Share

Perusahaan Aneh

Setelah dinyatakan sehat, aku pun segera pulang diantar oleh salah satu warga. Sesampai di rumah aku bergidik ngeri saat pandangan terarah ke truk. Apalagi suhu udara malam, membuat semakin dingin dan mencekam. Tangan Sumi segera kuraih memasuki rumah.

"Tadi kamu kemana, Sayang? Sehabis dari masjid abang cari kamu kemana-mana enggak ada?" tanyaku kepada Sumi sesaat setelah mengganti pakaian.

"Emmm... anu Bang, besok pagi saja ceritanya ya, sekarang kita tidur," jawab Sumi dengan suara gemetar dan langsung menutupi tubuhnya dengan selimut.

Melihat Sumi yang sudah tertidur, aku pun mengikuti, meraih guling dan memeluknya.

****

"Bang, tolong jangan bawa pulang truk itu lagi, ya," ucap Sumi saat kami sarapan pagi.

"Emmm, iya Sayang. Oh iya, kok pertanyaan abang semalam, belum dijawab," ucapku seraya bertanya kembali.

Sumi langsung menggenggam tanganku dan berkata," Semalam saat abang pamit ke masjid, aku mendengar suara wanita menangis diselingi teriakan minta tolong. Ternyata suara tersebut dari arah truk itu dan aku segera pergi saat melihat ada sosok menakutkan hingga tak sempat mengunci pintu. Lah, abang sendiri kenapa pingsan di kolong truk?"

Aku tersentak mendengar perkataan Sumi, ternyata Sumi juga mengalami peristiwa yang sama denganku, bedanya aku pingsan sedangkan Sumi tidak. Untuk menutupi rasa malu aku berbohong kepada Sumi dengan mengatakan karena lelah aku tak sadarkan diri. Perkataanku meninggalkan rasa tak percaya di raut wajah Sumi.

Rasa deg-degan mengiringi perjalanan menuju warung Mbak Yuli, di mana aku akan menjemput Mas Gondo. Kekhawatiran muncul akan sosok menyeramkan yang semalam kutemui membuat aku sering melirik Kaca spion. Perasaan tenang terlihat sekali di wajahku saat melihat Mas Gondo sudah menanti di depan warung.

"Yohhhh, Di ... ceria banget wajahmu! Dapat jatah, ya, semalam dari istri?" Mas Gondo menggodaku saat melihat aku tertawa lega.

Aku pun hanya menjawab dengan senyuman.

Kali ini aku dan Mas Gondo akan mengambil kontainer di pelabuhan dan mengantarnya ke daerah di perbatasan kota.

Melihat Mas Gondo yang terlihat senang bernyanyi lagu dangdut dan sesekali di selingi siulan membuat aku beranikan diri bertanya tentang apa yang kulihat semalam di truk.

Awalnya Mas Gondo kaget mendengar pertanyaanku terlihat dari mimik wajahnya yang tiba-tiba berubah pucat, tetapi hanya sesaat, sesudahnya dia tertawa dan kembali bernyanyi setelah menjawab," Oalah, Di, Adi ... tak kira apa, wong cuma demit."

Aku akhirnya hanya diam berkonsentrasi di belakang kemudi menuju pelabuhan. Setelah selesai administrasinya dan kontainer sudah terpasang kami pun meneruskan pekerjaan mengantarnya ke salah satu pabrik pinggir kota. Kali ini Mas Gondolah yang membawa truk.

Entah mengapa hari ini perasaanku tak enak. Mungkin disebabkan peristiwa yang terjadi semalam. Sehingga aku memilih memejamkan mata berharap dapat sedikit tenang.

Brak! Buum!

Suara dentuman serta merta membangunkan aku yang sedang terlelap. Wajah Mas Gondo terlihat pucat begitu juga aku saat melihat sebuah sepeda motor terbelah dua berada di samping truk yang sudah menepi. Aku pun membuka pintu bergegas melihat keluar tanpa turun dari truk. Kepala seorang pria terlihat masuk di antara ban truk. Terdengar rintihan kesakitan dan meminta tolong.

Belum hilang rasa kaget tiba-tiba truk dimundurkan, sehingga melindas kepala dan tubuh pria tersebut.

Kres ... kletak!

Terdengar suara yang membuat hati berdesir. Seiring suara, darah merah kental membasahi tanah sekitar tubuh pria tersebut berada. Sebagian kepala truk yang berwarna putih juga terkena cipratan darahnya.

Aku terpekik melihat peristiwa mengerikan di depan mata. Saat aku hendak turun Mas Gondo menarik tanganku agar tetap berada di dalam truk.

"Astagfirullah, Mas! Itu ada orang di bawah truk. Kenapa malah kamu lindas?" tanyaku dengan suara gemetar menahan rasa ngeri.

Mas Gondo menatapku tajam seraya berkata,"Ssstt ... kamu diam saja. Kamu belum tau apa-apa!"

Perasaan bertambah kalut saat terlihat orang-orang mulai mengerumuni kami dan berteriak-teriak agar kami segera turun. Terlihat kemarahan di wajah orang-orang tersebut.

"Wis, kamu diam saja, Di.  Aku yang akan menanganinya," ujar Mas Gondo yang terus membuka pintu truk dan turun membiarkan aku yang masih duduk di dalam dengan pandangan kosong.

Aku tidak tahu apa yang dibicarakan Mas Gondo kepada orang-orang tersebut yang aku tahu orang- orang terlihat mulai tenang. Aparat kepolisian juga sudah ada yang datang.

Aku dan Mas Gondo dibawa ke kepolisian terdekat untuk dimintai keterangan, tetapi aku banyak terdiam karena saat kejadian sedang tertidur. Mas Gondo juga sudah mewanti-wanti agar diam saja jika ditanya. Sejujurnya aku ingin memberitahukan polisi bahwa saat korban masih hidup Mas Gondo malah menabraknya, tetapi ketika ingin mengatakan bibir rasanya terkunci.

Dari pembicaraan yang aku dengar menurut Mas Gondo korban mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan memotong jalan bukan di jalur seharusnya sehingga Mas Gondo terkejut tak sengaja menabraknya. Pihak kepolisian dengan cekatan mencatat semua keterangan yang diberikan Mas Gondo dan aku.

Tak lama datanglah seorang pria yang perawakannya mirip Mas Gondo, tetapi sedikit lebih rapih dengan memakai jas dan membawa tas koper di tangannya. Pria tersebut bernama Yudhis, dia adalah salah satu pengacara yang disewa perusahaan tempat kami bekerja. Yudhis dan Mas Gondo berbisik-bisik sesekali melirik ke arahku kemudian Yudhis berbincang dengan polisi  dan keluarga korban. Dua amplop coklat yang tebal disodorkan, satu untuk keluarga korban, sedangkan yang satunya lagi untuk Polisi yang menangani kasus kami.

Aku hanya tertegun saat kami dinyatakan tidak bersalah dan diperbolehkan pulang, setelah sebelumnya meminta maaf pada keluarga korban. Seorang perempuan muda seumuran Sumi yang menggendong balita. Walau air mata tak berhenti perempuan tersebut cukup kuat menerima kenyataan suaminya telah tiada.

Bukannya pulang Yudhis dengan mobil mewahnya membawa aku dan Mas Gondo ke perusahaan, sedangkan truk di bawa salah satu supir yang aku kenal untuk dibawa ke bengkel diperiksa jika ada yang rusak.

Di pabrik, Mas Gondo dan Yudhis langsung menuju ruangan di mana Big Boss yang memiliki perusahaan berada. Sedangkan aku disuruh menunggu di luar ruangan, keadaan sudah sepi karena hari mulai gelap sehingga karyawan sudah banyak yang pulang. Sejujurnya aku belum pernah bertemu yang disebut Big Boss, menurut beberapa teman dia adalah warga asing yang sudah berdiam lama di Indonesia.

Dikarenakan bosan menunggu aku pun berjalan keluar. Alangkah kagetnya saat melihat truk yang biasa aku bawa berada di samping bangunan perusahaan. Belum hilang kagetku, dari arah dalam dengan tergesa-gesa, tengok kanan kiri Mas Gondo terlihat mengelap cipratan darah korban yang berada kepala truk dengan kain hitam, sesudahnya menyiramkan air yang berada di botol kecil ke sekeliling badan truk terutama bagian ban dan aku menyaksikannya di balik tembok.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status