Nata mulai membuka kedua telapak tangannya, saat itu juga semua sihir naga miliknya langsung bersatu membentuk tiga naga angin besar dengan campuran elemen yang berbeda. Air laut di bawah Nata tampak terangkat seakan tersedot ke dalam tiga naga angin besar yang bergerak di dekatnya. Ketiga naga angin besar itu langsung melesat menuju puting beliung angin yang bercampur dengan pusaran air raksasa.
‘Wwwrrrrr’
‘Sssssrrrriiinnnkk’
Terdengar riuh angin bergemuruh seiring melesatnya tiga naga angin besar, suara gesekan sihir tersebut sudah terdengar meski jaraknya masih berjauhan. Sihir tingkat tinggi yang digunakan Laja dan Lilis terlihat goyah seakan terserap ke arah tiga naga angin yang datang, mereka berdua tentu saja terkejut melihatnya. Ini baru pertama kalinya mereka melihat sihir yang pergerakannya bisa menyerap sihir lainnya.
‘Bbbhhhhaaammmrrr’
‘Bbbbhhuuuurrrrhh&
Lilis yang melihat hal itu segera menyilangkan tangannya ke depan, Nata tiba-tiba saja sudah berada di depannya dengan sebuah tendangan yang siap menghantam Lilis. Sebuah dinding air langsung tercipta di sekeliling tubuh Lilis, namun dinding air itu seakan terserap ke arah kaki Nata yang sudah diselimuti oleh sihir elemen angin tercepat.‘Dddaagghh’Nata berhasil menendang pinggang Lilis sampai tubuhnya terpental seperti Laja, tubuhnya melayang menghantam gelombang air yang bergerak menuju Pulau Koneng. Andaikan saja dia tidak melindungi dirinya dengan sihir air tadi maka pinggangnya mungkin sudah patah. Nata sendiri masih melayang di udara dengan darah yang mengalir dari mulut dan hidungnya, pakaiannya juga sudah sobek-sobek.“Andaikan saja aku tidak melakukan sihir healing untuk menyelimuti tubuhku, saat ini tubuhku pasti sudah terpotong-potong,” batin Nata dengan nafas yang memburu, tangan kana
Nata kali ini mencoba melakukan serangan balik dengan menciptakan empat tombak angin yang melesat menuju Candra, tapi dengan cekatan Candra berhasil menghindarinya. Ledakan-ledakan terjadi ketika tombak angin yang dilesatkan Nata hanya menghantam pasir pantai saja, tanah juga tampaknya sudah berhenti bergetar meskipun riak air lautan masih terus bergelombang dan belum setenang sebelum pertarungan mereka terjadi.Candra kembali maju dengan tebasan pedang secara diagonal mengincar bahu Nata, tapi dengan cepat Nata menghentakan kakinya dan mundur ke belakang. Akan tetapi Candra langsung menggunakan tehnik pedangnya dengan menebaskan pedangnya ke udara, saat itu juga udara yang memadat membentuk tebasan angin melesat mengarah kepada Nata yang langsung menghentakan telapak kaki kanannya ke pasir pantai.‘Bbbbrrrrrgggghh’Terdengar suara benturan hebat saat tebasan jarak jauh Candra menghantam sihir dinding tanah y
Kini tubuh Candra sudah terbaring di tanah, sementara Nata masih mencengkram erat tangan kirinya. Kaki kanan Nata juga masih berada di atas punggung Candra, sedangkan Laja dan Lilis yang sudah bangkit lagi hanya bisa menyaksikan dari kejauhan mereka langsung berlutut hormat di tanah seraya menunduk.“Tidak salah lagi, dia adalah tuan Nata. Kecerdasannya sudah membuatku kalah, dia sengaja berpura-pura bisa menggunakan tehnik pedang dengan pedang sihirnya untuk memancingku mundur menjauh. Dia juga sudah menyiapkan sihir tombak angin, tapi dia tahu aku pasti bisa menahannya karena itu dia menghancurkan sihirnya sendiri menggunakan sihir lainnya agar aku terkena efek ledakannya hingga dia memiliki peluang untuk menghajarku,” pikir Candra sambil meringis kesakitan.“Keterampilanmu memang sangat bagus, tapi kau seratus tahun lebih cepat jika ingin mengalahkanku,” ucap Nata sambil melepaskan cengkraman tangan dan kakinya.
