Share

Menutupinya Dari Keluarga

Di rumah bertingkat satu yang tidak terlalu besar itu, Raleigh tinggal berdua dengan istrinya, Celia. Rumah bernuansa cat putih gading itu terlihat selalu rapi, bersih, dan indah dipandang mata.

Maklum saja, Celia pandai merawat rumah dan taman kecil indah di depan rumah. Ia memiliki bisnis florist yang mendatangkan beberapa bunga dari negara tropis.

"Aduh." Keluh Raleigh ketika ia berhasil mencabut tiga serpihan vas kristal yang mengenai telapak kakinya. 

Namun rasa sakit itu tidak seberapa dengan tamparan yang tadi Raleigh dapatkan dari istrinya. Yeah, Celia menamparnya setelah merasa jengah disudutkan terus menerus dengan permintaan Raleigh mencari perempuan pendonor sel telur.

Celia menilai jika mereka tidak bisa memiliki anak karena kesalahan Raleigh menyuruhnya melakukan aborsi. Ah, bukan menyuruh melainkan memaksa Celia melakukan aborsi. 

Saat itu kondisi perekonomian keduanya sedang tidak baik karena belum memiliki pekerjaan pasca menikah. Sedang dokter memberitahu jika Celia tengah hamil.

Mungkin Raleigh terlalu perkasa atau Celia yang sedang berada dalam masa subur sehingga hanya dengan sekali bercinta secara paksa di toilet club, Celia hamil. Bukannya bahagia mendengar kabar kehamilan istri, Raleigh justru tidak siap dengan biaya yang harus ditanggung mengingat biaya hidup di Australia tidak murah. 

Berbekal kenekatan, ia memaksa Celia melakukan aborsi tanpa sepengetahuan kedua keluarga. Celia ragu memilih melakukan aborsi atau tidak, tapi pada akhirnya ia memilih menuruti keinginan Raleigh. Toh, saat itu ia belum mencintai Raleigh.

Selesai membebatkan perban di area telapak kaki, Raleigh berjalan terpincang pincang menggunakan sandal untuk mengambil perlengkapan bersih-bersih rumah. Ia menyapu bersih sudut kamarnya hingga tidak tersisa serpihan kristal sedikit pun lalu membuangnya. 

Lalu menata ranjang, meja rias, dan isi lemari yang terburai sebagian. Ia menyadari kekacauan ini diakibatkan oleh kekesalan dan kemarahan istrinya karena kondisi dan ucapan Raleigh yang seakan mengkhianatinya. 

Tidak sengaja Raleigh menemukan buku pemeriksaan istrinya. Dengan tangan bergetar ia membuka buku itu lalu terpampang jelas foto USG sebuah janin berusia dua bulan. 

Foto janin yang mereka gugurkan. Saat itu Raleigh tidak mau bingung memikirkan tesis yang belum selesai ditambah biaya persalinan yang tidak murah. Ia tidak mungkin meminta uang pada orang tua atau mertuanya.

"I'm sorry baby. I'm sorry." Pertama kali dalam hidupnya, Raleigh menangis tersedu-sedu dengan mendekap foto USG itu.

Perbuatannya di masa lalu hanya menghasilkan penyesalan di masa sekarang. Ia tidak akan bisa mengembalikan calon anaknya kembali ke dunia. 

***

"Celia! Raleigh!" 

Raleigh yang terlelap di lantai sambil memegang foto USG terlonjak kaget mendengar teriakan dan bunyi bel rumah. 

Ia memasukkan kembali buku pemeriksaan itu ke dalam laci, merapikan penampilannya asal, sembari berjalan terpincang-pincang menuju pintu rumah. 

"Mom! Dad!" Kejutnya.

"Why are you so late open the door?" 

Raleigh mempersilahkan keduanya masuk terlebih dahulu kemudian menutup pintu. 

"Where is Celia?" 

"Celia with Valerie. Mom and Dad dari mana?" 

"Kami baru jalan-jalan dari supermarket lalu mampir kemari. Semalam aku mimpi buruk, Celia menangis sambil memotong rambutnya." 

Raleigh berusaha menutupi kegugupan dengan tersenyum tipis. "Aku buatkan teh dulu."

"Ral, ada apa dengan kakimu?" Tanya ibu mertua yang biasa Raleigh panggil Mom Clarie.

"Oh... Ini... Ehm, aku tidak sengaja menyenggol vas kristal lalu menginjaknya."

Mom meringis melihat luka Raleigh. "Biar aku saja yang membuat teh, duduklah." 

Kedua mertuanya adalah orang bule asli Australia dengan rambut pirang dan kulit putih kemerahan. Bertubuh tinggi dan bermata abu abu. 

"Sejak kapan Celia keluar bersama Valerie?" Tanya ayah mertua yang biasa Raleigh panggil Dad Mark.

"Sejak tadi sore Dad."

"Tumben sekali dia belum pulang? Both are you okay?

Raleigh menelan ludah gugup. "We are okay Dad. Aku akan menelfonnya agar segera pulang."

"Ral, katakan padaku, kalian ada masalah apa?"

"Nothing Dad. Mungkin Celia sedang menemani Valerie berbelanja."

Dad menggeleng. "Celia pernah berkata kalau dia akan menerima pernikahan ini dengan sepenuh hati. Kalau kamu saja tidak tahu dimana Celia berada, I can sure both of you are in problem."

Dad Mark sangat peka dengan keadaan rumah tangga mereka, karena ia begitu menyayangi Celia. 

"Hanya masalah kecil Dad. Jangan khawatir. We can handle this."

Dad Mark menghela nafas. "Jangan membiarkan masalah dalam rumah tangga berlarut-larut Ral. Cepat atasi agar tidak menjadi bom waktu."

Kemudian suara deru mobil terdengar bersamaan dengan Mom membawa teh. Betapa terkejutnya ia ketika membuka pintu rumah dengan Celia dibopong Valerie.

Celia sedang mabuk berat.

Tanpa memperdulikan kakinya yang masih terasa perih, Raleigh segera meraih Celia dalam pelukannya dibantu Dad.

"Sorry, Celia lost control. Dia tidak mendengarkanku agar berhenti minum."

Mom yang hendak bertanya pun segera diajak Dad pulang. Dad ingin memberi mereka waktu untuk menyelesaikan masalah ini berdua, bukan dengan campur tangan Mom.

"Apa kamu tidak khawatir Raleigh akan membuat perhitungan dengan Celia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status