Kutukan Sang Putri Pesantren

Kutukan Sang Putri Pesantren

last updateLast Updated : 2025-10-19
By:  Bintang KejoraOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
7Chapters
5views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Clara Anjani Hakim, putri walikota, dipaksa masuk pesantren dan menolak tunduk pada aturan. Tindakan Halimah yang menegakkan aturan justru memantik dendam, dan kebencian Clara menyeret Halimah ke dalam tragedi yang berujung maut. Namun, saat semua orang percaya Clara tak bersalah, bayangan Halimah justru mulai menghantui pikirannya. Semakin keras ia menyangkal, semakin nyata teror itu hadir, seakan menuntut pengakuan. Benarkah yang Clara lihat hanyalah ilusi dari rasa bersalah … atau rahasia kelam itu akhirnya menolak untuk tetap terkubur?

View More

Chapter 1

Pengasingan Sang Putri

"Papa udah gila!”

Teriakan itu membuat beberapa santriwati yang baru saja menyelesaikan salat Subuh berjemaah, menengok ke arah sumber suara. Tampak seorang gadis yang mengenakan gamis biru tua dan kerudung yang dikenakan secara asal-asalan. Di depan sang gadis, tampak sepasang suami istri yang sepertinya merupakan orangtua dari gadis tersebut.

“Clara,” ucap sang pria yang sepertinya merupakan ayah sang gadis. “Ini untuk kebaikan kamu.”

“Kebaikan? Kebaikan apanya? Papa mau masukin aku ke sini supaya nggak ada beban lagi di rumah, kan? Supaya nggak ada lagi anak gadis yang kerjanya cuma bisa rebahan aja. Iya? Papa emang udah gila!”

Ucapan sang gadis tentu saja membuat beberapa santriwati yang menonton beristigfar. Keributan kecil itu semakin menarik atensi, hingga seorang pria paruh baya yang mengenakan gamis putih dan serban mendekat. Terlihat beberapa santriwati memberi jalan untuk pria paruh baya yang sepertinya merupakan pemilik pesantren ini.

“Assalamu’alaikum,” ucapnya dengan suara pelan. Baik Clara maupun kedua orangtuanya terdiam sejenak.

“Wa’alaikumsalam, Kiai Ahmad.” Ayah Clara tersenyum, menjabat tangan pria paruh baya tersebut dengan hormat.

Kiai Ahmad ikut tersenyum, dan memperhatikan Clara. “Jadi, ini putri Pak Hakim yang akan menjadi santriwati di sini?”

“Benar, Kiai.” Ayah Clara mengangguk. Clara sendiri hanya memutar bola mata. Percuma juga ia menyangkal, nasibnya sudah ditentukan.

Setelah percakapan singkat, Kiai Ahmad akhirnya meminta beberapa santriwati untuk membantu membawakan barang-barang Clara. Clara sendiri hanya berpamitan dengan ibunya. Wanita paruh baya itu beberapa kali mengusap air matanya, sebelum memeluk putri semata wayangnya. Namun saat sang ayah akan memeluknya, Clara justru menolak.

“Bajingan!” umpatnya.

“Astagfirullah ... jaga ucapanmu, Mbak! Beliau itu ayahmu!” tegur salah seorang santriwati. Clara melirik, menatap sinis.

Eh, lo nggak diajak, ya! Mendingan lo diam!” bentaknya.

Santriwati itu tampak akan membalas ucapan Clara, kalau saja Kiai Ahmad tidak segera menengahi keduanya. Ia mengusap bahu santriwati itu, menenangkannya. Ayah Clara sendiri juga tampak menenangkan putrinya, meskipun Clara langsung menepis dengan kasar.

“Nak Clara, ini putri saya, Halimah. Dia memang cukup blak-blakan. Mohon dimaklumi, ya?” Kiai Ahmad tersenyum sopan dan mengangguk sedikit.

Halimah sebenarnya ingin protes. Ia tidak terima melihat ayahnya sampai harus meminta maaf pada gadis yang menurutnya tidak tahu adab. Namun melihat isyarat yang diberikan sang ayah, akhirnya ia hanya diam.

Beberapa santriwati mulai mendekat, membawa barang-barang Clara. Orangtua Clara sendiri sudah masuk ke mobil, bersiap untuk pergi. Clara masih berdiri di tempatnya, mengamati bangunan pesantren yang tampak sederhana. Ia menghela napas, sebelum akhirnya berjalan mengikuti para santriwati yang membawa barang-barangnya.

***

“Jadi, santriwati baru itu putrinya Firman Hakim, walikota Bandung saat ini? Keren, dong. Pesantren ini akhirnya punya murid anak pejabat.” Alvin terkekeh sambil membantu Kiai Ahmad dan Halimah membereskan dokumen para santri di ruang tata usaha.

“Keren dari mana? Anaknya nggak sopan. Sama ayahnya sendiri dia berani mengumpat.” Halimah menggerutu. Kiai Ahmad hanya menggeleng seraya menghela napas.

“Clara itu santri baru, Halimah. Dia masih terbawa pergaulan kota. Kamu yang seharusnya lebih sabar saat menghadapinya. Ingat, Rasulullah sendiri berlaku lemah lembut terhadap para mualaf.”

Kiai Ahmad menyusun dokumen di lemari arsip, dan Alvin berinisiatif membantu menyusun di lemari yang lebih tinggi.

“Posisi Clara di pesantren ini sama halnya seperti mualaf. Perbuatannya yang mengumpat pada ayahnya memang tidak benar, tapi menegurnya dengan keras juga bukan tindakan yang tepat, Halimah.” Mendengar ucapan sang ayah, Halimah terdiam.

“Maaf, Abi ..., ” lirihnya, “aku terlalu emosi. Baru kali ini aku melihat anak yang berani sama orangtuanya seperti Clara .... ”

Ia mengembuskan napas, melirik ke luar melalui jendela kaca transparan. Kiai Ahmad dan Alvin juga ikut menatap ke luar. Dari ruang tata usaha, ia bisa melihat para santriwati yang berjalan menuju kelas. Ada Clara di sana, dan gadis itu melirik ke ruang tata usaha. Selama sepersekian detik, ia beradu tatap dengan Alvin, Halimah, dan Kiai Ahmad,sebelum akhirnya ia mengalihkan pandangan, dan terus berjalan menuju kelas.

Sementara itu, dari balik jendela, Alvin tersenyum. “Jadi itu yang namanya Clara?” gumamnya.

Kiai Ahmad dan Halimah melirik. Menyadari bahwa ia bergumam terlalu keras, Alvin buru-buru meralatnya. Ia menggeleng, memasukkan dokumen di tangannya ke dalam lemari.

“Saya hanya penasaran. Sungguh.” Ia kembali mengambil setumpuk dokumen yang telah disusun di atas meja, memasukkannya ke dalam lemari arsip, dan menguncinya.

Setelah memastikan semua dokumen telah tersusun rapi di lemari arsip, Halimah keluar lebih dulu, dan segera pergi ke kelasnya. Alvin keluar paling akhir, karena ia yang bertugas mengunci ruang tata usaha. Sebelum ia kembali ke gedung asrama putra, ia sempat melirik ke arah ruang kelas yang Clara masuki sebelumnya. Cukup lama ia menatap ke arah yang sama, sebelum akhirnya ia tersadar dan pergi.

"Clara, ya? Menarik. Aku penasaran, akan seperti apa dia beradaptasi di lingkungan pesantren ini ..., " gumam Alvin seraya berjalan kembali ke tempatnya.

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status