Bukan Pengawal Biasa

Bukan Pengawal Biasa

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-27
Oleh:  Bintang PerakOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
18Bab
744Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Demi mencari pembunuh tunangannya yang menurut kabar ada di ranah politik, Art menerima tawaran Jared Filmore untuk bergabung dengan kesatuan pengamanan milik orang nomor satu di negara itu, dengan tugas khusus menjadi pengawal putrinya. Jared tertarik padanya setelah mengetahui kekuatan Art saat bertarung melawan musuh di kediaman Filmore. Art tidak sengaja menunjukkan kemampuan, padahal saat itu tugasnya hanya sebagai seniman yang disewa Jared si presiden untuk melukis kamar putrinya.

Lihat lebih banyak

Bab 1

“Tuan Presiden!”

“Tuan Presiden!” Suara Art setengah memekik, menunjukkan keterkejutan. Sesosok wajah menguasai penglihatannya saat ini.

  Jared Filmore, pria nomor satu di negara itu datang dengan kawalan ketat, berjejer para pria tinggi dengan jas hitam senada di belakangnya.

 Siapa yang percaya ini? Tidak ada, bahkan dirinya sendiri. Art si pelukis tidak terkenal kedatangan tamu agung yang dielukan seluruh penjuru negeri karena kepemimpinan yang bagai oase di tengah gurun---katanya.

Pengetahuan Art hanya sebatas pria itu adalah seorang presiden. A I U E O-nya, dia merasa tidak tertarik untuk tahu.

"Apakah Anda Tuan Artlan?" tanya Jared.

Dengan sedikit gugup Art menjawab, “Benar, Tuan. Saya Artlan,” akunya. Sebisa mungkin menata diri agar tidak terlihat konyol. “Tapi mereka memotongnya menjadi Art,” dia menambahkan.

Jawaban itu menarik senyuman tipis di bibir Jared, mengangguk ringan sedikit merasa lucu. Entah siapa 'mereka' yang dimaksud oleh pemuda berambut gondrong itu. "Umm, Tuan Artlan ....”

"Art! Sebut saja Art! Tidak perlu sekompleks itu. Saya merasa tidak pantas, terlebih oleh orang seperti Anda."

Jared terkekeh kecil menanggapi sikap yang apa adanya. "Memangnya seperti apa aku?"

Art tersenyum 'tak berlebihan. "Sepertinya tidak perlu saya jelaskan, Anda sudah tahu jawabannya, Tuan."

Jared malah tertawa. "Baiklah kalau begitu,” katanya tidak memperpanjang. "Jadi Art, bolehkah saya masuk?"

Art kelabakan sendiri menyadari kebodohannya, membiarkan pembicaraan dengan orang penting berlangsung di ambang pintu. "Oh, maaf dengan itu," katanya. "Silakan, Tuan." Dia menepi dengan satu tangan terjulur ke dalam memberi ruang pada tamu istimewanya untuk masuk. "Maaf, tempatnya sedikit berantakan."

"Tidak masalah," tanggap Jared.

Sebuah bangunan kecil dan sederhana. Terletak di antara himpitan sungai kecil dan sebidang tanah yang ditanami beberapa jenis bunga dan sayuran. Tidak ada yang berantakan di dalam rumah seperti yang dikatakan Art tadi, semua tersusun sesuai porsi dan kepantasan yang lumayan menyita mata.

Jared Filmore dengan tetap diikuti dua pengawal berkeliling melihat-lihat. Bukan dinding bercat kelabu atau lampu yang tergantung seperti cula badak yang menjadi sejurus perhatiannya, dia menikmati beragam lukisan indah yang dihasilkan oleh kemahiran tangan seorang pemuda bernama Art.

 “Lukisan-lukisan yang indah. Karya yang tak pantas dibelakangi.” Dari lukisan, pandangan Jared beralih ke wajah Art, ada senyuman bangga di wajahnya yang tak lagi muda. "Sesuai dengan namamu, Art ... kau adalah seni."

Art menanggapi pujian itu dengan ucapan terima kasih sedalam hati. "Saya tersanjung. Terima kasih, Tuan Presiden."

Jared tersenyum lagi.

Tepat di sebilah dinding yang tergores lukisan pemandangan indah di dasarnya, Jared melebarkan senyum. Menyapu setiap detail dengan perasaan lebih bangga lagi. "Inilah alasan kenapa aku datang kemari menemuimu, Nak. Aku melihat karya yang sama di taman kota, dan ada namamu di sana." Lantas dia menoleh Art yang nampak canggung berdiri di sampingnya. "Aku ingin kau melukis dinding rumahku sebagai hadiah untuk putriku."

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

“Kau memancing ikan yang besar. Pergilah dan lakukan kesenanganmu. Hari ini tidak ada tugas yang penting.”

