Share

6. Mereka Sepasang Kekasih?

Tak ada yang menyahut ucapan Agusta sama sekali. Mereka semua terdiam. Sebagian karena takut, sebagian lagi karena tak tahu harus bersikap bagaimana.

"Kalian semua masih punya mata kan? Bisa melihat dengan jelas kan kalau ada orang lain yang terjatuh di sini? Bisa kan? Tapi kalian malah mengejeknya. Di mana rasa peduli kalian pada sesama rekan kerja kalian?" tanya Agusta tajam.

Diana dan Levi saling lirik namun tentu saja mereka tak menjawab sindiran Agusta. Mereka tak mau dipecat hanya gara-gara masalah ini.

"Kenapa kalian diam saja?" teriak Agusta kesal karena tak ada satupun dari mereka yang menjawabnya.

Valentino memberi isyarat pada Agusta agar tak memperpanjang masalah tersebut.

"Kalau kalian tahu dia siapa, kalian pasti tak akan berani menganggunya seperti sekarang," ucap Agusta.

Diana mendongak.

"Maksud Bapak? Memangnya dia siapa, Pak? Dia cuman karyawan baru bagian produksi yang kerjanya aja lelet," ucap Diana.

Agusta menatap tajam Diana.

Agusta berjalan mendekati Diana dan kemudian membungkuk agak rendah. Agusta yang memiliki tinggi sekitar seratus delapan puluh lima sentimeter itu menyipitkan matanya.

Agusta membuat Diana terkesiap saat tiba-tiba saja dia mendekatkan kepalanya di sebelah telinga Diana.

"Kau mungkin tak ingin tahu dia siapa, Diana," bisik Agusta pelan.

Valentino menahan napasnya saat Agusta mendekati Diana. Dia takut karena emosinya sedang meluap, bisa-bisa Agusta membuka penyamaran dirinya.

"Dia pasti bukan orang penting. Kalau dia orang penting, Bapak nggak mungkin menutupi seperti ini," ucap Diana yakin. Namun ada raut takut di wajahnya yang membuat Agusta tersenyum puas.

"Begini saja. Yang jelas, saya dan dia memiliki hubungan khusus. Dan dia sangat penting bagi saya. Begitu juga sebaliknya. Saya sangat penting untuknya," bisik Agusta santai.

Diana langsung menatap ke arah Agusta dengan kaget.

Agusta menyeringai dan berjalan kembali menuju ke tempat Valentino berdiri.

"Aditya, ikut ke ruangan saya sekarang juga!" perintah Agusta.

Valentino pun mengekor Agusta beranjak dari sana.

Diana masih tak sanggup berkata-kata.

Dia hanya menatap nanar Agusta dan Valentino yang sekarang masuk ke dalam lift.

Agusta bahkan mengedipkan matanya ke arah Diana dan menyeringai seperti binatang buas.

"Diana, apa yang terjadi? Apa yang dikatakan oleh Pak Agusta? Kenapa tiba-tiba muka kamu jadi pucat begitu?" tanya Levi cemas.

Diana masih terdiam. Dia belum bisa merespon apa yang dikatakan Levi.

"Hei, jangan bikin aku penasaran dong! Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu jadi terlihat seperti idiot begini?" ucap Levi khawatir.

Diana yang kembali mendapatkan kesadarannya, menoleh ke arah Levi.

"Tolong ambilkan aku air minum!" pinta Diana.

"Cindy, minta air minum dong!" pinta Levi.

Cindy yang memang sedang membawa sebotol air mineral pun langsung memberikan botol yang belum dibuka itu.

Levi segera menyerahkan botol air mineral itu pada Diana.

"Minum dulu nih!" ucap Levi.

Diana segera meminumnya sampai setengah botol.

"Levi, itu nggak mungkin kan kalau Pak Agusta sama si culun itu... "

Diana menelan salivanya. Dia tak sanggup meneruskan kata-katanya.

"Kenapa sama mereka?" tanya Levi heran.

"Itu, Levi. Tadi Pak Agusta tuh bilang sama aku kalau dia dan si culun itu punya hubungan khusus. Kata dia, si culun itu orang yang penting untuk Pak Agusta begitu juga sebaliknya. Lev, Ini otakku udah traveling ke mana-mana loh sekarang," ucap Diana.

Giliran Levi yang syok.

"Diana, Pak Agusta benar ngomong kaya gitu?" tanya Levi dengan suara sedikit serak. Dia masih mencoba meraba-raba arti dari kalimat itu.

"Iya, benar kok. Aku nggak mungkin salah dengar. Dia juga tadi sempat tersenyum eh bukan. Tapi menyeringai," ujar Diana.

Levi dan Diana kemudian saling berpandangan.

