Home / Romansa / Sang Mantan Pelacur / 9. Embusan Kabar Miring

Share

9. Embusan Kabar Miring

Author: pramudining
last update Last Updated: 2022-04-12 07:31:22

Happy Reading

*****

Suasana riuh pasar traditional membuat Sumaiyah bingung. Perempuan sepuh itu celingak-celinguk mencari sayur dan bumbu masakan lainnya. Memasuki bulan Rabiul Awal kalender hijriah, di daerah Banyuwangi memanglah sangat ramai. Bulan itu bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di mana pada setiap harinya akan ada perayaan untuk hari kelahiran Nabi, puncaknya tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal.

Banyak masyarakat berbelanja lebih untuk memeriahkan selamatan hari kelahiran Nabi. Demikian juga dengan Sumaiyah, setelah kemarin mendapat kiriman uang dari putrinya. Pagi ini, dia pergi ke pasar untuk berbelanja segala macam kebutuhan dapur termasuk bunga Maulud (penyebutan perayaan hari lahir Nabi Muhammad). Bunga yang terbuat dari kertas dan karton dengan tangkai dari batang bambu merupakan khas perayaan Maulud di daerah ujung timur pulau Jawa. Bunga kertas itu nantinya akan diisi oleh telur dan diarak keliling sepanjang jalan desa.

"Auw," jerit seorang perempuan.

Sumaiyah kaget. "Maaf, Mbak. Maaf, saya ndak sengaja."

Perempuan itu memandangi Sumaiyah intens. Seperti berusaha mengingat sesuatu tentang wanita sepuh di depannya. Matanya membola ketika sadar bahwa orang yang menabrak adalah Ibu Adilla.

"Ibu orang tuanya Mbak Rum, 'kan?" sapa Dewi. Ya, perempuan yang ditabrak Suamiyah adalah Dewi, istrinya Danang.

"Nggeh, leres (Iya bener). Njenengan sinten, nggeh (kamu siapa, ya)?"

Dewi menjulurkan tangan bersalaman. "Kulo garwane Mas Danang (saya istrinya Mas Danang) temennya Mbak Rum. Sebulan lalu saya ke rumah njenengan pas Mas Danang mau berangkat kerja. Njenengan supe (kamu lupa)?"

"Astagfirullah. Maklumin, ya, Nduk. Ibu wis sepuh, jadi sering lupa sama orang," kata Sumaiyah malu.

Dewi tertawa kecil. "Ibu mau belanja buat maulid, nggeh?"

"Iyo, Nduk. Kebetulan Rum udah ngirim buat kebutuhan dapur dan adik-adiknya. Oh, ya. Gimana kabare Danang? Apa dia betah kerja sama bose Rum?"

"Alhamdulillah. Harus betah, to, Bu. Buntutnya udah dua, daripada kerja di sini nggak dapat hasil. Oh, ya, Bu. Mbak Rum itu bagian apa sih di rumah Pak bosnya?" Mereka melanjutkan perjalanan berbelanja sambil ngobrol.

"Katanya di bagian rumah tangga. Lha, Rum ora punya ijazah tinggi. Jadi, bagian itu aja udah seneng bukan main." Suamiyah berhenti di salah satu bedak yang menjual telor dan kebutuhan pokok lainnya.

"Oalah. Yakin cuma pembantu, Bu? Soale Mas Danang kemarin cerita, Mbak Rum datang ke vila yang dijaganya sama lelaki. Pakaian Mbak Rum seksi sekali, lho. Ibu nggak curiga kalau dia nyari ceperen dari kerjaan utamanya. Dari ceritanya, saya mikir juga. Kalau cuma pembantu masak begitu deket sama Pak bos." Dewi mulai memilih bahan makanan yang mau dibeli.

Sumaiyah diam. Pikirannya berjalan ke mana-mana, membayangkan si sulung melakonkan pekerjaan melanggar norma adat dan agama. Astagfirullah. Anakku nggak mungkin melakukannya. Dia pernah merasakan sakit dikhianati suami.

"Aku disek'an yo, Nduk (aku duluan)," pamit orang tua tunggal Adilla.

"Lho. Kok buru-buru, padahal saya masih pengen ngobrol." Dewi menatap penuh harap.

"Maaf, Nduk. Ibu sudah selesai belanja. Kerjaan rumah juga masih banyak yang belum selesai." Setelah memberikan sejumlah uang pada penjual. Sumaiyah meninggalkan Dewi.

