Demi mencari pembunuh tunangannya yang menurut kabar ada di ranah politik, Art menerima tawaran Jared Filmore untuk bergabung dengan kesatuan pengamanan milik orang nomor satu di negara itu, dengan tugas khusus menjadi pengawal putrinya. Jared tertarik padanya setelah mengetahui kekuatan Art saat bertarung melawan musuh di kediaman Filmore. Art tidak sengaja menunjukkan kemampuan, padahal saat itu tugasnya hanya sebagai seniman yang disewa Jared si presiden untuk melukis kamar putrinya.
View More“Tuan Presiden!” Suara Art setengah memekik, menunjukkan keterkejutan. Sesosok wajah menguasai penglihatannya saat ini.
Jared Filmore, pria nomor satu di negara itu datang dengan kawalan ketat, berjejer para pria tinggi dengan jas hitam senada di belakangnya. Siapa yang percaya ini? Tidak ada, bahkan dirinya sendiri. Art si pelukis tidak terkenal kedatangan tamu agung yang dielukan seluruh penjuru negeri karena kepemimpinan yang bagai oase di tengah gurun---katanya.Pengetahuan Art hanya sebatas pria itu adalah seorang presiden. A I U E O-nya, dia merasa tidak tertarik untuk tahu."Apakah Anda Tuan Artlan?" tanya Jared.Dengan sedikit gugup Art menjawab, “Benar, Tuan. Saya Artlan,” akunya. Sebisa mungkin menata diri agar tidak terlihat konyol. “Tapi mereka memotongnya menjadi Art,” dia menambahkan.Jawaban itu menarik senyuman tipis di bibir Jared, mengangguk ringan sedikit merasa lucu. Entah siapa 'mereka' yang dimaksud oleh pemuda berambut gondrong itu. "Umm, Tuan Artlan ....”"Art! Sebut saja Art! Tidak perlu sekompleks itu. Saya merasa tidak pantas, terlebih oleh orang seperti Anda."Jared terkekeh kecil menanggapi sikap yang apa adanya. "Memangnya seperti apa aku?"Art tersenyum 'tak berlebihan. "Sepertinya tidak perlu saya jelaskan, Anda sudah tahu jawabannya, Tuan."Jared malah tertawa. "Baiklah kalau begitu,” katanya tidak memperpanjang. "Jadi Art, bolehkah saya masuk?"Art kelabakan sendiri menyadari kebodohannya, membiarkan pembicaraan dengan orang penting berlangsung di ambang pintu. "Oh, maaf dengan itu," katanya. "Silakan, Tuan." Dia menepi dengan satu tangan terjulur ke dalam memberi ruang pada tamu istimewanya untuk masuk. "Maaf, tempatnya sedikit berantakan.""Tidak masalah," tanggap Jared.Sebuah bangunan kecil dan sederhana. Terletak di antara himpitan sungai kecil dan sebidang tanah yang ditanami beberapa jenis bunga dan sayuran. Tidak ada yang berantakan di dalam rumah seperti yang dikatakan Art tadi, semua tersusun sesuai porsi dan kepantasan yang lumayan menyita mata.Jared Filmore dengan tetap diikuti dua pengawal berkeliling melihat-lihat. Bukan dinding bercat kelabu atau lampu yang tergantung seperti cula badak yang menjadi sejurus perhatiannya, dia menikmati beragam lukisan indah yang dihasilkan oleh kemahiran tangan seorang pemuda bernama Art. “Lukisan-lukisan yang indah. Karya yang tak pantas dibelakangi.” Dari lukisan, pandangan Jared beralih ke wajah Art, ada senyuman bangga di wajahnya yang tak lagi muda. "Sesuai dengan namamu, Art ... kau adalah seni."Art menanggapi pujian itu dengan ucapan terima kasih sedalam hati. "Saya tersanjung. Terima kasih, Tuan Presiden."Jared tersenyum lagi.Tepat di sebilah dinding yang tergores lukisan pemandangan indah di dasarnya, Jared melebarkan senyum. Menyapu setiap detail dengan perasaan lebih bangga lagi. "Inilah alasan kenapa aku datang kemari menemuimu, Nak. Aku melihat karya yang sama di taman kota, dan ada namamu di sana." Lantas dia menoleh Art yang nampak canggung berdiri di sampingnya. "Aku ingin kau melukis dinding rumahku sebagai hadiah untuk putriku."ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ“Kau memancing ikan yang besar. Pergilah dan lakukan kesenanganmu. Hari ini tidak ada tugas yang penting.”Art memulas senyum menyikapi lawan bicara di line telepon. "Kupegang kata-katamu, Pak Tua," ujarnya seraya meraih sebotol parfum lalu menyemprotkan asal saja ke leher serta bagian dada. Cermin di dalam kamar bernuansa monokrom itu nampak bening memantulkan bayangannya yang tidak pernah berlebihan dalam segala hal, kecuali beberapa yang mencubit ketenangannya. “Jangan menggangguku dengan misi yang mendadak.”Lawan bicara di seberang tertawa keras, "Kali ini kau boleh mematikan ponsel. Aku akan sibuk di dapur untuk menggulung sushi."Panggilan diputus.Layar ponsel ditatap Art sembari tersenyum sebal. "Sialan itu! Awas saja kalau sampai dia berulah dengan panggilan yang tiba-tiba.” Lalu dimasukannya benda pintar itu ke dalam saku celana.Semua yang dibutuhkan telah menyatu di dalam tas ukuran sedang, Art menentengnya di tangan kanan. Waktu mendorongnya keluar untuk menjalankan permintaan seorang Jared Filmore yang katanya ingin dibuatkan lukisan dinding.Dari rumah galery, Art melaju bersama sebuah sepeda motor yang dibelinya dari Tobias Ricky, seorang teman yang bergelut dengan dunia balap dan otomotif.Satu jam lebih setengah, waktu yang dimakan untuk sampai di istana Filmore.Setelah memastikan motornya terparkir dengan baik, lelaki muda itu berjalan memasuki area halaman dengan tas gendong di balik punggung, melangkah tanpa canggung. Pandangan disapukannya ke sekitaran, ada banyak penjaga mengisi beberapa titik.Melihatnya berjalan, para penjaga itu memasang kewaspadaan tinggi, berpikir dirinya mungkin saja seorang penjahat, atau terburuknya dia dianggap orang gila yang meminta segigit apel.Tapi kemudian seorang pria dengan usia mungkin setengah abad atau lebih, datang dari dalam rumah dan menghampiri."Apakah kau yang bernama Art?"Angguk dan jawaban 'iya' dari Art langsung dibalas cepat dengan gestur mempersilakan untuk masuk ke dalam rumah oleh pria itu.Para penjaga kembali ke posisi tegak, mematahkan kewaspadaan mereka terhadap pemuda yang dilihat dari sisi mana pun tidak ada pantas-pantasnya sebagai tamu keluarga naratama, dia datang dengan sebuah motor butut. Dari segi penampilan, Art juga terlalu apa adanya. Jeans panjang dipadu kemeja putih dibalut rompi rajut bercorak zigzag, membalut tubuhnya yang entah berotot atau tidak. Ukuran longgarnya terlalu menginterupsi."Panggil aku Paman Delbert."Mendengar perkenalan dari pria tua itu, Art mengangguk diiringi senyum. "Baik, Paman Delbert."Perjalanan Art bersama si pria tua sudah sampai di sebuah koridor setelah melewati tiga ruangan luas. Ada sepasang pintu elevator, mereka berdua memasuki kotak logam itu bersamaan, sampai berakhir di lantai empat."Ini adalah dinding yang disiapkan Tuan Presiden." Delbert menunjukkan dengan tangannya. Sebilah dinding di sebuah ruangan yang luasnya berkisar lima kali lima meter, sudah tersaji dengan cat seputih salju. “Dan ini adalah foto yang harus kau lukis.”Art mengecilkan mata saat melihat sebingkai foto di atas meja kecil yang di dalamnya berisi potret seorang gadis dengan senyuman lebar tak dibuat-buat. "Kenapa aku merasa tak asing dengan wanita itu," kata hatinya, naik ke kepala lalu memikirkannya."Nona Krystal Filmore, putri satu-satunya Tuan Presiden." Pak Tua Delbert memberitahu seolah bisa membaca apa yang ada dalam pikiran pemuda itu."Ouh," Art mengangguk kecil. Dia tahu presiden memiliki seorang putri, tapi baru tahu jika sosoknya seperti itu--yang ada di foto. "Lalu di mana Tuan Presiden?" tanyanya mengesampingkan pikiran lucu tentang sosok seorang Krystal.