"Itu artinya mereka. Mereka..." Kata-kata Levi terputus.

"Mereka pacaran," ucap Levi dan Diana berbarengan.

Levi menggelengkan kepalanya.

"Ini nggak mungkin. Masa Pak Agusta belok sih? Kayanya nggak mungkin. Nggak. Aku nggak percaya. Dia itu mainly banget. Masa iya dia suka sama laki-laki juga? Astaga," ucap Diana.

"Sialan, aku merinding. Tapi kalaupun benar apa yang kita pikirkan ini, pasti yang ngebuat pak Agusta jadi belok ya si culun sialan itu. Duh, aku nggak rela. Pria seganteng dan sekeren pak Agusta jadi belok," ucap Levi dengan nada terdengar kecewa.

"Kalian ini ngomong apa sih dari tadi?" ucap Cindy bingung.

Gadis itu sejak tadi masih berada di sana, namun dia diabaikan oleh Diana dan Levi.

Diana meringis menatap Cindy.

"Eh, maaf Cindy. Aku jadi lupa kalau kamu masih ada di sini. Nggak, ini tuh tadi lagi tebak aja kalau pak Agusta dan si Culun itu... Anu... Mereka itu pasangan kekasih," ucap Levi pelan takut jika ada yang mendengar apa yang dia katakan.

Cindy terdiam sebentar namun kemudian dia tertawa kencang sampai membungkuk.

Diana dan Levi merasa jengkel karena sudah ditertawakan seperti itu.

"Kalian itu dapat pikiran dari mana sih? Bisa-bisanya mikir kalau Pak Agusta itu gay? Gila, kalian," ucap Cindy di sela-sela tawanya.

Diana cemberut langsung.

"Tadi jelas-jelas dia bilang dia dan si culun itu punya hubungan khusus. Terus sama-sama menganggap penting satu sama lain. Kalau mereka bukan sepasang kekasih lalu apa dong?" ucap Diana kesal.

Cindy menghentikan tawanya dan kemudian menatap kedua rekan kerjanya itu secara bergantian.

"Oke, maaf. Tapi sumpah ini lucu banget. Jadi gini, Pak Agusta itu nggak mungkin gay. Dia itu normal senormalnya. Aku aja kemarin baru aja nggak sengaja ketemu dia yang lagi hangout bareng pacarnya. Pacarnya cantik banget lagi. Kaya artis. Ya nggak mungkinlah dia pacaran sama Aditya.

Aneh-aneh aja kalian. Ya udah ah, aku mau balik ke ruang aku dulu," ucap Cindy.

Gadis itu sesekali masih cekikikan saat berjalan pergi.

Diana menepuk jidatnya. Sedangkan Levi baru sadar, mereka pastilah sedang dikerjai oleh Agusta.

"Kenapa aku nggak cari tahu dulu ya? Bodoh benar kita ini. Pak Agusta lagi mengerjai kita rupanya," ucap Levi dengan memanyunkan bibirnya.

***

"Apa yang kau katakan pada gadis itu?" tanya Valentino curiga.

Saat Valentino dan Agusta saat masuk tadi, dia sempat melihat ada seringai yang terbit dari bibir Agusta.

"Apa ini penting untukmu?" tanya Agusta balik. Dia menyeringai lagi.

Valentino semakin penasaran.

"Tentu saja. Katakan! Aku jadi semakin curiga jangan-jangan kau mengatakan identitasku yang sebenarnya. Kau tidak sedang bermain-main kan, Agusta?" tanya Valentino serius.

Agusta menoleh.

"Aku tak akan mungkin membongkar identitasmu meski nyawaku taruhannya, brother. Aku sudah berhutang banyak kepada almarhum ayahmu, jadi aku bisa jamin kesetiaanku ada sama kamu," janji Agusta.

"Lalu? Apa yang kau katakan sampai gadis itu terlihat pucat?" desak Valentino.

"Akan kukatakan tapi berjanjilah kau tak akan mencekik aku. Oke?" ucap Agusta.

"Iya, oke. Cepatlah!" ucap Valentino tak sabar.

Agusta tersenyum miring lagi.

"Aku mengatakan kepadanya kalau kita ada hubungan khusus. Aku penting bagimu dan kau penting bagiku," ucap Agusta tenang.

Valentino tercenung. Sedangkan Agusta menunggu reaksi temannya itu dan bersiap-siap untuk menyelamatkan dirinya.

Valentino langsung menatap ke arah Agusta yang sedang menyeringai lagi.

"Sialan, itu berarti kau mengatakan kalau kita itu sepasang kekasih?" pekik Valentino.

Agusta langsung lari duluan dan masuk ke dalam ruangannya untuk mengindari Valentino yang sedang mengamuk.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marfil Marfil
lucu banget,karna di bilang gay............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status