Punggung orang tua Adilla mulai tak terlihat oleh Dewi. Perempuan yang mengenakan celana jeans dan kaos oblong warna pink itu meneruskan belanjaannya. Namun, salah seorang yang sejak tadi berada di sampingnya menyapa.

"Mbak kenal sama Bu Sumaiyah?" tanya wanita paruh baya dengan gamis batik dan kerudung khimar.

"Kenal deket, sih, nggak. Cuma suami saya ikut anaknya kerja di bos yang sama," terang Dewi. Dia menyipitkan mata. "Kenapa emangnya, Bu?"

"Saya tetangga beliau. Saya denger Mbak ngomongin Erum tadi. Sebenarnya saya curiga sama kerjaan dia. Masak iya, cuma seorang pembantu bisa bangun rumah, beliin barang-barang mewah adik-adiknya. Kemarin pas pulang, Erum beliin motor baru buat Anwar. Ya, kalau belinya kredit wajar, itu cash, lho. Mana motornya yang mahal." Perempuan itu berkata sambil memainkan bibir dan mata. Kentara sekali dia tipe penggosip.

"Masak, Bu? Suami saya cerita kemarin, Mbak Erum datang ke vila yang dia jaga sama cowok. Terus pakaiannya itu lho, seksi banget. Sekilas, sih, suami saya curiga. Soalnya mereka kelihatan mesra, tapi kata Mbak Erum itu temen bosnya."

"Ya Allah," ucap perempuan itu, "dia kalau pulang nggak pernah pakai baju seksi atau kurang bahan. Anaknya selalu polos, cuma herannya, ya, itu. Gampang banget beli-beliin keluarga barang-barang mewah. Apa dia jadi simpenan orang kaya, ya?"

Dewi mengedikkan bahu. "Bu, jangan bilang-bilang, ya. Saya takut suami saya marah kalau sampai tahu saya cerita kayak gini."

"Iya, Mbak."

*****

Sesampainya di rumah, Sumaiyah langsung terduduk lesu. Perempuan itu menaruh barang belanjaan begitu saja. Matanya mulai mengembun, sekali ini dia mendengar perihal putrinya yang tak mengenakkan.

Lama sudah, dia menutup mata dan telinga mendengar ucapan-ucapan miring tentang Adilla. Sebagian tetangga memang sering membicarakan perihal pekerjaan sang putri. Dari mulai jadi simpenan om-om sampai berselingkuh dengan bosnya sendiri.

Semua terjadi karena perubahan ekonomi Sumaiyah. Dia yang dulu hidup serba kekurangan bahkan sering berhutang pada tetangga. Tiba-tiba dalam jangka waktu beberapa bulan saja sejak Adilla memutuskan merantau ke pulau seberang, ekonominya melonjak drastis.

Semua hutang dilunasi, merenovasi rumah. Menyekolahkan Anwar ke jenjang perguruan tinggi dan sederet kemewahan lainnya. Sumaiyah sadar, perubahan hidupnya terlalu mencolok bagi para tetangga. Oleh karena itu, dia sering mengajak anak-anaknya berhemat. Tidak terlalu menunjukkan barang serta kiriman uang dari Adilla.

Namun, hidup di desa itu tidak seperti di kota. Masyarakat desa akan lebih teliti dan terkadang nyinyir pada setiap perubahan yang terjadi. Jika kata orang Jawa, hidup di desa itu obah sak obah dadi omongane uwong (Setiap gerak-gerik kita akan jadi bahan gunjingan).

Wis ben, mene yen Erum pulang tak takoni tenan apo pekerjaan dia di sana (biarlah, jika nanti Erum pulang akan aku tanyakan pekerjaan yang sebenarnya)

Penat memikirkan omongan Dewi tadi, Sumaiyah memejamkan mata di depan ruang televisi. Segala perkerjaan rumah diabaikan. Suara salam si bungsu tak terdengar olehnya. Saat Nitami mencium kening dan pipi perempuan itu, barulah dia membuka mata.

"Ibu tumben bobok jam segini. Biasanya masih sibuk beres-beres rumah," kata si bungsu.

Sumaiyah tersenyum. "Ibu capek habis dari pasar," jawabnya.

"Kenapa ndak pesen di warung aja, Bu. Nanti pas Mas Anwar atau Mas Rian pulang bisa diambilkan."

"Wis ndak papa. Sekalian Ibu belanja buat kebutuhan Maulid."

"Bu, setelah ini Adik boleh main ke rumah Bila?" tanya Nitami.