“Ada apa pangeran?” tanya Laja sambil berjalan mendekat.“Kerajaan Wisteria sedang diserang!” jawab Candra dengan raut wajah penuh amarah.Semua orang yang ada di sana termasuk Nata langsung terkejut mendengarnya. Saat itu juga Candra langsung meminta maaf kepada Nata karena dia ingin mengumumkan sesuatu kepada prajurit, Nata hanya tertawa karena dia bilang tidak ada alasan bagi Candra untuk meminta maaf kepadanya. Candra hanya berterima kasih lalu maju ke hadapan ribuan prajurit yang dibawa olehnya.“Wahai prajuritku yang pemberani, saat ini ada situasi yang sangat genting melanda kerajaan kita. Kerajaan Fragaria sudah mengkhianati perjanjian dengan menyerang Pulau Biru yang ada di bagian utara! Mereka telah menginjak injak harga diri mereka sendiri karena tanpa menyatakan perang mereka langsung menyerbu kerajaan kita!” teriak Candra dengan suara yang menggema.&l
“Ini tidak mungkin, aliran mana miliknya sangat mirip dengan aliran mana kak Sinta Sintiasari,” batin Nata saat melihat aliran kakek tua yang berdiri di dekat Raja Wirya terasa sangat mirip dengan aliran mana milik temannya di Pentagram.“Kelihatannya Baginda Raja bersama Ketua juga ikut hadir untuk menyambut kedatangan tuan,” tukas Laja.Namun Nata tidak menanggapi kata-katanya, saat ini dia sedang sibuk menjawab pertanyaan yang timbul di benaknya. Ini adalah kali kedua baginya melihat seseorang yang aliran mananya sangat mirip dengan rekannya. Dia yakin kakek tua yang merupakan penyihir terkuat Tetragram Kerajaan Wisteria itu pasti memiliki hubungan darah dengan Sinta Sintiasari yang dijuluki Dewi Tanah dari Pentagram.Kapal yang membawa Nata dan Candra akhirnya berlabuh di dermaga. Sebelum turun, Nata berganti pakaian dulu dengan pakaian yang diberikan Candra sebab pakaian yang dia kenakan sebe
“Kedengarannya sangat menarik, apa di kerajaan ini ada buku yang mengisahkan penyihir legendaris yang bernama nona Atnis tersebut?” tanya Nata.“Sayangnya Kerajaan Dicentra tidak memperbolehkan ada buku seperti itu di kerajaan lain, sama halnya seperti Kerajaan Fragaria yang melarang ada buku tentang penyihir legendaris kerajaan mereka di kerajaan lain,” jawab Raja Wirya.“Saya sendiri sebagai keturunanya hanya tahu sedikit tentangnya, sebab sejak kakek buyut saya kami memang sudah menetap di Kerajaan Wisteria. Yang saya tahu nona Atnis ada di era Invidia, dia bersama dengan nona Arin Aisila bertarung menghadapi Sang Raja Iri Dengki yaitu Euphorbia dan berhasil mengalahkannya,” imbuh Lutung.“Begitu ya, kelihatannya pengetahuan tentang mereka berdua hanya ada di Kerajaan Dicentra dan Fragaria,” ujar Nata. Lutung dan Raja Wirya hanya mengangguk saja membenarkan perkataan Nat
Lagipula Kerajaan Fragaria memang secara diam-diam menyerang Pulau Biru, itu menandakan mereka sejak awal tidak berani berperang secara terbuka dengan Kerajaan Wisteria. Jika kerajaan sekuat itu bekerja sama dengan Kerajaan Irish tentunya akan sangat menguntungkan, Nata juga yakin kalau mereka tidak akan membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kondisi Kerajaan Irish andaikan kerja sama bisa terjadi.Setelah menginap satu malam di sana akhirnya Nata langsung berlayar kembali menuju Kerajaan Irish karena dia hanya bilang akan seminggu saja meninggalkan Kerajaan Irish. Membutuhkan waktu dua hari lebih untuk kapal yang Nata tumpangi sampai di perairan Kerajaan Irish yang ada di wilayah timur laut. Candra yang mengantar kepulangannya juga ikut turun untuk menyampaikan keinginan kerja sama dari ayahnya kepada Ratu Rena.Tepat siang hari akhirnya Elena sampai kembali tepat di dermaga pelabuhan kapal Candra. Dia agak terkejut karena Nata juga mengaj
Candra berada di Kerajaan Irish selama satu hari satu malam saja. Pagi ini Candra sudah bersiap kembali ke Kerajaan Wisteria, tapi tentunya tidak sendiri. Rena, Arya, Elis, Elena dan Nata serta kelompok Amaryillis akan menemaninya ke sana. Mereka berniat menandatangani perjanjian kerja sama dengan Kerajaan Wisteria yang sudah di ajukan oleh Raja Wirya.Dengan bantuan sihir teleportasi Elena hanya dalam sekejap akhirnya mereka sampai di pantai timur laut Kerajaan Irish dimana kapal Candra berlabuh. Dari sana mereka menaiki kapal untuk menuju ke Ibukota Kerajaan Wisteria. Tak lupa Candra juga mengirimkan kabar bahagia itu kepada ayahnya agar diadakan penyambutan kepada Ratu Rena Triyatna Irish.Seperti biasa perjalanan ke Pulau Wisteria memerlukan waktu dua hari dengan menggunakan kapal, karena itulah Nata sengaja membawa Elena agar nantinya Ratu maupun Raja dari kedua kerajaan tidak memerlukan waktu lama untuk berkunjung. Di pelabuhan Pulau I