Art memulas senyum menyikapi lawan bicara di line telepon. "Kupegang kata-katamu, Pak Tua," ujarnya seraya meraih sebotol parfum lalu menyemprotkan asal saja ke leher serta bagian dada. Cermin di dalam kamar bernuansa monokrom itu nampak bening memantulkan bayangannya yang tidak pernah berlebihan dalam segala hal, kecuali beberapa yang mencubit ketenangannya. “Jangan menggangguku dengan misi yang mendadak.”

Lawan bicara di seberang tertawa keras, "Kali ini kau boleh mematikan ponsel. Aku akan sibuk di dapur untuk menggulung sushi."

Panggilan diputus.

Layar ponsel ditatap Art sembari tersenyum sebal. "Sialan itu! Awas saja kalau sampai dia berulah dengan panggilan yang tiba-tiba.” Lalu dimasukannya benda pintar itu ke dalam saku celana.

Semua yang dibutuhkan telah menyatu di dalam tas ukuran sedang, Art menentengnya di tangan kanan. Waktu mendorongnya keluar untuk menjalankan permintaan seorang Jared Filmore yang katanya ingin dibuatkan lukisan dinding.

Dari rumah galery, Art melaju bersama sebuah sepeda motor yang dibelinya dari Tobias Ricky, seorang teman yang bergelut dengan dunia balap dan otomotif.

Satu jam lebih setengah, waktu yang dimakan untuk sampai di istana Filmore.

Setelah memastikan motornya terparkir dengan baik, lelaki muda itu berjalan memasuki area halaman dengan tas gendong di balik punggung, melangkah tanpa canggung. Pandangan disapukannya ke sekitaran, ada banyak penjaga mengisi beberapa titik.

Melihatnya berjalan, para penjaga itu memasang kewaspadaan tinggi, berpikir dirinya mungkin saja seorang penjahat, atau terburuknya dia dianggap orang gila yang meminta segigit apel.

Tapi kemudian seorang pria dengan usia mungkin setengah abad atau lebih, datang dari dalam rumah dan menghampiri.

"Apakah kau yang bernama Art?"

Angguk dan jawaban 'iya' dari Art langsung dibalas cepat dengan gestur mempersilakan untuk masuk ke dalam rumah oleh pria itu.

Para penjaga kembali ke posisi tegak, mematahkan kewaspadaan mereka terhadap pemuda yang dilihat dari sisi mana pun tidak ada pantas-pantasnya sebagai tamu keluarga naratama, dia datang dengan sebuah motor butut. Dari segi penampilan, Art juga terlalu apa adanya. Jeans panjang dipadu kemeja putih dibalut rompi rajut bercorak zigzag, membalut tubuhnya yang entah berotot atau tidak. Ukuran longgarnya terlalu menginterupsi.

"Panggil aku Paman Delbert."

Mendengar perkenalan dari pria tua itu, Art mengangguk diiringi senyum. "Baik, Paman Delbert."

Perjalanan Art bersama si pria tua sudah sampai di sebuah koridor setelah melewati tiga ruangan luas. Ada sepasang pintu elevator, mereka berdua memasuki kotak logam itu bersamaan, sampai berakhir di lantai empat.

"Ini adalah dinding yang disiapkan Tuan Presiden." Delbert menunjukkan dengan tangannya. Sebilah dinding di sebuah ruangan yang luasnya berkisar lima kali lima meter, sudah tersaji dengan cat seputih salju. “Dan ini adalah foto yang harus kau lukis.”

Art mengecilkan mata saat melihat sebingkai foto di atas meja kecil yang di dalamnya berisi potret seorang gadis dengan senyuman lebar tak dibuat-buat. "Kenapa aku merasa tak asing dengan wanita itu," kata hatinya, naik ke kepala lalu memikirkannya.

"Nona Krystal Filmore, putri satu-satunya Tuan Presiden." Pak Tua Delbert memberitahu seolah bisa membaca apa yang ada dalam pikiran pemuda itu.

"Ouh," Art mengangguk kecil. Dia tahu presiden memiliki seorang putri, tapi baru tahu jika sosoknya seperti itu--yang ada di foto. "Lalu di mana Tuan Presiden?" tanyanya mengesampingkan pikiran lucu tentang sosok seorang Krystal.

“Tuan Presiden ada pertemuan dengan para menteri. Beliau menyerahkan semua bagian ini padaku," jelas Delbert. Terang saja, pria itu dalah orang kepercayaan Jared untuk mengurus segala hal mengenai rumah.

Art mengangguk paham tanpa bertanya lagi.

Meja berisi vas foto Krystal tadi diluruskan Delbert untuk mempermudah lingkup pandangan Art. "Lukislah sebaik mungkin, Nak. Jangan kecewakan Tuan Presiden, karena ini disiapkan sebagai kado ulang tahun untuk Nona. Aku akan suruh pelayan mengantarkan makanan dan minuman untuk menemani pekerjaanmu."

Art mengangguk dengan senyuman. “Aku akan berusaha.”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
R L
mantap Mag. hidupkan literasi indonesia, gasss
2024-05-29 20:33:14
0
user avatar
Lien Machan
keren kak Thor, semangat upnya ya......
2024-05-15 18:46:43
1
18 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status