"Kenapa ndak Bila aja yang main ke sini?"

"Adik udah janji sama Bila mau ke rumahnya. Dia pasti nunggu-nunggu." Wajah gadis kecil itu penuh harap sang Ibu mau mengabulkan permintaannya.

"Ya, sudah. Ganti baju sama maem dulu, ya."

Penuh kegembiraan, Nitami ke kamarnya. Setelah itu makan dan langsung keluar rumah membawa mainan yang dibelikan Adilla bulan lalu ketika perempuan itu pulang. Sumaiyah berdiri dari duduk, berniat membereskan barang belanjaannya tadi.

Baru beberapa menit saja dia membereskan belanjaan, terdengar teriakan Nitami. Gadis kecil itu terisak sambil mengucap salam. Perempuan sepuh itu menyipitkan mata.

"Kenapa Adik pulang sambil nangis?"

"Adik ndak boleh main sama Bila. Ibunya melarang. Katanya Adik dari keluarga ndak bener, Mbak Rum aja kerjaannya nggak jelas. Jangan-jangan Mbak Rum selingkuhan bosnya atau seorang l***e." Nitami terisak keras. "Adik ndak tahu apa itu l***e. Kenapa ibunya Bila jahat banget."

Bagai tersambar petir, Sumaiyah terhuyung ke belakang. Kakinya tak mampu menopang berat badan, dia terjatuh di lantai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Mantan Pelacur   31. Dua Hati Menyatu (2)

    Para tamu undangan mulai berdatangan. Sang mempelai lelaki juga siap di depan meja yang telah disediakan untuk pengucapan akad. Di depan Angga, ada suami Ustazah Almira yang akan menuntunnya mengucap taklik pernikahan dengan Adilla.Anwar sebagai wali dari pernikahan saudara tertuanya, mewakilkan pada Ustaz Ahmad untuk menjabat tangan Angga. Diperlukan waktu kurang satu menit saja untuk mengucap ikrar suci pernikahan. Setelahnya, Angga dan Adilla sah menjadi suami istri.Tangis haru dan bahagia dari kedua orang tua yang mendampingi sang mempelai perempuan menjadi saksi pergantian status Adilla. Saat tirai yang memisahkan tempat duduk mereka terbuka, Angga melihat dengan jelas kecantikan istrinya.Lelaki itu mendekati istrinya setelah mencium telapak tangan Sumaiyah dan juga Muawiyah sebagai rasa bakti kepada dua perempuan itu. Angga melirik sebentar sang istri sebelum mengarahkan tangan kanannya. Dia kemudian mencium kening Adilla dan membacakan doa yang diaminkan oleh seluruh keluarga

  • Sang Mantan Pelacur   30. Dua Hati Menyatu (1)

    Angga meminta Muawiyah memajukan tanggal pernikahannya. Tak sabar rasanya ingin bersanding dengan sang pujaan. Semakin hari, lelaki itu dibuat gemas dengan sikap Adilla yang malu-malu tiap kali mereka bertemu. Terkadang, lelaki itu diabaikan dan lebih asyik bermain dengan Safika atau berbincang bersama sang bunda.Seperti saat ini, ketika Angga bertamu ke rumah membahas pernikahan. Si calon malah sibuk dengan menyiapkan minuman. Setelah itu Adilla malah tak menemaninya berbincang. Perempuan itu masuk dengan membawa Safika bersamanya."Sabar, Ngga. Tinggal seminggu lagi. Masak udah nggak tahan?" goda Muawiyah.Angga menarik garis bibirnya. Semakin lama, peresaannya pada Adilla semakin besar. Dia sungguh merasa bahagia ketika dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih baik seperti keinginannya dulu. Mendengar tawa Safika dan calon istrinya, lelaki itu berpamitan untuk menghampiri mereka."Sayang, dipanggil Uthi," kata Angga pada putrinya."Kenapa, Pi?""Nggak tahu." Sambil mengangka

