Allarrit, Nollyvia.
“Tuan Muda ... sudah meninggal!”Ucapan dari dokter seolah membuat ruangan dengan lampu putih yang menyilaukan mata itu seketika terasa dingin. Gradi, kakek dari pria yang terbaring tak bernyawa di atas brankar, merasakan nyawanya ikut pergi dari tubuhnya.“Apa? Meninggal!? Tidak mungkin, Dokter!” seru Gradi tak terima dengan kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter.“Maafkan saya, Tuan Madaharsa. Tapi Tuan Muda Cakara sudah tak bisa diselamatkan.”Gelengan kepala dari sosok yang memakai jas putih serta suara nyaring elektrokardiogram yang hanya menunjukkan garis lurus, seolah membuktikan ucapan sang dokter.“Ayah, mungkin memang ini yang terbaik untuk Caka!” ujar Vivian, “Tiga tahun dia harus hidup dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya, itu pasti sangat menyakitkan!”“Vivian benar, Ayah!” timpal Erdian, “Mungkin memang sudah waktunya Caka pergi!”Ucapan kedua anak pria tua itu bukannya membuat dia tenang, justru membangunkan emosi, “Diam kalian!” hardik Gradi.Baik Vivian mau pun Erdian bungkam seketika. Pria tua itu menatap keduanya dengan nyalang, sejak dulu kedua anaknya itu selalu membujuknya agar menyerah atas hidup Caka. Tapi Gradi yakin jika suatu saat cucu kesayangannya itu akan kembali.Kali ini pun ia yakin jika ada yang tidak beres dengan kondisi Caka yang tiba-tiba drop hingga berakhir dengan berita duka ini. Meski Caka harus hidup dengan banyak alat yang terpasang di tubuhnya, namun kondisinya termasuk stabil.Sementara di dalam ruangan, tubuh pemuda yang baru saja dilepaskan dari semua alat yang tersambung ke tubuhnya itu tiba-tiba saja kejang. Semua perawat yang menanganinya terkejut, mereka saling merapatkan diri.“Apa yang terjadi?” ucap sorang perawat yang setengah ketakutan. Pemuda yang terbaring di ranjang itu beberapa saat lalu sudah tak lagi bernafas. Namun kenapa bisa kejang-kejang?“Ap-apakah Tuan Muda sudah menjadi hantu?” tanya perawat lain.“Hsst! Jangan bicara sembarangan!” sergah perawat itu, “Lebih baik kita periksa lagi. Siapa tahu ada kesalahan!” imbuhnya mulai menghampiri. Meski ada rasa takut yang menyerang. PDetak jantung yang tampak di alat EKG mulai meningkat, seperti masih ada kehidupan.“Apakah kita butuh alat kejut?” tanya temannya.Ketika perawat itu sampai di sisi ranjang, tubuh Cakara berhenti kejang. Perawat itu menatap wajah tampan Tuan Muda yang terkenal lumpuh sejak usia 10 tahun itu. Pemuda itu pasti akan tampak sempurna jika bisa berdiri tegap di atas kakinya sendiri, sayangnya itu tak mungkin.Saat perawat itu mengulurkan tangan untuk memeriksa napas Cakara, tiba-tiba saja ada tangan yang mencengkeram lengannya. Perawat itu sempat menjerit singkat saking kagetnya, apalagi ketika dua mata di hadapannya terbuka seketika.Semua yang menyaksikan juga sangat terkejut, mereka hanya mampu menelan ludah dengan kepayahan.Caka, pemuda yang baru saja mengalami tidur panjang itu menggeser pandangannya.“Di mana aku?” tanyanya karena tak mengenali tempatnya berada.“Tu-Tuan Muda, A-Anda ... masih-hidup?” tanya perawat itu terbata.Caka mengerutkan kening. “Tuan Muda?” desisnya dengan nada bingung.Perawat itu meringis karena cengkeraman di pergelangannya itu sangat kuat. Bagaimana seorang pria lumpuh bisa memiliki tenaga yang begitu kuat?“Siapa Tuan Muda?” tanya Caka jujur.“A-Anda!” suara Anna bergetar, “Tuan Muda Cakara ... Madaharsa!” jawab perawat itu terbata. Jawaban itu membuat Caka melepaskan tangannya seketika.Cakara Madaharsa! Ia merasa tak asing dengan nama itu. Madaharsa?Sementara perawat itu lekas berlari keluar ruangan.