyak dan untuk sementara selama satu bulan akan diawasi oleh salah satu supir yang sudah berpengalaman untuk menemani perjalanan.

Sosok tinggi besar berkulit legam, berkumis tebal, bernama Mas Gondo di perkenalkan oleh Pak Wirya sebagai rekan kerjaku. Ternyata di balik penampilannya yang sangar Mas Gondo orangnya baik dan ramah. Baru saja kenal, dia sudah mentraktir makan dan membelikan sebungkus rokok filter yang terkenal mahal untuk sekelasku. Mengisap rokok mahal terasa begitu nikmat, sudah lama aku tak merasakan sensasi ini. Kepulan asap memenuhi kepala truk dimana aku kini duduk menunggu Mas Gondo yang sedang menggoda wanita penjaga warung.

"Ayo, Di ... kita lanjut." Tiba-tiba Mas Gondo datang mengagetkan dengan suara beratnya. Wajahnya terlihat ceria. Yah, bagaimana tidak, dia baru bertemu bunga warung yang terkenal dengan keseksian tubuh dan sikapnya yang genit.

Mulai bersiap memegang kemudi truk sempat aku lihat Mas Gondo melambaikan tangan pada Mbak Yuli---si bunga warung.

***

Tak terasa sudah hampir sebulan aku bekerja. Tujuan mengantar atau mengambil barang, bukan hanya dalam kota terkadang sampai ke luar daerah, walau tidak sampai menyebrang pulau. Selama ini, aku dan Mas Gondo bergantian memegang kemudi truk, tetapi lebih sering Mas Gondo yang mengendarainya. Dia bilang serasa menjadi raja jalanan jika sedang di belakang kemudi.

"Di, selesai mengantar barang, truk dibawa pulang kamu saja! Samping rumahmu, kan, luas tuh. Masih ada tanah kosongnya daripada besok kita bolak-balik ke pabrik menghabiskan waktu," ucap Mas Gondo sambil mengisap rokoknya.

"Oh, ya sudah kalau begitu, Mas. Berarti nanti aku turunkan di gang dekat rumahmu, ya Mas," ucapku sambil memainkan gawai mengirim pesan ke Sumi, bahwa aku pulan membawa truk ke rumah. 

"Wahaha ... ndak loh, aku turun warungnya si Yuli. Malam ini, aku mau temani dia tidur," ucap Mas Gondo seraya tertawa. Aku hanya tersenyum sambil mengelus dada.

Mas Gondo telah aku antarkan ke tempat tujuan, segera kulajukan kemudi menuju arah pulang. Kebetulan waktu masih sore aku sempatkan mampir ke warung soto Mpok Dyah, membelikan makanan kesukaan Sumi.

Sesampainya di rumah, seperti biasa Sumi menyambut dengan suka cita. Sungguh bersyukur sekali diriku mempunyai istri sebaik dia. Setelah bercakap-cakap dan membersihkan diri, aku bersiap menuju masjid dekat rumah. Sudah lama rasanya tidak sholat berjamaah, di lantai masjid aku bersujud, bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Sang Pencipta.

****

Malam semakin larut, aku memutuskan pulang setelah sekalian menunaikan sholat Isya dan membaca Al-Quran. Terlihat dari kejauhan rumahku yang jauh dari tetangga terlihat sepi senyap.Truk masih terparkir aman di samping rumah. Pintu rumah terbuka lebar. Tak seperti biasanya Sumi berlaku seperti ini. Sumi takkan membiarkan pintu terbuka saat aku tak ada di rumah. Sekian lama memanggil dan mencari Sumi, tak terlihat keberadaanya. Hanya terdengar suara isak tangisan wanita. Aku berpikir Sumilah yang menangis, segera aku mencari sumber suara tersebut.

Ternyata asal suara tersebut dari arah luar rumah. Sesosok wanita berambut panjang tampak duduk jongkok membelakangiku, tanggannya terlihat memeluk roda truk bagian belakang.

"Sumi, Sayang, Ngapain kamu di situ?" Aku bergerak mendekati sosok yang terlihat seperti Sumi, tetapi alangkah terkejutnya aku, saat sosok tersebut membalikkan badannya.

Sosok wanita tersebut terlihat sangat mengerikan, dengan kepala pecah, sehingga otak yang berlumuran darah menghiasi wajahnya yang remuk tak berbentuk lagi. Aromanya anyir berbau busuk.

Aku tersentak mundur ke belakang. Seumur-umur melihat makhluk halus, ya, baru kali ini. Biasanya hanya di film-film horor saja dan ternyata aslinya lebih mengerikan. Kaki terasa gemetar, sebisa mungkin aku membaca ayat-ayat suci karena terasa lidah kelu dan mulut susah terbuka.

Sosok hantu perempuan itu bergerak merangkak mendekati, sedangkan di belakangnya ternyata terdapat makhluk- makhluk yang tidak kalah menyeramkan. Salah satunya berbentuk anak kecil dengan tubuh separuh menunjukkan usus yang terburai keluar.

Rasa mual dan pusing mulai datang saat aroma busuk bercampur amis kembali menyeruak dari makhluk-makhluk tersebut. Aku akhirnya tak sadarkan diri ketika sosok hantu perempuan itu mendekat lalu membuka mulutnya yang dipenuhi belatung berlumuran darah.

Aku tersadar saat cuping hidung terasa panas, serta tercium bau minyak angin. Sayup- sayup ku dengar suara Sumi memanggil. "Bang ... Bang Adi, sadar Bang. Hiks, huhuhuhu."

Pelan-pelan kelopak mataku terbuka, tampaklah wajah Sumi yang berlinangan air mata. Sedangkan di samping Sumi beberapa warga terlihat mengucap syukur melihat aku yang sudah tersadar dari pingsan.

"Apa yang terjadi? Aku dimana?" tanyaku kepada Sumi dan warga.

"Aku beserta warga menemukan abang pingsan di kolong truk. Wajah abang pucat sekali makanya aku segera membawa  abang ke klinik," jawab Sumi menatap dengan mata berkaca-kaca. Terlihat sedih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status