Hampir 2 jam para pendekar perpakaian hitam menunggu Lintang di atas daratan.Mereka belum berani beranjak karena tahu bahwa Lintang dan putri Widuri masih ada di sana.Namun menunggu membuat para pendekar itu bosan sehingga pada akhirnya sang pemimpin memutuskan untuk memeriksanya ke atas langit.“Kalian siaga di sini, nanti jika pendekar itu turun, baru serang secara bersamaan,” sang pemimpin memberi perintah.“Kami mengerti,” angguk semua pendekar.Tanpa berbicara lagi, sang pemimpin segera naik ke atas langit. Dia melesat sangat cepat menuju gumpalan awan tempat terakhir Lintang bersembunyi.Namun alangkah terkejutnya pria itu ketika mendapati Lintang tidak ada di sana. Dia mengumpat panjang pendek memaki dirinya sendiri karena tidak melakukan ini sedari tadi.“Bangsat! Ke mana dia?” sang pemimpin mengepalkan tangan.Dia heran karena tidak pernah melihat pergerakan dari Lintang sedari awal. Padahal dari sejak tadi, sang pemimpin terus memantau ke atas langit.Karena mengira diriny
Malam semakin larut mengurung alam dengan kegelapan.Hewan-hewan siang terlelap tidur dipersembunyiannya masing-masing, sementara para nokturnal sedang berpesta dengan mangsa-mangsa mereka.Lintang, Balada, Balangbang, Wirusa, Jaka, Bagas, Ki Larang, Nindhi dan tiga pendekar gadis lain masih bersiaga menunggu buruan mereka datang.Sementara putri Widuri terlelap di dalam kereta yang Balada sembunyikan dibalik semak-semak.Sedangkan para kuda sengaja ditotok oleh Lintang agar tidak menimbulkan suara.Persiapan mereka sudah sangat matang, jebakan, siasat, formasi bertarung, bahkan sampai cara pelarian pun telah Lintang perhitungkan.Sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak terduga, sebagian dari mereka akan langsung dapat melarikan diri bersama kereta.Lintang sangat yakin bahwa pihak musuh pasti masih memiliki para pendekar kuat. Membuat dia tidak bisa memastikan apa akan mampu menghabisi mereka atau tidak.Lintang belum tahu entah apa motif utama para pembunuh itu. Tapi yang jelas mer
Ratusan nyawa pendekar berpakaian hitam melayang di tangan kelompok Balada. Hal itu tentu mengejutkan pemimpin mereka. Dia tidak mengira misi perburuannya akan berakhir dengan pembantaian.Begitu pula dengan 30 pendekar kuat yang dibawa sang pemimpin. Mereka sangat geram terhadap pemuda bertubuh biru di pihak musuh.“Ini pasti perbuatan pemuda itu, sial! Tubuhku sangat gatal sekali,” umpat salah satu dari ke 30 pendekar kuat.Tangannya terus menggaruk kesana-kemari membuat hampir seluruh tubuh pendekar itu menjadi lecet memerah.Bahkan sebagian wajah pendekar lain sampai ada yang telah mengucurkan darah akibat cakaran tangannya sendiri.Beruntung ke 30 pendekar itu memiliki tenaga dalam yang mempuni membuat mereka bisa sedikit menahan rasa gatal menggunakan energi.Kesempatan tersebut mereka manfaatkan untuk menghindar menjauhi tempat pembantaian agar dapat memulihkan diri.Tapi rasa gatal dari racun ulat bulu milik Lintang tetap saja menyiksa.Meski sudah ditahan menggunakan banyak
Lintang bersama teman-temannya tidak peduli akan kedatangan kelompok putra sang Adipati.Mereka tetap menyantap hidangan dengan sangat lahap sembari sesekali tertawa menertawakan Lintang.Padahal para pelayan dan pemilik rumah makan sudah sedari tadi gemetaran. Wajah mereka pucat ketakutan tapi tidak mampu melakukan apa-apa.“Hey, Jumu. Cepat bawakan kami makanan enak atau rumah makan ini akan kuratakan dengan tanah!” seru seorang pria muda berpakaian mewah.Dia memiliki tubuh tinggi tegap dengan wajah cukup tampan berusia sekitar 28 tahun.Pada bahunya terdapat sebuah kelat gelang dari emas menandakan bahwa dirinya seorang bangsawan.Namun perangai pemuda itu sungguh buruk, dia memperlakukan orang lain layaknya budak belian yang dapat dirinya perintah sesuka hati.“Ba-baik den,” Ki Jumu sang pemilik rumah makan terbata. Dia segera meminta 4 pelayannya untuk membawakan apa yang diminta putra sang adipati agar tidak menimbulkan masalah.“Duduk, di mana kita ketua?” tanya salah satu be
Namun Lintang lupa belum membayar makanan sehingga terpaksa harus kembali lagi.Dan ketika semua itu selesai, Lintang segera melesat lagi mengejar aura yang tadi sempat terasa. Tapi naas, Lintang kehilangan jejaknya, membuat dia mengumpat panjang pendek memaki rombongan Raden Dahlan, menyalahkan mereka karena telah membuang waktunya.“Sial!” umpatnya.“Garuda merajai langit!” seru Lintang melesat jauh ke cakrawala.“Ke mana dia? Aku sangat yakin dia tadi berada di kota ini,” Lintang mengedarkan pandangan berusaha kembali mencari.Waktu saat itu memang sudah mulai gelap membuat pandangan Lintang menjadi semakin terbatas.Tapi beberapa saat kemudian, telinganya mendengar suara dentingan senjata. “Pertarungan?” Lintang mengerutkan kening.Dia segera berbalik menyipitkan mata memandang ke arah batas kota.“Benar! Ini suara pertarungan, suaranya berasal dari hutan pinggiran kota,” gumam Lintang berbicara sendiri.“Hahaha, aku yakin itu pasti dia,” Lintang tertawa sebelum kemudian melesat
Setelah lama tertidur akibat kematian, saat ini untuk pertama kalinya Lintang kembali membuka mata. Namun dia membuka mata dengan perasaan aneh di mana di sekujur tubuhnya seperti terdapat banyak luka. Terlebih Lintang merasa seakan dia telah tertidur sangat lama hingga kedua kelopak matanya sulit sekali terbuka.“Ada apa ini? Mengapa seluruh persendianku terasa amat sakit? Apa mungkin aku telah mengalami penyiksaan? Ah tidak mungkin, bukankah terakhir kali kuingat diriku masih berupa ruh?” gumam Lintang mulai meracau.Lintang terbangun di sebuah kamar berdinding kayu dengan satu lentera kecil tergantung di dekat pembaringan. Tidak ada apa-apa di sana selain meja kayu sederhana yang di atasnya terdapat sebuah poci tanah liat lengkap dengan cangkir berbahan bambu.Ada juga sepasang pedang lusuh yang menempel pada salah satu dinding dengan posisi menyilang sehingga tampak seperti hiasan. Tapi Lintang tidak peduli, dia kini sedang menitikan air mata teringat dengan semua kenangan keluarg
“Aww, sakit sialan! Lepaskan aku, tolong! Lepaskan dasar anak naka!” Lintang meracau, meronta berusaha melepaskan diri.Tapi Balada tidak peduli, anak lelaki itu terus saja menarik Lintang tanpa ampun bahkan sembari tertawa terbahak bahak.“Hahaha, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau mengakuiku sebagai kakak,” ujar Balada.Sudah 4 tahun Balada meninggalkan rumah, dia berguru di sebuah padepokan kanuragan terbesar di kerajaan Suralaksa. Sementara Lintang tumbuh menjadi seorang anak pendiam, dia jarang sekali keluar rumah akibat selalu dibuli dan dicemooh oleh anak-anak lain hanya karena berbeda warna.Lintang yang sekarang bernama Kusha, dia lahir dari sepasang suami istri yang kaya raya. Hal itu karena ayahnya merupakan seorang saudagar ternama di katumenggungan Surapala. Lintang hidup damai penuh kemewahan di sebuah kediaman besar. Dia tumbuh dengan kasih sayang orang tua. Bahkan para pelayan di rumahnya juga begitu menyayangi Lintang karena sosok Kusha memiliki kerendahan hati,
Lintang sangat senang ketika menyadari bahwa dirinya hidup kembali. Dia bertekad akan kembali pulang ke Madyapada.Tapi saat mendapati tubuhnya menjadi kecil, Lintang sungguh terpuruk. Namun dia terpuruk bukan karena rupa atau bentuk tubuhnya, melainkan karena seluruh kekuatan Lintang lenyap tidak tersisa.Waktu itu sesaat sebelum Balada mendobrak pintu kamar, Lintang sempat mengukur kekuatan tulang, kualitas tubuh, dan inti energi yang dia miliki. Tapi sungguh mengejutkan di mana kualitas tulangnya ternyata hanya tulang biasa, tulang seorang anak kecil berusia 7 tahun. Inti energi Lintang juga begitu sangat lemah, bahkan lebih kecil dari kebanyakan pendekar.Lintang tertegun tidak percaya mendapati semua pencapaiannya hilang, tapi sebagai seorang bijak, dia segera bisa kembali menenangkan hatinya. Menerima kenyataan bahwa apa pun yang terjadi tidak lebih buruk dari kematian.Semua kanuragannya memang hilang, tapi Lintang tidak berkecil hati karena dia bisa memulainya kembali dari awal