Share

8. Prasangka

Happy Reading

*****

Kian hari, pertanyaan Danang kian menggunung. Vila yang dia jaga tak pernah sepi tiap malam, tetapi saat pagi hari keramaian itu lenyap tak berbekas. Bagaimana keadaan Adilla pun lelaki itu tak mengetahuinya karena hampir sebulan bekerja tak sekalipun bertemu dengan sahabatnya. Hari ini, sang sahabat ada pekerjaan ke vila, demikian info yang didapat tadi pagi.

Awan bergerak mengikuti arus angin, cuaca yang semula panas kini berubah mendung. Danang menatap layar ponsel di mana ada foto istri dan anak-anak yang terpasang sebagai walpaper-nya. Ah, rindu ternyata tak tahu tempat. Hadir seenaknya tanpa tahu kondisi saat ini yang tengah bekerja berjuang mencari uang untuk menafkahi keluarga.

Senyum-senyum sendiri bak orang gila, Danang membayangkan kebahagiaan istri dan anak-anak ketika nanti gaji dikirimkan. Lelaki itu berniat menitipkan uang untuk keperluan rumah tangganya pada Adilla. Dia sengaja meminta si bos untuk memberinya uang tunai karena sebagian akan digunakan untuk keperluan dirinya sendiri satu bulan ke depan. Sisanya barulah akan ditransfer pada sang istri.

Klakson mobil berbunyi dengan keras saat Danang tengah asyik melamun. Mendongak kepala dan terlihatlah senyum Adilla bersama seorang lelaki tak dikenal di mobil. Gegas dia membukakan pintu pagar. Tak biasa melihat sahabatnya dengan pakaian yang begitu seksi, matanya menyipit.

"Lagi ngelamun, ya, Nang. Sampai nggak tahu ada mobil masuk." Adilla menyapa sahabatnya terlebih dulu, sadar akan tatapan curiga darinya.

"Iya, Rum. Maaf, ya." Lelaki itu kembali ke pos penjagaan setelah mobil yang ditumpangi Adilla masuk.

Lelaki yang bersama Adilla memarkirkan mobil. Mengajak Perempuan itu turun untuk segera memenuhi hasratnya. Satu remasan pada squisi hidup diberikan agar Adilla tidak berlama-lama ngobrol dengan satpam tadi.

"Tenang! Aku cuma mau minta nomer rekening, dia nitip transfer ke istrinya di kampung," kata Adilla.

"Oke, Honey." Lelaki itu memegang tangan Adilla dan mengarahkan pada gundukan diantara pahanya. "Aku udah nahan lama ini."

Adilla tertawa keras. Selalu saja para tamunya seperti itu. Tak sabar mencicipi serabi miliknya yang terkenal sangat legit. "Jangan khawatir. Aku pasti kasih servis paling memuaskan yang nggak pernah kamu bayangkan sebelumnya."

Dari cara Adilla turun sampai pakaian seksi yang digunakan, Danang menatap intens. Penampilan sahabatnya itu jauh dari keseharian yang selama ini dilihat ketika pulang kampung. Semakin dekat sang sahabat, lelaki itu makin menyipitkan mata.

"Rum, ojo make baju kayak gitu, malu. Mosok baju kurang bahan kamu pakai," ucap Danang.

"Oalah, iya. Aku lupa, Nang. Tadi terburu-buru diajak sama temene Pak Eric. Aku lupa ganti." Alasan yang dibuat-buat oleh Adilla untuk menutupi pekerjaan yang sesungguhnya.

"Pake ini!" Danang menyerahkan jaketnya. "Oh, ya. Ini uang yang mau aku transfer sekalian nomer rekening istriku. Aku udah nunggu kamu dari pagi tadi, lho."

Adilla menyambut jaket yang diberikan oleh sahabatnya. Sekalipun enggan memakai, tetapi perempuan itu berusaha menghargai. "Aku masuk dulu, ya. Ntar kalau udah transfer tak kabari. Nggak enak ninggalin sahabatnya Pak bos sendirian. Aku juga harus bersih-bersih ruangan yang mau dia sewa."

"Ya, silakan aja," kata Danang, "Rum, hati-hati. Kelihatannya lelaki itu berniat nggak baik sama kamu, apalagi pakaianmu itu."

