Share

8. Prasangka

Author: pramudining
last update Last Updated: 2022-04-12 07:30:04

Happy Reading

*****

Kian hari, pertanyaan Danang kian menggunung. Vila yang dia jaga tak pernah sepi tiap malam, tetapi saat pagi hari keramaian itu lenyap tak berbekas. Bagaimana keadaan Adilla pun lelaki itu tak mengetahuinya karena hampir sebulan bekerja tak sekalipun bertemu dengan sahabatnya. Hari ini, sang sahabat ada pekerjaan ke vila, demikian info yang didapat tadi pagi.

Awan bergerak mengikuti arus angin, cuaca yang semula panas kini berubah mendung. Danang menatap layar ponsel di mana ada foto istri dan anak-anak yang terpasang sebagai walpaper-nya. Ah, rindu ternyata tak tahu tempat. Hadir seenaknya tanpa tahu kondisi saat ini yang tengah bekerja berjuang mencari uang untuk menafkahi keluarga.

Senyum-senyum sendiri bak orang gila, Danang membayangkan kebahagiaan istri dan anak-anak ketika nanti gaji dikirimkan. Lelaki itu berniat menitipkan uang untuk keperluan rumah tangganya pada Adilla. Dia sengaja meminta si bos untuk memberinya uang tunai karena sebagian akan digunakan untuk keperluan dirinya sendiri satu bulan ke depan. Sisanya barulah akan ditransfer pada sang istri.

Klakson mobil berbunyi dengan keras saat Danang tengah asyik melamun. Mendongak kepala dan terlihatlah senyum Adilla bersama seorang lelaki tak dikenal di mobil. Gegas dia membukakan pintu pagar. Tak biasa melihat sahabatnya dengan pakaian yang begitu seksi, matanya menyipit.

"Lagi ngelamun, ya, Nang. Sampai nggak tahu ada mobil masuk." Adilla menyapa sahabatnya terlebih dulu, sadar akan tatapan curiga darinya.

"Iya, Rum. Maaf, ya." Lelaki itu kembali ke pos penjagaan setelah mobil yang ditumpangi Adilla masuk.

Lelaki yang bersama Adilla memarkirkan mobil. Mengajak Perempuan itu turun untuk segera memenuhi hasratnya. Satu remasan pada squisi hidup diberikan agar Adilla tidak berlama-lama ngobrol dengan satpam tadi.

"Tenang! Aku cuma mau minta nomer rekening, dia nitip transfer ke istrinya di kampung," kata Adilla.

"Oke, Honey." Lelaki itu memegang tangan Adilla dan mengarahkan pada gundukan diantara pahanya. "Aku udah nahan lama ini."

Adilla tertawa keras. Selalu saja para tamunya seperti itu. Tak sabar mencicipi serabi miliknya yang terkenal sangat legit. "Jangan khawatir. Aku pasti kasih servis paling memuaskan yang nggak pernah kamu bayangkan sebelumnya."

Dari cara Adilla turun sampai pakaian seksi yang digunakan, Danang menatap intens. Penampilan sahabatnya itu jauh dari keseharian yang selama ini dilihat ketika pulang kampung. Semakin dekat sang sahabat, lelaki itu makin menyipitkan mata.

"Rum, ojo make baju kayak gitu, malu. Mosok baju kurang bahan kamu pakai," ucap Danang.

"Oalah, iya. Aku lupa, Nang. Tadi terburu-buru diajak sama temene Pak Eric. Aku lupa ganti." Alasan yang dibuat-buat oleh Adilla untuk menutupi pekerjaan yang sesungguhnya.

"Pake ini!" Danang menyerahkan jaketnya. "Oh, ya. Ini uang yang mau aku transfer sekalian nomer rekening istriku. Aku udah nunggu kamu dari pagi tadi, lho."

Adilla menyambut jaket yang diberikan oleh sahabatnya. Sekalipun enggan memakai, tetapi perempuan itu berusaha menghargai. "Aku masuk dulu, ya. Ntar kalau udah transfer tak kabari. Nggak enak ninggalin sahabatnya Pak bos sendirian. Aku juga harus bersih-bersih ruangan yang mau dia sewa."

"Ya, silakan aja," kata Danang, "Rum, hati-hati. Kelihatannya lelaki itu berniat nggak baik sama kamu, apalagi pakaianmu itu."

Adilla mengangguk, dalam hati dia merutuki dirinya sendiri yang sudah berbohong. Danang memang belum mengerti bagaimana dan apa pekerjaannya selama ini. Sekali lagi, Adilla menatap si sahabat karib, mengembuskan napas panjang sebelum melangkah masuk vila.

Maafkan aku, Nang. Belum saatnya kamu tahu pekerjaanku. Aku harap saat itu tiba, kamu masih mau berteman.

Perempuan sahabatnya itu sudah masuk ke vila. Setelah tak terlihat lagi, Danang menelepon istrinya, memberi tahu bahwa uang belanja akan segera ditransfer oleh Adilla. Selain mengabarkan tentang transfer uang, dia juga bercerita tentang keanehan yang dilihatnya hari ini dan hari-hari sebelumnya selama bekerja.

"Mas, pekerjaanmu halal, 'kan?" tanya istri Danang, Dewi Safitri.

"Halal, Dik. Mas kerja sebagai penjaga vila yang disewakan sama Pak Eric."

"Terus kerjaan Adilla apa? Kenapa dia sampai berpakaian seperti perempuan penjaja cinta?" Terlanjur kata penjaja cinta keluar dari mulut Dewi. Rasa penasaran kian besar di hatinya.

"Hust jangan sembarangan kalau ngomong. Sahabatku nggak mungkin ngelakuin itu. Dia perempuan baik-baik, lagian kita punya hutang budi sama dia."

"Ya, siapa tahu, Mas." Dewi mengakhiri panggilannya saat sang suami sedikit berkata keras setelah dugaan itu muncul.

Sementara di dalam vila, Adilla tengah bekerja memuaskan pelanggannya. Waktu yang sudah disepakati ternyata diperpanjang oleh lelaki hidung belang itu. Servis memuaskan dari sang pemain membuatnya ketagihan.

Adilla bahagia saja. Perpanjangan waktu dari lelaki itu akan mempertebal pendapatannya. Sebelum perpanjangan waktu di mulai, perempuan itu minta untuk istirahat. Dia keluar dengan pakaian minim ke dapur, mencoba membuat sesuatu untuk meningkatkan stamina permainannya nanti.

Sambil membuat minuman, Adilla bermain gawai. Mentransfer uang titipan Danang untuk sang istri dan juga pada ibunya. Kebahagiaan tersendiri bisa menafkahi keluarga walau dirinya harus bekerja seperti ini.

Suara derap langkah terdengar, Adilla menoleh. Ternyata lelaki hidung belang itu, dia langsung memeluk dengan segala hasrat. Tanpa diketahui keduanya, Danang masuk dari pintu belakang hendak membuat kopi. Kakinya mendadak seperti ada lem yang menempel kuat.

Ya Allah. Jangan biarkan prasangka buruk ini ada di hatiku. Erum adalah perempuan yang baik. Nggak mungkin dia bekerja seperti itu.

Menjelang malam, Adilla masih belum keluar dari vila. Danang makin khawatir saja. Dia kembali menelepon sang istri, bertanya apa uang yang dititipkan sudah masuk rekening.

"Mas, kamu nggak ada hubungan apa-apa sama Erum, 'kan?" tanya Dewi.

"Ya enggak, lah. Dia itu sahabatku dari kecil. Jangan aneh-aneh mikirnya."

"Masalahnya tadi siang kamu cerita pakaian dia seksi banget. Aku jadi khawatir."

"Jaga anak-anak aja. Nggak perlu mikir macam-macam. Aku niat kerja buat masa depan kalian bukan mau nakal dan sebagainya. Aku tutup dulu, ya. Mobil Erum sama tamunya Pak Eric udah keluar." Danang keluar dari pos penjagaan dan membuka gerbang untuk mereka.

Adilla membuka kaca mobil, lalu berkata, "Nang, uang untuk istrimu udah aku transfer siang tadi. Maaf, yo, baru ngabari."