“Tuan Presiden ada pertemuan dengan para menteri. Beliau menyerahkan semua bagian ini padaku," jelas Delbert. Terang saja, pria itu dalah orang kepercayaan Jared untuk mengurus segala hal mengenai rumah.Art mengangguk paham tanpa bertanya lagi.Meja berisi vas foto Krystal tadi diluruskan Delbert untuk mempermudah lingkup pandangan Art. "Lukislah sebaik mungkin, Nak. Jangan kecewakan Tuan Presiden, karena ini disiapkan sebagai kado ulang tahun untuk Nona. Aku akan suruh pelayan mengantarkan makanan dan minuman untuk menemani pekerjaanmu."Art mengangguk dengan senyuman. “Aku akan berusaha.”“Aku bisa menyeret bajingan yang sudah menghancurkan putrimu tiga tahun lalu.”Mata Shiloh langsung nyalak melebar. Menegakkan badan perlahan tanpa mengalihkan tatapan dari pemuda itu.“Kau ... bagaimana kau ... bisa tahu tentang putriku?” Suaranya terbata saking terkejut.Sejauh ini, selain beberapa anggota keluarga, tidak ada yang tahu jika Shiloh pernah mengalami kejadian buruk di kediamannya yang saat itu masih di kota, dua tahun lalu.Perampokan rumah, namun putrinya yang masih berusia tujuh belas tahun, juga menjadi korban perkosaan di waktu sama. Hanya saja Shiloh menyembunyikan rapat dari semua orang demi nama baik dirinya dan keluarga.Tapi pemuda di hadapannya ini ... bagaimana bisa tahu semua?“Tidak penting dari mana aku mengetahui, yang jelas aku bisa menyeret berandal itu ke hadapanmu,” Art menegaskan.Shiloh diam di waktu lama, memikirkan dan mencerna bagaimana seorang pengawal bisa mengetahui yang tersembunyi dari dirinya. Matanya masih dalam nyalak, bahkan tanpa berke
BRAK! Tendang keras Art langsung merobohkan pintu yang dasarnya sudah tidak dalam keadaan baik. Dua sejoli di gubuk itu sontak terkejut dan kelabakan. Segera memisahkan diri dari dekapan satu sama lain. Yang wanita dengan dengan cepat menarik kain alas untuk menutupi tubuh polosnya yang berkeringat. “Siapa kau?!” sentak pasangan pria. Di ambang pintu, Art berdecak, “Sepertinya kalian tidak puas hanya dengan satu round saja, ya?” Kedua manusia itu tersentak lagi dan melebarkan mata. Yang wanita terlihat merangsek ke balik punggung prianya, mulai takut. “Katakan siapa kau, Keparat?!” Pria yang masih belum diketahui namanya mengulang pertanyaan. Art mengangkat bahu. Dengan wajah menyebalkan tak tahu malu dia melangkah ke dekat lilin yang hampir habis, tak peduli dua orang itu tak berbusana. “Jangan malu! Aku bahkan sudah melihat yang lebih parah dari kalian,” katanya melihat pria dan wanita itu menarik kain untuk dipakai satu berdua. “Jika kalian adalah diriku dan pasanganku, ka
Dua hari, Art meminta cuti pada Jared sejumlah waktu itu. Mengatakan ada urusan mendadak di luar kota.Jared mengizinkan tanpa syarat mengingat Art cukup bertanggung jawab dengan pekerjaan dan tugas-tugasnya selama menjaga Krystal.Dan saat ini Krystal sibuk memikirkan lelaki itu. Waktu serasa berjalan lambat padahal Art baru pergi dua jam yang lalu. Kesepian tiba-tiba menyelinap lalu menyergap tak tahu malu.Sekarang gadis itu sadar perasaannya pada Art sudah menjadi lain. Namun belum dipastikannya bahwa itu adalah cinta. Mungkin hanya mulai terbiasa dengan arti keberadaan, dan sekarang Art akan menghilang dari pandangan dua hari lamanya.Sederhana saja, Krystal tak ingin mengarahkan hati dan pikirannya terlalu jauh, mengingat Art baru saja kehilangan kekasih yang dicintai, akan terkesan tolol jika menonjolkan diri sebagai wanita yang bahkan tidak bisa disebut teman.Tapi jika bukan teman, lalu ... bagaimana dengan istri?Selama ketidakberadaan Art, Goon yang diminta Jared secara khu
