“Hapus fotonya!” aku merengek kepada Geraldy.
Aku tak lagi peduli jika nanti Geraldy akan memakiku. Saat ini yang lebih penting adalah nama baikku. Jangan sampai Geraldy menggunakan foto itu untuk hal yang tidak-tidak.
“Tangkap aku kalau bisa,” tantang Geraldy.
Aksi kejar-kejaran pun tidak terelakkan. Ku kerahkan semua tenagaku untuk merebut ponsel milik Geraldy. Aku harus menghapus foto itu dengan tanganku sendiri. Dan tanpa kami sadari, kami berdua kejar-kejaran seperti anak TK.
“Sini!” perintahku.
Ketika berusaha sekuat tenaga untuk merebut ponsel Geraldy dan kesusahan karena dia sangat tinggi, seketika aku menyadari bahwa kami tengah dijepret oleh seseorang. Ya ampun, aku lupa kalau fans Geraldy pasti sedang memperhatikan dan menjepret kami.
Aku yang tadinya berniat menjaga nama baikku, kini mungkin telah memperburuk situasi. Jangan-jangan setelah ini akan ada gosip yang mencuat!
Karena takut segalanya semakin memburuk, aku pun menghentikan aksi rebut ponsel.
“Jangan sampai foto itu disebarin,” ucapku ketus.
“Suka-suka gue, dong! Emangnya lo siapa perintah-perintah?” Geraldy menunjukkan raut kesal.
Di sela-sela pertengkaran kecil itu, Mas Rudi menghampiri kami.
“Jaeryn, kamu udah gapapa, kan?” tanya Mas Rudi.
Aku pun mengangguk cepat dan tersenyum.
“Geraldy bakalan take 30 menit lagi, sekarang kamu boleh mulai mempertajam riasan,” perintah Mas Rudi.
Karena tidak punya pilihan lain, aku memulai aksiku untuk mempertajam riasan Geraldy. Pertama-tama aku harus mengeringkan keringat kecil di sekitar tulang rahangnya. Makeup di bagian matanya pun sedikit luntur karena aksi kejar-kejaran tadi.
Namun, tiba-tiba aku merasa aneh dengan fakta bahwa tadi aku baru saja kejar-kejaran dengan si manusia kulkas. Sikap Geraldy memang tidak konsisten. Terkadang dia dingin, terkadang galak, bisa juga norak, bahkan kekanakan. Kok bisa, ya, ada orang seperti dia?
Apabila para pemujanya itu tahu sikap asli Geraldy kepadaku, akankah mereka masih tetap mencintainya? Mungkin jawabannya adalah iya. Sebab, Geraldy memang sangat tampan. Bahkan setelah kejar-kejaran tadi, dia masih begitu wangi. Dan setiap aku menyentuh pelan bibirnya saat hendak mengoleskan lipbalm, seakan ada getaran yang berbeda dalam relungku. Tapi aku tahu itu bukan perasaan suka. Mungkin, manusia memang diciptakan untuk mengagumi keindahan insan lain. Ku pastikan aku tidak menyukai Geraldy karena dia itu aneh, tetapi kuakui bahwa dia adalah orang paling tampan yang pernah aku temui sejauh ini.
***
“Action!” teriak sutradara.
Geraldy mulai membacakan dialognya dan menatap lekat mata Victoria. Geraldy menatap Victoria dengan tatapan lembut dan mata yang berseri-seri. Sorot matanya sontak membuat fans yang hadir di lokasi shooting mulai berbisik kagum. Sepertinya Geraldy harus melamar Victoria dalam drama yang sedang ia bintangi.
Benar saja, sesaat kemudian Geraldy berlutut kepada Victoria.
Kuakui postur Geraldy tampak sempurna. Dengan ketampanan dan kegagahan seorang Geraldy, aku yakin Victoria pasti merasa seakan tengah dilamar oleh pangeran yang ada di dongeng.
Huh, tiba-tiba saja aku jadi berharap bisa segera punya pacar.