"Iya, Rum. Aku udah tanya istriku tadi, kok. Makasih, ya."

Di mobil, lelaki yang bersama Adilla mengeluarkan selembar uang kertas berwarna merah. Menyerahkannya pada Adilla untuk Danang.

"Nang, ini hadiah dari tamunya Pak Eric sebagai ucapan terima kasih," kata Adilla. Mobil yang ditumpanginya segera melaju tanpa sempat Danang mengucap terima kasih.

Kalian begitu baik. Semoga prasangku tadi siang semuanya salah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Mantan Pelacur   31. Dua Hati Menyatu (2)

    Para tamu undangan mulai berdatangan. Sang mempelai lelaki juga siap di depan meja yang telah disediakan untuk pengucapan akad. Di depan Angga, ada suami Ustazah Almira yang akan menuntunnya mengucap taklik pernikahan dengan Adilla.Anwar sebagai wali dari pernikahan saudara tertuanya, mewakilkan pada Ustaz Ahmad untuk menjabat tangan Angga. Diperlukan waktu kurang satu menit saja untuk mengucap ikrar suci pernikahan. Setelahnya, Angga dan Adilla sah menjadi suami istri.Tangis haru dan bahagia dari kedua orang tua yang mendampingi sang mempelai perempuan menjadi saksi pergantian status Adilla. Saat tirai yang memisahkan tempat duduk mereka terbuka, Angga melihat dengan jelas kecantikan istrinya.Lelaki itu mendekati istrinya setelah mencium telapak tangan Sumaiyah dan juga Muawiyah sebagai rasa bakti kepada dua perempuan itu. Angga melirik sebentar sang istri sebelum mengarahkan tangan kanannya. Dia kemudian mencium kening Adilla dan membacakan doa yang diaminkan oleh seluruh keluarga

  • Sang Mantan Pelacur   30. Dua Hati Menyatu (1)

    Angga meminta Muawiyah memajukan tanggal pernikahannya. Tak sabar rasanya ingin bersanding dengan sang pujaan. Semakin hari, lelaki itu dibuat gemas dengan sikap Adilla yang malu-malu tiap kali mereka bertemu. Terkadang, lelaki itu diabaikan dan lebih asyik bermain dengan Safika atau berbincang bersama sang bunda.Seperti saat ini, ketika Angga bertamu ke rumah membahas pernikahan. Si calon malah sibuk dengan menyiapkan minuman. Setelah itu Adilla malah tak menemaninya berbincang. Perempuan itu masuk dengan membawa Safika bersamanya."Sabar, Ngga. Tinggal seminggu lagi. Masak udah nggak tahan?" goda Muawiyah.Angga menarik garis bibirnya. Semakin lama, peresaannya pada Adilla semakin besar. Dia sungguh merasa bahagia ketika dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih baik seperti keinginannya dulu. Mendengar tawa Safika dan calon istrinya, lelaki itu berpamitan untuk menghampiri mereka."Sayang, dipanggil Uthi," kata Angga pada putrinya."Kenapa, Pi?""Nggak tahu." Sambil mengangka

  • Sang Mantan Pelacur   29. Cinta Itu

    Happy Reading*****Waktu terus berlalu terhitung seminggu sudah terlewati, Muawiyah mulai sibuk mempersiapkan acara pertunangan. Bagaimanapun juga, pertunangan putranya harus dirayakan dengan meriah walau bukan yang pertama. Hari ini, dia ada janji ketemuan dengan sang calon menantu di butik untuk mengambil gamis yang akan dipakai pada acara tersebut."Bunda aja yang masuk, aku tunggu di sini," kata Angga. Mereka sudah ada diparkiran butik, tetapi lagi-lagi lelaki itu ragu untuk menemui calon yang dipilih bundanya walau dia sendiri yang memutuskan menerima."Ya, udah kalau gitu," tanya Muawiyah, "Sayang kamu ikut Uthi turun nggak?" Bertanya pada Safika."Enggak, Thi. Aku di sini aja sama Papi." Bocah kecil itu memainkan boneka setelah uthinya keluar.Beberapa puluh menit menunggu ternyata membuat Angga jenuh. "Sayang, gimana kalau kita ke Uthi?"Safika menggerak-gerakkan bola mata. "Ayo!" ucapnya kemudian.Mereka berdua turun dan masuk ke butik. Suara Safika memanggil-manggil uthinya