Raul Abellard sudah hampir gila. Terror yang terus diterimanya dari Goblin seperti kutukan. Dia sempat mengutus orang-orangnya untuk mengejar musuh gila yang seperti hantu, tapi yang ada justru mereka yang dibuat tidak berdaya oleh Goblin.Menjebak melalui beberapa ranjau, juga 'tak berhasil menangkap buruannya yang bergerak secepat cahaya.Seminggu lalu istrinya mendapat kiriman paket yang didalamnya berisi jaket bulu angsa yang sangat mewah, namun bertabur ribuan belatung dan cacing tanah.Jantung Nyonya Abellard langsung mendapat sinyal urgent dan dilarikan ke rumah sakit saat itu juga. Itu kedua kali.Petter Abellard, anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku SMP, ditangkap dewan sekolah karena memainkan game orang dewasa berbau por.no, itu perbuatan Daichi yang menggantinya.Sangkalan Abellard kecil belum bisa diterima sampai akhirnya mendapat skors selama dua minggu dari sekolah.Hosseana juga mendapat bagiannya, tapi tidak seburuk yang didapat ibu dan adiknya beberapa waktu
Rasanya dingin, setiap tetes terasa langsung menembus ke pori-pori. Tetesan air hujan .... Raul Abellard seketika membuka mata, bangun dari buaian, lalu membelalak terkejut saat menyadari tetesan itu bukan dari hujan seperti dalam mimpinya. Didapati sebuah tangan tengah asyik menciprati wajahnya dengan air. Bangkit dengan cepat lalu menjauh ke sudut ranjang. "Siapa kau?" Siapa lagi kalau bukan Goblin. Dari balik masker dan kacamatanya dia menyeringai. Gelas berisi air yang baru saja dia gunakan untuk membangunkan Raul, diletakannya kembali ke tempat asal, di atas nakas di samping ranjang. "Aku?" Art menunjuk dirinya sendiri. "Bukankah kau pernah mengirim surel ke email-ku untuk sebuah permintaan?" Sofa tunggal lengkung yang tersandar di satu sisi didudukinya bersilang kaki. "Chip berisi rekaman makar yang dicuri seseorang darimu." Itu bukan teka-teki, Raul langsung tahu siapa dia. "Goblin." ... Ternyata dia nyata. Menanggapi itu, ekspresi takutnya langsung berganti dengan
"APA?!"Daichi dan Joy Raymon memekik bersamaan."Ja-jadi ... kau dan gadis cantik itu ... sudah menikah?"Joy terbata, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Art.Art mengangguk tanpa beban. "Ya, begitulah." Sebutir biskuit diambil dari piring lalu dikunyahnya. "Tapi aku dan dia memutuskan untuk tak mempermasalahkan. Kami akan bersikap seperti tak ada yang terjadi.""Kenapa begitu?" Joy menelisik, mengerut kening makin tak paham."Ya karena kami tak terbawa saja. Orang-orang di desa itu aneh. Mana ada pernikahan dijadikan hukuman," Art menggeleng tak habis pikir. "Bukankah itu terlalu manis?" Lalu tersenyum menggoda kejombloan teman-temannya."Aku tak tergoda," seloroh Daichi. "Art!" Lalu memanggil temannya itu."Hmm," sahut pemilik nama, masih sibuk dengan biskuit yang kini sisa setengah wadah."Apa nama desa itu tadi?""Nadav," jawab Art langsung, tak bertanya lagi alasan Daichi menanyakan itu. "Zevullun Nadav." Dia bahkan memberitahu nama lengkapnya, nama leng
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments