Share

BAB 8 - DIKIRA AKUR

“Hapus fotonya!” aku merengek kepada Geraldy.

Aku tak lagi peduli jika nanti Geraldy akan memakiku. Saat ini yang lebih penting adalah nama baikku. Jangan sampai Geraldy menggunakan foto itu untuk hal yang tidak-tidak.

“Tangkap aku kalau bisa,” tantang Geraldy.

Aksi kejar-kejaran pun tidak terelakkan. Ku kerahkan semua tenagaku untuk merebut ponsel milik Geraldy. Aku harus menghapus foto itu dengan tanganku sendiri. Dan tanpa kami sadari, kami berdua kejar-kejaran seperti anak TK.

“Sini!” perintahku.

Ketika berusaha sekuat tenaga untuk merebut ponsel Geraldy dan kesusahan karena dia sangat tinggi, seketika aku menyadari bahwa kami tengah dijepret oleh seseorang. Ya ampun, aku lupa kalau fans Geraldy pasti sedang memperhatikan dan menjepret kami.

Aku yang tadinya berniat menjaga nama baikku, kini mungkin telah memperburuk situasi. Jangan-jangan setelah ini akan ada gosip yang mencuat!

Karena takut segalanya semakin memburuk, aku pun menghentikan aksi rebut ponsel.

“Jangan sampai foto itu disebarin,” ucapku ketus.

“Suka-suka gue, dong! Emangnya lo siapa perintah-perintah?” Geraldy menunjukkan raut kesal.

Di sela-sela pertengkaran kecil itu, Mas Rudi menghampiri kami.

“Jaeryn, kamu udah gapapa, kan?” tanya Mas Rudi.

Aku pun mengangguk cepat dan tersenyum.

“Geraldy bakalan take 30 menit lagi, sekarang kamu boleh mulai mempertajam riasan,” perintah Mas Rudi.

Karena tidak punya pilihan lain, aku memulai aksiku untuk mempertajam riasan Geraldy. Pertama-tama aku harus mengeringkan keringat kecil di sekitar tulang rahangnya. Makeup di bagian matanya pun sedikit luntur karena aksi kejar-kejaran tadi.

Namun, tiba-tiba aku merasa aneh dengan fakta bahwa tadi aku baru saja kejar-kejaran dengan si manusia kulkas. Sikap Geraldy memang tidak konsisten. Terkadang dia dingin, terkadang galak, bisa juga norak, bahkan kekanakan. Kok bisa, ya, ada orang seperti dia?

Apabila para pemujanya itu tahu sikap asli Geraldy kepadaku, akankah mereka masih tetap mencintainya? Mungkin jawabannya adalah iya. Sebab, Geraldy memang sangat tampan. Bahkan setelah kejar-kejaran tadi, dia masih begitu wangi. Dan setiap aku menyentuh pelan bibirnya saat hendak mengoleskan lipbalm, seakan ada getaran yang berbeda dalam relungku. Tapi aku tahu itu bukan perasaan suka. Mungkin, manusia memang diciptakan untuk mengagumi keindahan insan lain.  Ku pastikan aku tidak menyukai Geraldy karena dia itu aneh, tetapi kuakui bahwa dia adalah orang paling tampan yang pernah aku temui sejauh ini.

***

Action!” teriak sutradara.

Geraldy mulai membacakan dialognya dan menatap lekat mata Victoria. Geraldy menatap Victoria dengan tatapan lembut dan mata yang berseri-seri. Sorot matanya sontak membuat fans yang hadir di lokasi shooting mulai berbisik kagum. Sepertinya Geraldy  harus  melamar Victoria dalam drama yang sedang ia bintangi.

Benar saja, sesaat kemudian Geraldy berlutut kepada Victoria.

Kuakui postur Geraldy tampak sempurna. Dengan ketampanan dan kegagahan seorang Geraldy, aku yakin Victoria pasti merasa seakan tengah dilamar oleh pangeran yang ada di dongeng.

Huh, tiba-tiba saja aku jadi berharap bisa segera punya pacar.

“Ada-ada saja kamu ini Jaeryn!” batinku sambil menampar pelan pipiku.

Daripada menyaksikan adegan yang membuatku berkhayal lebih jauh, aku memutuskan untuk masuk ke dalam tenda untuk istirahat sejenak. Aku mengambil posisi duduk terlentang dan tanpa menyender. Jangan sampai aku melakukan kesalahan yang sama seperti semalam yaitu ketiduran.

Karena tidak tahu harus melakukan apa, aku mengambil ponsel untuk mengecek akun Coronagramku. Betapa terkejutnya aku melihat pengikutku naik drastis. Sebelumnya pengikutku hanyalah 500 orang, mereka adalah teman di masa sekolahku. Tetapi sekarang pengikutku adalah 5000 orang. Apa yang terjadi?

Aku sontak mengecek notifikasiku yang masih terus berdatangan. Bahkan pesan dalam inbox juga tiba-tiba membludak.

“Kakak penata riasnya Geraldy, ya?”

“Kak, tolong titip suami masa depanku, ya.”

“Aku iri banget sama kakak bisa lihat Geraldy setiap hari.”

Begitulah isi sebagaian besar pesan yang masuk ke dalam inbox Coronagramku. Sontak aku panik karena bagaimana mereka semua bisa tahu bahwa aku adalah penata riasnya Geraldy? Aku bahkan belum sempat memberitahukan siapa pun. Bundaku sendiri bahkan tidak tahu bahwa aku bekerja untuk Geraldy. Tetapi mengapa sekarang fans Geraldy bisa tahu? Jangan-jangan tadi Geraldy mengunggah fotoku yang sedang tertidur itu? Gawat!