  • Sang Mantan Pelacur   28. Duhai Hati

    Happy Reading*****Lebih dari dua minggu Angga belum memberi jawaban pada sang Bunda. Sementara hubungan Muawiyah dengan calon yang dipilih makin dekat saja. Sejak perempuan itu pulang ke rumahnya seminggu lalu, Safika sering minta di antar main ke sana.Cucu perempuannya itu sudah mengenal seluruh keluarga calon istri Angga. Hari ini Muawiyah mengajak sang putra untuk bertemu dengan calonnya. Sejak pagi, papinya Safika sudah diwanti-wanti pulang lebih awal dari jadwal kerja biasanya.Patuh, lelaki dengan kemeja hitam dan celana biru dongker itu menuruti permintaan bundanya. Angga memang tidak berniat ke kantor hari ini, dia akan menemui Anwar sekali lagi. Memastikan bahwa Adilla tidak sedang di kota ini dan memastikan peresaannya.Tegap langkah kakinya memasuki toko yang semakin hari semakin banyak pengunjung datang. Kaca mata hitam dengan tangan kanan masuk ke kantong, penampilan Angga mampu membuat para pembeli perempuan di toko itu melirik. Bisik-bisik pun terjadi, tetapi lelaki

  • Sang Mantan Pelacur   27. Lamaran

    Happy Reading*****Sekali lagi Ustazah Almira menajamkan pendengaran. "Njenengan beneran mau jadiin Erum mantu, Bu?""Insya Allah, Ust. Cucu saya itu jarang sekali tertawa atau dekat dengan orang yang baru dikenal, tapi saya lihat tadi Erum dekat dengannya. Safika itu sudah ditinggal ibunya sejak dia lahir dan anak saya belum mau berumah tangga lagi. Katanya sih nunggu perempuan yang cocok." Muawiyah tertawa.Almira terdiam, memajamkan mata sebentar. Ragu menyelimuti hatinya, apakah akan menceritakan masa lalu Adilla atau tetap bungkam dan membiarkan Muawiyah menikahkan dengan sang putra."Erum memang perempuan telaten dan penyayang selain parasnya yang cantik, tapi saya mau menyampaikan sesuatu berkaitan dengan masa lalunya. Sebenarnya saya mau menyembunyikan ini karena dia sudah berubah dan bertaubat." Lagi-lagi Almira mengembuskan napas panjang."Maksudnya kenapa, Ust?" Muawiyah menyipitkan mata. Di halaman masjid terlihat kedekatan antara cucunya dengan Adilla."Bukan maksud saya

  • Sang Mantan Pelacur   26. Hijrah

    Happy Reading*****Terkadang seseorang itu harus dipukul mundur oleh keadaan untuk bisa kembali pada Sang Pencipta. Adilla menangis di rumah Hendra setelah pulang dari tempat pesta yang memperok-porandakan harga diri. Lelaki yang sudah menganggapnya sebagai anak itu dengan sabar mendengarkan keluh kesahnya."Lalu, apa rencana masa depanmu?" tanya Herman saat tangis Adilla mulai mereda."Bawa aku pergi jauh yang nggak ada seorang pun mengenal," ucap Adilla sesenggukan."Oke. Bilang keluargamu. Aku akan bawa kamu ke tempat di mana nggak akan ada orang jahat atau lelaki yang akan mengenalmu. Apa kamu sanggup?"Adilla mengangguk setuju. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung menghubungi keluarga dan menceritakan semua kejadian yang dialami. Meminta pengertian mereka agar memahami posisinya saat ini. Beruntung, Ibu dan adik-adiknya mengerti walau dia sendiri belum tahu ke mana Herman membawanya.Pagi buta, Herman mengajak Adilla ke tempat baru. Agak jauh dari rumah yang ditinggalinya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status