Share

Penyesalan Aborsi

Raleigh menuntun tubuh lemah istrinya menuju kamar tidur mereka berdua. Kamar yang biasa mereka gunakan untuk saling bersentuhan dan berbagi cerita tentang susah senang hidup. Itupun ketika Celia lelah mengeluhkan pernikahan yang tidak ia harapkan lalu memutuskan bersedia mencintai Raleigh.

Dalam hati Raleigh, ia masih terus menyangkal vonis Dokter Stevan. Berharap hasil laboratorium itu salah atau tertukar dengan milik orang lain. 

Tertukar? 

"Cel, aku ke mau ke toilet sebentar." Ucap Raleigh setelah memastikan istrinya sudah duduk dengan benar.

Bukan ke toilet, tetapi ia menuju ruang tengah dan mengambil gagang telfon kabel. Tapi sayang sekali, ketika panggilan terhubung, Dokter Stevan sudah selesai praktik dan hanya asisten perawat yang menjawab. Ia hanya bisa menghela nafas panjang lalu lalu duduk termenung.

Harapannya, Dokter Stevan memberi kabar jika hasil pemeriksaannya tertukar. Namun sepertinya itu tidak mungkin. 

Raleigh harus belajar menerima cobaan ini meski ia tidak tahu bagaimana mengikhlaskan dan menyelesaikannya. Sedang keinginan memiliki buah hati begitu besar. 

Kunjungan seorang sahabat ke rumahnya beberapa waktu lalu bersama dengan putri kecil cantik mereka, membuat Raleigh begitu berbunga bunga ingin segera memiliki anak. Lalu hal itu disambut baik oleh istrinya, Celia.

"Aku tidak mau begini!! Aku tidak mau!!" 

Teriakan Celia membuat Raleigh bergegas menghampiri istrinya yang tengah mengamuk di kamar. Melempar segala kosmetik dan parfum miliknya yang tertata rapi. 

"I want a baby! I want pregnant! Aku tidak mau begini!"

"Aku masih muda! Aku tidak mungkin menopause!"

Raleigh berlari menghentikan kekacauan yang dibuat Celia atau rumah ini tidak berbentuk. Saat tangan Celia meraih sebuah vas kristal, Raleigh terlambat mencegahnya kemudian vas itu hancur berbenturan dengan tembok.

Serpihan kristal itu mengenai kaki Raleigh hingga ia mengaduh sakit. Lalu kucuran darah keluar dari telapak kakinya.

"Celia, stop it. Please. Lihat kakiku."

Celia yang bersimbah air mata, rambut acak acakan, dan make up yang telah rusak pun akhirnya menghentikan aksinya. Dia mendekati Raleigh perlahan lalu melihat lukanya. 

Kini, kamar mereka tak ubahnya seperti gudang sehabis kemalingan. 

"Apa ini sakit Ral?" Tanyanya.

Raleigh meringis. "Iya sangat sakit."

"Tapi masih sakit aku Ral. Aku lebih sakit meski tidak berdarah lukanya." Ucapnya sendu dengan menunduk.

Ia bahkan tidak berinisiatif mengambilkan Raleigh obat untuk luka kakinya. 

"Aku juga sakit Cel. Kita sama sama sakit karena berita buruk ini."

"Tapi kamu sehat Ral. Kamu tidak memiliki masalah dengan tubuh dan kesuburanmu. Sedang aku?" Tangisnya kembali pecah. 

"Celia please jangan menangis begini."

"Apa kita akan menua tanpa anak anak Ral? Apa kita akan berakhir di panti jompo?"

"Celia, kita bisa cari cara lain. Dokter Stevan bilang ada solusinya."

"What? Apa solusinya?" Celia menatap Raleigh dengan sorot hancur.

"Dokter Stevan bilang kita bisa mengadopsi atau mencari perempuan yang bersedia mendonorkan sel telurnya untuk kita." 

Celia memandang Raleigh tidak suka. "Donor sel telur katamu?" 

"Iya. Kita bisa melakukannya di Sydney." Ucap Raleigh polos.

Celia berdiri dari duduknya lalu menatap Raleigh yang masih duduk di lantai. "Jadi itu yang kamu pikirkan? Kamu setuju mencari perempuan yang bersedia mendonorkan sel telurnya?"

"Karena itu harapannya Cel. Kita tidak ada solusi lain." 

"Tidak ada solusi lain katamu!!! Kamu mau meninggalkan aku demi perempuan lain yang bisa hamil benihmu? Anakmu? Keturunanmu? Kamu tega Ral! Tega!" Murka Celia dengan menunjuk-nunjuk wajah Raleigh.

"Siapa yang akan meninggalkanmu demi perempuan lain? Aku tidak berpikir begitu Cel."

"Lalu apa namanya jika bukan meninggalkanku demi perempuan lain yang bisa memberimu keturunan heh!? Kamu akan lebih mencintai dia dari pada aku apalagi setelah anak kalian lahir!" 

"Dia hanya mendonorkan sel telurnya untuk kita Celia. Lalu setelah anak itu lahir dia akan menjadi anak kita dan kamu akan menjadi ibunya." 

"Dusta! Kamu berdusta Ral! Semua laki laki akan berkata begitu ketika akan berselingkuh. Mengucap kata kata manis di awal sampai istrinya percaya bahwa tidak akan terjadi apa apa! Lalu seiring berjalannya waktu dia meninggalkan istrinya demi perempuan itu! Aku tahu trik sialanmu itu Raleigh!" 

Celia kembali meraih apapun yang ada disekitar lalu melemparkannya pada Raleigh yang masih menahan sakit di telapak kakinya. 

"Fuck you Raleigh! Bisa bisanya kamu berkata begitu! Ingat dari mana asalmu!" 

Raleigh melindungi kepalanya dengan tangan ketika Celia terus melemparinya dengan apapun. 

"Kamu dengan seenak hati akan mencari perempuan pendonor sel telur tanpa memikirkan perasaanku!! Suami macam apa kamu heh?!" 

"Hentikan Celia!" 

"No! Ini semua salahmu! Salahmu!! Andai waktu itu kamu tidak menyuruhku aborsi, kita pasti sudah memiliki anak sekarang!! Kamu yang menyuruhku! Kamu yang memaksa Ral!" 

Raleigh makin terluka dan bersalah mendengar ucapan Celia. Ucapan yang membuatnya menyesal seumur hidup karena pernah menolak kehadiran calon anaknya di rahim Celia. 

"Dari pada aku harus menderita tanpa memiliki anak, bisakah kamu mengakhirinya dengan membunuhku sekarang?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status