“Ada-ada saja kamu ini Jaeryn!” batinku sambil menampar pelan pipiku.
Daripada menyaksikan adegan yang membuatku berkhayal lebih jauh, aku memutuskan untuk masuk ke dalam tenda untuk istirahat sejenak. Aku mengambil posisi duduk terlentang dan tanpa menyender. Jangan sampai aku melakukan kesalahan yang sama seperti semalam yaitu ketiduran.
Karena tidak tahu harus melakukan apa, aku mengambil ponsel untuk mengecek akun Coronagramku. Betapa terkejutnya aku melihat pengikutku naik drastis. Sebelumnya pengikutku hanyalah 500 orang, mereka adalah teman di masa sekolahku. Tetapi sekarang pengikutku adalah 5000 orang. Apa yang terjadi?
Aku sontak mengecek notifikasiku yang masih terus berdatangan. Bahkan pesan dalam inbox juga tiba-tiba membludak.
“Kakak penata riasnya Geraldy, ya?”
“Kak, tolong titip suami masa depanku, ya.”
“Aku iri banget sama kakak bisa lihat Geraldy setiap hari.”
Begitulah isi sebagaian besar pesan yang masuk ke dalam inbox Coronagramku. Sontak aku panik karena bagaimana mereka semua bisa tahu bahwa aku adalah penata riasnya Geraldy? Aku bahkan belum sempat memberitahukan siapa pun. Bundaku sendiri bahkan tidak tahu bahwa aku bekerja untuk Geraldy. Tetapi mengapa sekarang fans Geraldy bisa tahu? Jangan-jangan tadi Geraldy mengunggah fotoku yang sedang tertidur itu? Gawat!
“Soulmate_Geraldy menandai Anda dalam sebuah video.”
Aku buru-buru menekan notifikasi itu dalam keadaan keringat dingin.
Dalam video yang diposting fanpage Geraldy, tampak aku dan Geraldy sedang kejar-kejaran. Aksi rebut ponsel juga turut ditampilkan dalam video itu.
“Mati aku!” Aku menepuk keras jidat.
Seketika aku khawatir akan diserang habis-habisan oleh fans Geraldy.
Meskipun ragu untuk membaca komentar di bawah video itu, aku memberanikan diri untuk mencermati setiap komentar yang ada.
“Ya ampun Geraldy gemes banget! Makin sayang deh!”
“Mbaknya masih napas nggak, sih? hahaha”
“Nitip sandal buat yang tahu akun mbaknya.”
“Lucu, deh, liat Geraldy akur gitu sama penata riasnya. Btw, akun mbaknya ini @mua_jaerynsalim”
“Padahal Geraldy sama penata rias sebelumnya kayaknya ngga sedekat ini, deh.”
30 menit lamanya waktu yang aku habiskan untuk membaca satu per satu komentar dari fans Geraldy. Leherku rasanya mau patah karena kaku. Sejauh ini aku masih belum menemukan komentar jahat yang ditujukan kepadaku. Sebagian besar fans Geraldy menganggap bahwa kami akur, sisanya lagi merasa iri terhadapku. Seandainya saja mereka tahu fakta yang sesungguhnya, akankah mereka masih akan iri kepadaku?
Namun, aku tetap berusaha bersyukur bahwa para fans Geraldy tampaknya orang yang hangat. Tentu sangat jauh berbeda dari sosok idola mereka.
***
Jam menunjukkan pukul 7 malam. Geraldy mendapatkan break makan malam, sama seperti hari sebelumnya.
Rasanya tubuhku pegal semua, karena harus beberapa kali memperbaiki riasan Geraldy dan menunggu setiap proses pengambilan video. Ditambah lagi pikiranku tidak tenang, karena sibuk memikirkan tentang fakta bahwa sekarang ini fans-fans Geraldy mulai mengenalku. Aku khawatir bahwa mereka mungkin akan mengusik kehidupan pribadiku.
“Ingat Jaeryn, anggap aja ini lagi latihan kalau kamu sudah terkenal nanti.”