“Dia bangun, dia hidup!” seru perawat itu dengan nafas tersengal.Semua orang di luar ruangan itu menoleh padanya. “Siapa yang bangun, suster?” tanya dokter.“Dia hidup lagi ... Tuan Muda ... Tuan Muda hidup lagi!”Gradi membesarkan bola matanya dan langsung merangsek ke dalam diikuti dokter dan yang lainnya.“Caka!” seru Gradi menghampirinya. Reaksi terkejut tampak jelas di wajah Cakara yang masih terbaring, seluruh tubuhnya masih terasa linu.Caka menatap tak percaya pada sosok di depannya. Sekarang ia ingat tentang Madaharsa. Siapa yang tak mengenal keluarga besar Madaharsa. Kekuasaannya meliputi seantero kota Allarith, bahkan beberapa kota di sisinya pun tak luput dari kekuasaan keluarga Madaharsa yang notabene memiliki kekayaan yang tidak akan habis sampai kapan pun. Boleh dikatakan kekuasaan Madaharsa meliputi seluruh negara bagian Nollyvia.Namun kenapa Tuan Madaharsa memanggilnya Caka, bahkan suster itu pun memanggilnya begitu?Ia memang sempat mendengar bahwa keluarga Madaharsa memiliki seorang anggota keluarga bernama Cakara. Pemuda itu dikabarkan lumpuh karena tulang belakangnya remuk dan tak bisa pulih seperti sedia kala.“Di mana aku?” tanyanya dengan suara serak.“Tuan Besar, biarkan saya memeriksa Tuan Muda!” ujar dokter meminta ijin. Ia lekas memeriksa keadaan Caka yang masih tampak bingung itu.Usai memeriksa, sang dokter pun menampakkan kebingungan yang luar biasa. Ia menatap Gradi.“Ini sebuah keajaiban, Tuan Besar. Kondisi Tuan Muda sangat baik dan stabil. Seolah sebelumnya ... Tuan Muda tidak pernah mengalami sakit apa pun!”Jelas saja keterangan dokter sangat mencengangkan bagi semua orang. Bagaimana bisa orang yang sebelumnya lumpuh, bahkan koma selama tiga tahun tiba-tiba saja bangun dan baik-baik saja?“Lalu ... bagaimana dengan tulang belakanganya, Dok?” tanya Gradi yang sangat berharap kondisi cucunya juga akan pulih layaknya orang normal.“Untuk itu kita perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut!”“Ini sangat mustahil!” seru Vivian menatap Caka, ia pun melangkah lebih dekat. “Keponakanku ini lumpuh. Tulang belakangnya hancur, dia hanya bisa duduk di kursi roda, itu pun tak bisa tegap. Meski sekarang dia terbangun ... Ayah jangan terlalu banyak berharap. Dia tetap akan duduk di kursi roda!” ada nada meremehkan di dalamnya. Dan Caka bisa merasakan itu.“Vivian!” hardik Gradi. “Caka baru saja siuman, seharusnya kau bisa menjaga perasaannya saat ini!”“Maafkan aku, Ayah. Aku hanya ingin kita tetap berfikir realistis, itu saja!” sautnya menatap sang ayah.“Apa itu benar, aku lumpuh?” tanya Caka menatap dokter.“Tuan Muda …”“Jawab saja, Dok. Tidak apa-apa!” pinta Caka memotong ucapan dokter.Dokter menoleh Gradi yang memberi anggukan tanda setuju.“Benar, Tuan Muda. Anda mengalami kecelakaan saat usia 10 tahun, tulang belakang Anda remuk dan tak bisa pulih seperti sedia kala meski sudah dilakukan tindakan operasi dan penanaman titanium!”Caka terdiam. Jadi itu benar, dirinya lumpuh sejak usia 10 tahun. Ia benar-benar terbangun di tubuh pemuda lumpuh itu. Bagaimana bisa?“Mengapa aku tak bisa mengingat apapun, Dok?” Tanyanya kepada pria paruh baya di depannya.Dokter menyimpulkan senyum. “Tak apa, Tuan Muda. Itu hal biasa yang dialami oleh pasien koma saat terbangun dari koma panjangnya! Perlahan nanti Tuan Muda akan mulai mengingat!”“Caka, Kakek senang akhirnya kau kembali!” ucap Gradi dengan senyum bahagia menyentuh kepala cucunya. Ada embun bening di kedua sudut matanya.Caka hendak membalas senyuman pria tua itu, namun ia justru menangkap sesuatu di belakang Gradi. Vivian menatap tajam seolah melayangkan ancaman. Namun kali ini Caka tak langsung menurunkan pandangan. Justru membalas tatapan itu.