  • Sang Mantan Pelacur   29. Cinta Itu

    Happy Reading*****Waktu terus berlalu terhitung seminggu sudah terlewati, Muawiyah mulai sibuk mempersiapkan acara pertunangan. Bagaimanapun juga, pertunangan putranya harus dirayakan dengan meriah walau bukan yang pertama. Hari ini, dia ada janji ketemuan dengan sang calon menantu di butik untuk mengambil gamis yang akan dipakai pada acara tersebut."Bunda aja yang masuk, aku tunggu di sini," kata Angga. Mereka sudah ada diparkiran butik, tetapi lagi-lagi lelaki itu ragu untuk menemui calon yang dipilih bundanya walau dia sendiri yang memutuskan menerima."Ya, udah kalau gitu," tanya Muawiyah, "Sayang kamu ikut Uthi turun nggak?" Bertanya pada Safika."Enggak, Thi. Aku di sini aja sama Papi." Bocah kecil itu memainkan boneka setelah uthinya keluar.Beberapa puluh menit menunggu ternyata membuat Angga jenuh. "Sayang, gimana kalau kita ke Uthi?"Safika menggerak-gerakkan bola mata. "Ayo!" ucapnya kemudian.Mereka berdua turun dan masuk ke butik. Suara Safika memanggil-manggil uthinya

  • Sang Mantan Pelacur   28. Duhai Hati

    Happy Reading*****Lebih dari dua minggu Angga belum memberi jawaban pada sang Bunda. Sementara hubungan Muawiyah dengan calon yang dipilih makin dekat saja. Sejak perempuan itu pulang ke rumahnya seminggu lalu, Safika sering minta di antar main ke sana.Cucu perempuannya itu sudah mengenal seluruh keluarga calon istri Angga. Hari ini Muawiyah mengajak sang putra untuk bertemu dengan calonnya. Sejak pagi, papinya Safika sudah diwanti-wanti pulang lebih awal dari jadwal kerja biasanya.Patuh, lelaki dengan kemeja hitam dan celana biru dongker itu menuruti permintaan bundanya. Angga memang tidak berniat ke kantor hari ini, dia akan menemui Anwar sekali lagi. Memastikan bahwa Adilla tidak sedang di kota ini dan memastikan peresaannya.Tegap langkah kakinya memasuki toko yang semakin hari semakin banyak pengunjung datang. Kaca mata hitam dengan tangan kanan masuk ke kantong, penampilan Angga mampu membuat para pembeli perempuan di toko itu melirik. Bisik-bisik pun terjadi, tetapi lelaki

  • Sang Mantan Pelacur   27. Lamaran

    Happy Reading*****Sekali lagi Ustazah Almira menajamkan pendengaran. "Njenengan beneran mau jadiin Erum mantu, Bu?""Insya Allah, Ust. Cucu saya itu jarang sekali tertawa atau dekat dengan orang yang baru dikenal, tapi saya lihat tadi Erum dekat dengannya. Safika itu sudah ditinggal ibunya sejak dia lahir dan anak saya belum mau berumah tangga lagi. Katanya sih nunggu perempuan yang cocok." Muawiyah tertawa.Almira terdiam, memajamkan mata sebentar. Ragu menyelimuti hatinya, apakah akan menceritakan masa lalu Adilla atau tetap bungkam dan membiarkan Muawiyah menikahkan dengan sang putra."Erum memang perempuan telaten dan penyayang selain parasnya yang cantik, tapi saya mau menyampaikan sesuatu berkaitan dengan masa lalunya. Sebenarnya saya mau menyembunyikan ini karena dia sudah berubah dan bertaubat." Lagi-lagi Almira mengembuskan napas panjang."Maksudnya kenapa, Ust?" Muawiyah menyipitkan mata. Di halaman masjid terlihat kedekatan antara cucunya dengan Adilla."Bukan maksud saya

  • Sang Mantan Pelacur   26. Hijrah

    Happy Reading*****Terkadang seseorang itu harus dipukul mundur oleh keadaan untuk bisa kembali pada Sang Pencipta. Adilla menangis di rumah Hendra setelah pulang dari tempat pesta yang memperok-porandakan harga diri. Lelaki yang sudah menganggapnya sebagai anak itu dengan sabar mendengarkan keluh kesahnya."Lalu, apa rencana masa depanmu?" tanya Herman saat tangis Adilla mulai mereda."Bawa aku pergi jauh yang nggak ada seorang pun mengenal," ucap Adilla sesenggukan."Oke. Bilang keluargamu. Aku akan bawa kamu ke tempat di mana nggak akan ada orang jahat atau lelaki yang akan mengenalmu. Apa kamu sanggup?"Adilla mengangguk setuju. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung menghubungi keluarga dan menceritakan semua kejadian yang dialami. Meminta pengertian mereka agar memahami posisinya saat ini. Beruntung, Ibu dan adik-adiknya mengerti walau dia sendiri belum tahu ke mana Herman membawanya.Pagi buta, Herman mengajak Adilla ke tempat baru. Agak jauh dari rumah yang ditinggalinya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status