Aku menguatkan diriku. Aku berusaha untuk tidak terlalu khawatir atas apa yang belum terjadi demi kesehatan fisik dan jiwaku.
Setelah merasa lebih baik, aku bergegas mengambil nasi kotak yang sudah disediakan. Meskipun aku tidak terlalu berselera, aku tetap berusaha melahap makananku perlahan-lahan. Di saat yang bersamaan pula, Mas Rudi menghampiriku serta duduk di sebelahku.
“Makan yang banyak Jaeryn, supaya nggak gampang sakit.” Mas Rudi menunjukkan perhatiannya.
Aku mengiyakan dan tersipu malu. Untungnya aku memiliki rekan kerja yang ramah dan perhatian seperti Mas Rudi. Karena jika tidak, aku pasti benar-benar sudah menyerah bekerja untuk Geraldy.
“Mas Rudi rumahnya di mana?” Tanyaku.
Kali ini aku yang memberanikan diri untuk menyambung obrolan. Mengobrol dengan Mas Rudi juga adalah salah satu upaya agar aku lebih mudah menghabiskan makan malamku.
Tak terasa waktu 15 menit berlalu cepat selama aku dan Mas Rudi berbincang santai. Untungnya karena topik obrolan kami cukup seru, aku berhasil melahap habis makan malamku.
“Aku mau cuci tangan dulu, ya,” ucapku kepada Mas Rudi.
Setelahnya aku bergegas ke toilet umum yang berada di dekat lokasi shooting.
Setibaku di dalam toilet umum, aku langsung mencuci tangan dan merapikan sedikit riasanku. Tetapi tiba-tiba, suara pria yang memanggil namaku tadi malam kembali terdengar. Padahal aku sedang berada di dalam toilet wanita dan di sini tidak ada siapa-siapa.
“Jaeryn …” Suaranya semakin lama semakin terdengar jelas.
“Sial!” gumamku.
Aku pun buru-buru keluar dari toilet.
Selepas aku membuka pintu toilet umum, aku hanya menatap ke arah tanah. Aku tidak berani melihat sekeliling, karena takut terjebak lagi di dalam hutan seperti semalam. Yang kulakukan hanyalah berjalan sesuai alur yang kuingat untuk kembali ke lokasi shooting.
“Jaeryn …” suara pria yang memanggilku itu masih terus mengikuti.
Kali ini aku berjalan lebih cepat, lagi, dan secara tak sengaja menyandung sesuatu. Untungnya aku tidak sampai tersungkur karena seseorang meraih lenganku. Serta merta aku menengadah untuk memastikan siapa yang menolongku. Semoga saja bukan hantu lagi.
“Geraldy” gumamku sambil menatap wajahnya dengan mulut menganga.
Nyatanya orang yang menolongku jauh lebih horor daripada hantu.
Jantungku sontak berdegup lebih kencang karena dua hal: Geraldy membuatku membisu karena pesonanya, dan yang terlihat di sekelilingku lagi-lagi adalah hutan yang gelap.