“Tuan Besar, bisakah kita bicara berdua di ruangan saya!” pinta dokter.“Tentu saja, Dok!” ujarnya lalu memutar tubuh, “Kalian juga sebaiknya keluar, biarkan Caka beristirahat dulu!” perintahnya pada kedua anaknya.Gradi meninggalkan ruangan rawat bersama dokter yang jelas merasakan perubahan pada diri Caka pasca bangun dari kematian.Vivian yang hendak sampai ke pintu menghentikan langkah, ia memutar tubuh dan kembali menghampiri keponakannya. Menatap dengan sinis.“Selamat datang kembali, keponakan. Tapi tentunya ... kau tak lupa dengan insiden 11 tahun lalu kan?”Rahang Caka mengeras mendengar penuturan wanita itu. Tentu saja ia tak ingat! Namun sepertinya itu adalah hal yang sangat buruk.“Jika pun kau lupa, aku akan mengingatkan kembali setelah kau sampai rumah. Ah ... jadi tak sabar menyambutmu di rumah!” ucapnya seolah ada nada bahagia di sana. Detik berikutnya ia mencetak senyum iblis di wajah, merundukkan kepala hingga mulutnya berada tepat di telinga sang keponakan.“Kau seharusnya mati, Caka. Namun, karena kau memilih untuk tetap hidup, aku akan membuat hidupmu bagaikan di neraka!”"Caka, kenapa kau di sini?" tanya Lea dengan nada gemetar. "Aku ingin bicara denganmu!" Jawaban Caka sangat tenang dan dingin. "Kita ... bisa bicara di rumah." "Tapi aku ingin di sini!" Lea menelan ludah, entah mengapa ia meluhat sepupu iparnya itu tampak berbeda hari ini. Pemuda itu duduk di deoan kap mobil depannya, dan tak ada tongkat yang tampak ia gunakan. "Caka_" ucapan Lea terputu. saat Caka menarik diri hingga berdiri di atas kakinya dengan tegap. "C-Caka, kau ... kau bisa berjalan?" Caka menyimpulkan senyum kecut, "Aku bahkan bisa berlari ke hadapanmu dengan kilat!" Lea memundurkan diri, ia memiliki firasat tak baik itu sebabnya mencoba mancari jalan untuk melarikan diri. Sayangnya dari belakangnya, muncul Mac dengan ekspresi dingin. "Sebelum kita selesai bicara, aku tak akan membiarkanmu pergi!" ujar Caka menyeringai. "A-apa yang ingin-kau bicarakan?" "Katakan padaku, berapa kali kau memukul istriku?" Kedua mata Lea melebar seketika, rupanya gadis kampung i
"Untuk apa, Tuan?" "Aku suamimu, jadi aku berhak melihat seluruh tubuhmu tak terkecuali. Kau ingin membantah?" Zava menggeleng, ia pun menjulurkan kaki kirinya. Tak ada apa pun di sana. "Kaki yang satunya!" pinta Caka. Zava menelan ludah, dengan menggigit bibir ia pun menjulurkan kaki kanannya di sebelah sang suami. Caka menatap gelang kaki itu, ia memungkut kaki sang istri yang memakai gelang sedikit tinggi agar bisa mengamati gelang itu dengan jelas. Gelang itu terbuat dari titanium, itu berbentuk seperti gelang pada umumnya. Tapi melekat erat pada kulit Zava hingga meninggalkan bekas kemerahan di sekitar area gelang. Itu bukan karena sudah kekecilan, tapi sepertinya memang dibuat seperti itu. Caka memejamkan mata, meletakan telapak tangannya di atas gelang itu. Mengeluarkan sedikit energi untuk memeriksa. Rupanya di dalam gelang itu ada semacam energi yang digunakan untuk membelenggu. Gelang itu dibuat menempel pada kaki agar terhubung langsung dengan pembuluh da