Adilla mengangguk, dalam hati dia merutuki dirinya sendiri yang sudah berbohong. Danang memang belum mengerti bagaimana dan apa pekerjaannya selama ini. Sekali lagi, Adilla menatap si sahabat karib, mengembuskan napas panjang sebelum melangkah masuk vila.

Maafkan aku, Nang. Belum saatnya kamu tahu pekerjaanku. Aku harap saat itu tiba, kamu masih mau berteman.

Perempuan sahabatnya itu sudah masuk ke vila. Setelah tak terlihat lagi, Danang menelepon istrinya, memberi tahu bahwa uang belanja akan segera ditransfer oleh Adilla. Selain mengabarkan tentang transfer uang, dia juga bercerita tentang keanehan yang dilihatnya hari ini dan hari-hari sebelumnya selama bekerja.

"Mas, pekerjaanmu halal, 'kan?" tanya istri Danang, Dewi Safitri.

"Halal, Dik. Mas kerja sebagai penjaga vila yang disewakan sama Pak Eric."

"Terus kerjaan Adilla apa? Kenapa dia sampai berpakaian seperti perempuan penjaja cinta?" Terlanjur kata penjaja cinta keluar dari mulut Dewi. Rasa penasaran kian besar di hatinya.

"Hust jangan sembarangan kalau ngomong. Sahabatku nggak mungkin ngelakuin itu. Dia perempuan baik-baik, lagian kita punya hutang budi sama dia."

"Ya, siapa tahu, Mas." Dewi mengakhiri panggilannya saat sang suami sedikit berkata keras setelah dugaan itu muncul.

Sementara di dalam vila, Adilla tengah bekerja memuaskan pelanggannya. Waktu yang sudah disepakati ternyata diperpanjang oleh lelaki hidung belang itu. Servis memuaskan dari sang pemain membuatnya ketagihan.

Adilla bahagia saja. Perpanjangan waktu dari lelaki itu akan mempertebal pendapatannya. Sebelum perpanjangan waktu di mulai, perempuan itu minta untuk istirahat. Dia keluar dengan pakaian minim ke dapur, mencoba membuat sesuatu untuk meningkatkan stamina permainannya nanti.

Sambil membuat minuman, Adilla bermain gawai. Mentransfer uang titipan Danang untuk sang istri dan juga pada ibunya. Kebahagiaan tersendiri bisa menafkahi keluarga walau dirinya harus bekerja seperti ini.

Suara derap langkah terdengar, Adilla menoleh. Ternyata lelaki hidung belang itu, dia langsung memeluk dengan segala hasrat. Tanpa diketahui keduanya, Danang masuk dari pintu belakang hendak membuat kopi. Kakinya mendadak seperti ada lem yang menempel kuat.

Ya Allah. Jangan biarkan prasangka buruk ini ada di hatiku. Erum adalah perempuan yang baik. Nggak mungkin dia bekerja seperti itu.

Menjelang malam, Adilla masih belum keluar dari vila. Danang makin khawatir saja. Dia kembali menelepon sang istri, bertanya apa uang yang dititipkan sudah masuk rekening.

"Mas, kamu nggak ada hubungan apa-apa sama Erum, 'kan?" tanya Dewi.

"Ya enggak, lah. Dia itu sahabatku dari kecil. Jangan aneh-aneh mikirnya."

"Masalahnya tadi siang kamu cerita pakaian dia seksi banget. Aku jadi khawatir."

"Jaga anak-anak aja. Nggak perlu mikir macam-macam. Aku niat kerja buat masa depan kalian bukan mau nakal dan sebagainya. Aku tutup dulu, ya. Mobil Erum sama tamunya Pak Eric udah keluar." Danang keluar dari pos penjagaan dan membuka gerbang untuk mereka.

Adilla membuka kaca mobil, lalu berkata, "Nang, uang untuk istrimu udah aku transfer siang tadi. Maaf, yo, baru ngabari."

"Iya, Rum. Aku udah tanya istriku tadi, kok. Makasih, ya."

Di mobil, lelaki yang bersama Adilla mengeluarkan selembar uang kertas berwarna merah. Menyerahkannya pada Adilla untuk Danang.

"Nang, ini hadiah dari tamunya Pak Eric sebagai ucapan terima kasih," kata Adilla. Mobil yang ditumpanginya segera melaju tanpa sempat Danang mengucap terima kasih.

Kalian begitu baik. Semoga prasangku tadi siang semuanya salah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status