***
Orang bilang, apabila kita bermimpi tersesat di hutan, maka mimpi itu melambangkan bahwa seseorang yang kita anggap baik, nyatanya adalah seseorang yang buruk. Apakah semua ini adalah pertanda? Apakah ini tentang Mas Rudi? Atau justru Geraldy?Namun, aku yakin sekarang ini tidak sedang terjebak dalam mimpi.Aku yakin bahwa jari-jari hangat yang sedang melingkar pada lenganku, adalah benar jari manusia. Meskipun pria yang masih terus memegangiku saat ini, tampak seperti pria yang ada di dalam dongeng. Seakan dia itu tidak nyata. Tetapi ini bukanlah mimpi!“Jaeryn, kamu gapapa?” panggilan Mas Rudi menjadi sihir yang mengubah segalanya kembali menjadi normal.“Iya, gapapa,” jawabku lesu.Meskipun yang kubalas adalah pertanyaan Mas Rudi, tetapi yang kutatap adalah wajah Geraldy. Sebab, entah bagaimana wajahnya itu seakan memiliki magnet yang membuatku tak bisa melepaskan pandangan.“Kalau masih nggak enak badan, kam
Aroma obat-obatan yang begitu tajam membuatku terbangun dari mimpi panjangku. Perlahan-lahan aku berusaha membuka mata, tetapi pandanganku sangat kabur. Kasur yang saat ini kutiduri pun terasa begitu asing.Seluruh tubuhku terasa sakit, seakan tulang-tulangku diremukkan. Dan benar saja, ketika aku membuka mataku untuk kedua kalinya, aku melihat samar bahwa beberapa bagian tubuhku tengah dibalut perban.Dapat kusadari jarum infus terpasang pada nadiku. Dapat pula kurasakan hangat tangan seseorang yang sedang memegangi erat jemariku. Sesungguhnya, ada di mana aku ini? Apakah rumah sakit? Tapi mengapa?"Jaeryn, kamu sudah sadar?"Terdengar bisikan suara seseorang yang bertanya kepadaku. Aku pun berusaha menatap tepat pada wajah orang itu."Geraldy?" Gumamku lesu.Aku semakin binggung atas apa yang tampak di depan mataku saat ini. Mengapa ada Geraldy pagi-pagi begini? Apa jangan-jangan ....Argh, sial! Sepertinya aku pin
Hari sabtu tiba, tetapi jadwal Geraldy masih saja padat. Dengan mengenakan mini dress chiffon, aku kembali berangkat ke lokasi shooting.Aku memilih taxi online sebagai transportasi untuk membawaku tiba di sana. Soalnya, hari ini supir agensi yang biasa menjemputku sedang sakit.Sepanjang perjalanan, hatiku sangat gundah. Entah mengapa aku punya firasat buruk.Ah, mungkin karena aku terlalu memikirkan tentang komentar dari fans berat Geraldy tadi malam. Untung saja video yang diposting oleh fanspage @soulmate_Geraldy itu bukanlah video di mana Geraldy memelukku tiba-tiba. Melainkan hanya video di mana Geraldy berusaha menangkap lenganku agar aku tidak terjatuh ke tanah.Tentu saja raut wajahku sangat aneh di video itu. Bagaimana mungkin tidak? Soalnya aku tengah dipanggil-panggil oleh hantu. Untung saja aku tidak cosplay menjadi reog, saking aku begitu ketakutan.Rasanya komentar-komentar dari bucin Geraldy begitu menggelikan bagi
Salah satu impianku adalah bisa mempraktekkan makeup di depan banyak orang, di mana wajahku disorot langsung oleh cahaya panggung. Aku ingin sekali menjadi yang paling bersinar di antara semua orang yang ada di sekelilingku. Dan saat ini, aku tengah merasakan sebagian kecil dari impianku itu. Yaitu disorot langsung oleh cahaya lampu yang begitu benderang, sampai mataku sulit membuka dengan sempurna. Akulah orang yang paling benderang di lahan parkiran ini. Meskipun begitu, aku sangat terheran dengan sosok pengemudi mobil putih ini. Mengapa dia tiba-tiba saja menghidupkan mobil dan mengenakan topeng aneh? Ini, kan, bukan hari halloween. Ternyata orang aneh di dunia ini, bukan hanya Geraldy. Ah, sial. Ada-ada saja! Hari ini benar-benar hari yang buruk. Aku pun memutuskan untuk mundur selangkah dari hadapan mobil putih yang pengemudinya tampak tidak waras ini. Atau mungkin, yang tidak waras adalah diriku sendiri,ya? Namun, sebelum aku se