Caka menatap wajah istrinya yang merona, wajah tanpa make up itu tampak segar dengan bibir kemerahan. Sebagai laki-laki normal, ia tentu tak bisa menolak pesona yang wanita muda itu tawarkan. Perlahan ia mendekatkan wajah, menutupkan bibirnya ke bibir sang istri. Zava memang terkejut, namun ia tak menolak. Ia terkejut karena selama ini pria yang sudah menjadi suaminya itu selalu dingin padanya. Bahkan terkesan membencinya. Ia tak pernah berfikir jika pria itu akan melakukan hal mesra kepadanya. Tapi malam ini ... pria itu menciummya. Antara ada rasa senang dan takut bercampur menjadi satu. Namun ia hanya melayani apa yang suaminya inginkan. Caka sedikit terkejut dengan respon wanita itu yang membalas ciumannya, memang Zava masih amatiran. Ciumannya masih sangat lugu, namun itu berhasil membuat Caka hilang kendali. Ia mulai melepaskan pakaian wanita itu satu persatu. Membalikan posisi mereka hingga Zava berada di bawahnya. Caka menatap wajah sang istri yang tampak s
Permasalahan di Akademi akhirnya selesai. Caka bisa bernafas dengan lega sekarang. Ia berhasil membersihkan namanya, bahkan mendapatkan pil dewa dan pusaka milik King Master. Ia mempelajari kitab 9 Matahari, ajaibnya ia hanya butuh beberapa hari mempelajari kitab itu. Padahal orang normal membutuhkan waktu hingg. berbulan-bulan. Bahkan ada yang sampai bertahun-tahun, tapi ia hanya butuh waktu hitungan hari. Ia pun mengembalikan kitab itu pada King Master sebelum pulang ke Nollyvia. "Kau yakin tak ingin membawa kitab ini?" tanya King Master meyakinkan. "Terima kasih, King Master. Saya sudah mempelajarinya, dan itu sudah cukup!" King Master menyimpulkan senyum. "Kau memang sangat spesial, baiklah. Aku akan menyimpan kitab ini sampai suatu saat ada orang yang juga pantas mendapatkannya." Ia menerima kembali kitab itu. "Saya juga sekalian pamit, sudah saatnya saya kembali ke Nollyvia!" "Kau akan kembali ke Nollyvia?" "Banyak hal yang tak bisa saya tinggalkan terlal
"Siapa kau?" pertanyaan Caka mengehntikan gerakannya. Pria itu menoleh, hanya beberapa detik karena setelah itu ia tetap menganbil kitab yang ada di dalam kotak. Kemudian pria itu pun melarikan diri, Caka segera mengejarnya. Meraih pundak pria itu lalu membalik tubuhnya, sang pria yang mengenakan pakaian serba hitam itu pun langsung menyerangnya. Mereka harus baku hantam. Di sela pertarungan Cakara mencoba untuk merebut kitab yang ada di salah satu tangan pria itu. Namun rupanya pria itu sangat tangguh, ilmu bela dirinya di atas yang dimiliki oleh Caka. Bahkan Caka terkena serangan beberapa kali, tubuhnya sempat terpental dan membentur dinding. Tapi ia tidak akan membiarkan orang itu berhasil membawa kitab 9 Matahari. Caka bangkit lalu kembali mengejar pria itu keluar ruangan. Ia mengikutinya menapai lorong sempit, menuju ke pintu keluar yang lain. Caka mengejarnya hingga keluar dari pagoda. Di luar justru ia semakin bebas menyerang pria itu. Pukulan dan tendangan mewarn
Kay meninggalkan ruangan itu dan langsung mencari Guru Yu. "Kaley, jadi sekarang dia mengincar kitab 9 Matahari?" "Benar, Guru." "Kurang ajar! jadi dia sengaja datang ke akademi hanya untuk mencuri!" "Kita harus menangkap mereka!" "Kita tangkap mereka saat hendak mencuri kitab itu, kau awasi terus saja. Kapan mereka akan beraksi!" Sementara di kamarya. "Apa kau yakin jika Kay itu adalah mata-mata para master?" tanya Toru. "Guru Yu yang membawanya secara tiba-tiba, padahal sudah jelas sejak King Master sakit, akademi sudah tidak menerima murid baru lagi!" sahut Kaley. "Tapi kenapa kita harus sengaja memancing mereka, bagaimana jika kita gagal mencuri kitab 9 Matahari dan kita lalu tertangkap. Kita akan mendapatkan hukuman yang berat!" "Aku memiliki rencana, kita memang akan menjadi umpan untuk mengalihkan perhatian mereka. Sementara, akan ada orang lain yang mengambil kitab itu!" Efran dan Toru saling pandang lalu kembali menatap Kaley. "Keluargamu?" "Misi kali