“Soulmate_Geraldy menandai Anda dalam sebuah video.”

Aku buru-buru menekan notifikasi itu dalam keadaan keringat dingin.

Dalam video yang diposting fanpage Geraldy, tampak aku dan Geraldy sedang kejar-kejaran. Aksi rebut ponsel juga turut ditampilkan dalam video itu.

“Mati aku!” Aku menepuk keras jidat.

Seketika aku khawatir akan diserang habis-habisan oleh fans Geraldy.

Meskipun ragu untuk membaca komentar di bawah video itu, aku memberanikan diri untuk mencermati setiap komentar yang ada.

“Ya ampun Geraldy gemes banget! Makin sayang deh!”

“Mbaknya masih napas nggak, sih? hahaha”

“Nitip sandal buat yang tahu akun mbaknya.”

“Lucu, deh, liat Geraldy akur gitu sama penata riasnya. Btw, akun mbaknya ini @mua_jaerynsalim”

“Padahal Geraldy sama penata rias sebelumnya kayaknya ngga sedekat ini, deh.”

30 menit lamanya waktu yang aku habiskan untuk membaca satu per satu komentar dari fans Geraldy. Leherku rasanya mau patah karena kaku. Sejauh ini aku masih belum menemukan komentar jahat yang ditujukan kepadaku. Sebagian besar fans Geraldy menganggap bahwa kami akur, sisanya lagi merasa iri terhadapku. Seandainya saja mereka tahu fakta yang sesungguhnya, akankah mereka masih akan iri kepadaku?

Namun, aku tetap berusaha bersyukur bahwa para fans Geraldy tampaknya orang yang hangat. Tentu sangat jauh berbeda dari sosok idola mereka.

***

Jam menunjukkan pukul 7 malam. Geraldy mendapatkan break makan malam, sama seperti hari sebelumnya.

Rasanya tubuhku pegal semua, karena harus beberapa kali memperbaiki riasan Geraldy dan menunggu setiap proses pengambilan video. Ditambah lagi pikiranku tidak tenang, karena sibuk memikirkan tentang fakta bahwa sekarang ini fans-fans Geraldy mulai mengenalku. Aku khawatir bahwa mereka mungkin akan mengusik kehidupan pribadiku.

“Ingat Jaeryn, anggap aja ini lagi latihan kalau kamu sudah terkenal nanti.

Aku menguatkan diriku. Aku berusaha untuk tidak terlalu khawatir atas apa yang belum terjadi demi kesehatan fisik dan jiwaku.

Setelah merasa lebih baik, aku bergegas mengambil nasi kotak yang sudah disediakan. Meskipun aku tidak terlalu berselera, aku tetap berusaha melahap makananku perlahan-lahan. Di saat yang bersamaan pula, Mas Rudi menghampiriku serta duduk di sebelahku.

“Makan yang banyak Jaeryn, supaya nggak gampang sakit.” Mas Rudi menunjukkan perhatiannya.

Aku mengiyakan dan tersipu malu. Untungnya aku memiliki rekan kerja yang ramah dan perhatian seperti Mas Rudi. Karena jika tidak, aku pasti benar-benar sudah menyerah bekerja untuk Geraldy.

“Mas Rudi rumahnya di mana?” Tanyaku.

Kali ini aku yang memberanikan diri untuk menyambung obrolan. Mengobrol dengan Mas Rudi juga adalah salah satu upaya agar aku lebih mudah menghabiskan makan malamku.

Tak terasa waktu 15 menit berlalu cepat selama aku dan Mas Rudi berbincang santai. Untungnya karena topik obrolan kami cukup seru, aku berhasil melahap habis makan malamku.

“Aku mau cuci tangan dulu, ya,” ucapku kepada Mas Rudi.

Setelahnya aku bergegas ke toilet umum yang berada di dekat lokasi shooting.

Setibaku di dalam toilet umum, aku langsung mencuci tangan dan merapikan sedikit riasanku. Tetapi tiba-tiba, suara pria yang memanggil namaku tadi malam kembali terdengar. Padahal aku sedang berada di dalam toilet wanita dan di sini tidak ada siapa-siapa.

“Jaeryn …” Suaranya semakin lama semakin terdengar jelas.

“Sial!” gumamku.

Aku pun buru-buru keluar dari toilet.

Selepas aku membuka pintu toilet umum, aku hanya menatap ke arah tanah. Aku tidak berani melihat sekeliling, karena takut terjebak lagi di dalam hutan seperti semalam. Yang kulakukan hanyalah berjalan sesuai alur yang kuingat untuk kembali ke lokasi shooting.

“Jaeryn …” suara pria yang memanggilku itu masih terus mengikuti.

Kali ini aku berjalan lebih cepat, lagi, dan secara tak sengaja menyandung sesuatu. Untungnya aku tidak sampai tersungkur karena seseorang meraih lenganku. Serta merta aku menengadah untuk memastikan siapa yang menolongku. Semoga saja bukan hantu lagi.

“Geraldy” gumamku sambil menatap wajahnya dengan mulut menganga.

Nyatanya orang yang menolongku jauh lebih horor daripada hantu.

Jantungku sontak berdegup lebih kencang karena dua hal: Geraldy membuatku membisu karena pesonanya, dan yang terlihat di sekelilingku lagi-lagi adalah hutan yang gelap.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status