Hari kembali berganti, tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Aku kesulitan tidur semalaman karena terlalu galau memikirkan kelanjutan dari karirku ini. Sepertinya apapun keputusan yang aku ambil, tetap akan membuahkan penyesalan.Sesaat kemudian, dokter Farhan datang untuk memeriksaku. Jujur saja, aku sangat cemas. Otakku terus saja memikirkan kemungkinan terburuk dari situasi ini.“Sejauh ini perkembangan Jaeryn sangat bagus, saya pikir tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perkiraan saya, Jaeryn membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu untuk pemulihan. Selama masa pemulihan, Jaeryn harus istirahat total, ya. Obatnya juga harus tetap jalan sesuai arahan saya,” ucap Dokter Farhan kepada Bunda.Aku langsung lega mendengar penuturan itu, begitu juga dengan Bunda.“Baik, dok, terima kasih banyak,” balas Bunda.“Sama-sama, Bu. Jaeryn, cepat pulih, ya. Dokter tinggal dulu.” Dokter Farhan pun beranjak me
Setelah ruangan hening selama beberapa saat, Geraldy akhirnya buka suara. Kali ini, gantian Bunda yang mematung untuk menyimak pembicaraan.“Kenapa?” Tanyanya sambil membenarkan kerah jaket kulitnya.Geraldy bahkan kembali duduk di kursi dan menatap dalam kedua belah mataku. Seakan – akan ia hendak membunuhku jika aku tidak memberikan jawaban yang tepat.“Apa-apaan sikap sok pedulinya ini,” batinku.Tentu saja aku langsung kikuk dan mati gaya. Jujur saja, baru kali ini aku merasa sangat gugup ketika menatap mata seorang pria. Mata miliknya itu, benar-benar kharismatik dan mengandung banyak arti. Menatap matanya seakan menatap awan; di mana mendung dan cerah terkandung di dalamnya. Tatapan matanya itu, sukses membuatku takjub sekaligus takut.Entah bagaimana, auranya itu menciutkan nyaliku. Padahal, ada banyak uneg-uneg yang ingin kutumpahkan. Bahkan jika bisa, aku ingin memakinya. Namun, diriku yang tadinya be
“Siapa kamu?” bentak Bunda tiba-tiba.Aku yang sudah tertidur lelap pun sontak membuka mata.“Mau apa kamu?” Bunda tampak sangat terganggu.Astaga! Yang benar saja. Arwah bapak-bapak yang biasa menggangguku itu kembali menghantuiku. Parahnya dia bahkan turut menakut-nakuti Bunda.“Pergi kamu! Berhenti mengikutiku!” Kali ini aku jauh lebih berani dari sebelumnya.“Jaeryn ....” arwah itu kembali memanggil lirih namaku.“Aku bilang pergi dari sini!” Usirku lagi.Namun, arwah itu tampak punya nyali. Semakin kami mengusirnya, ia malah semakin mendekat.“Kalian miskin dan pantas mati,” ucap arwah itu dengan tatapan yang penuh dengan kegelapan.Tanpa basa-basi, dia langsung mendorong Bunda ke dinding kemudian mencekik Bunda. Bunda tampak tidak berdaya untuk menyerang balik ataupun menyelamatkan diri. Serta merta aku pun syok dan langsung berteriak.&
“Ih, Bunda. Kok gitu, sih, ngomongnya,” protesku sambil melipat tangan dengan raut cemberut.“Kenapa? Nggak terima? Kita memang miskin. Dari awal Bunda nikah sama Ayahmu, kita ini sudah miskin.”“Haduh, si Bunda malah bawa-bawa Ayah lagi,” protesku di dalam hati.“Tapi nggak seharusnya Geraldy menghinaku miskin hanya karena aku mau mengundurkan diri. Lagian mengundurkan diri itu hakku. Emangnya kerja rodi?” Balasku lagi.Ops! Tapi ... Bunda, kan, tidak tahu kalau Geraldy mencaciku pada saat aku sedang berpura-pura sakit kemarin. Ya ampun, aku baru sadar kalau dari tadi aku keceplosan.“Emangnya kapan dia hina kamu miskin?” tanya Bunda curiga.Aku terpaksa memberikan alasan bahwa Geraldy mencaciku melalui pesan Whatsapp.Namun, Bunda masih saja menyudutkan aku. Bunda bilang, bahwa aku memang layak untuk dicaci oleh Geraldy. Sebab, dia sudah begitu baik mau menawarkan