Share

Sang Pewaris Cincin Penguasa Dunia
Sang Pewaris Cincin Penguasa Dunia
Penulis: Y Airy

1. Terbangun Dari Kematian

Allarrit, Nollyvia.

“Tuan Muda ... sudah meninggal!”

Ucapan dari dokter seolah membuat ruangan dengan lampu putih yang menyilaukan mata itu seketika terasa dingin. Gradi, kakek dari pria yang terbaring tak bernyawa di atas brankar, merasakan nyawanya ikut pergi dari tubuhnya.

“Apa? Meninggal!? Tidak mungkin, Dokter!” seru Gradi tak terima dengan kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter.

“Maafkan saya, Tuan Madaharsa. Tapi Tuan Muda Cakara sudah tak bisa diselamatkan.”

Gelengan kepala dari sosok yang memakai jas putih serta suara nyaring elektrokardiogram yang hanya menunjukkan garis lurus, seolah membuktikan ucapan sang dokter.

“Ayah, mungkin memang ini yang terbaik untuk Caka!” ujar Vivian, “Tiga tahun dia harus hidup dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya, itu pasti sangat menyakitkan!”

“Vivian benar, Ayah!” timpal Erdian, “Mungkin memang sudah waktunya Caka pergi!”

Ucapan kedua anak pria tua itu bukannya membuat dia tenang, justru membangunkan emosi, “Diam kalian!” hardik Gradi.

Baik Vivian mau pun Erdian bungkam seketika. Pria tua itu menatap keduanya dengan nyalang, sejak dulu kedua anaknya itu selalu membujuknya agar menyerah atas hidup Caka. Tapi Gradi yakin jika suatu saat cucu kesayangannya itu akan kembali.

Kali ini pun ia yakin jika ada yang tidak beres dengan kondisi Caka yang tiba-tiba drop hingga berakhir dengan berita duka ini. Meski Caka harus hidup dengan banyak alat yang terpasang di tubuhnya, namun kondisinya termasuk stabil.

Sementara di dalam ruangan, tubuh pemuda yang baru saja dilepaskan dari semua alat yang tersambung ke tubuhnya itu tiba-tiba saja kejang. Semua perawat yang menanganinya terkejut, mereka saling merapatkan diri.

“Apa yang terjadi?” ucap sorang perawat yang setengah ketakutan. Pemuda yang terbaring di ranjang itu beberapa saat lalu sudah tak lagi bernafas. Namun kenapa bisa kejang-kejang?

“Ap-apakah Tuan Muda sudah menjadi hantu?” tanya perawat lain.

“Hsst! Jangan bicara sembarangan!” sergah perawat itu, “Lebih baik kita periksa lagi. Siapa tahu ada kesalahan!” imbuhnya mulai menghampiri. Meski ada rasa takut yang menyerang. P

Detak jantung yang tampak di alat EKG mulai meningkat, seperti masih ada kehidupan.

“Apakah kita butuh alat kejut?” tanya temannya.

Ketika perawat itu sampai di sisi ranjang, tubuh Cakara berhenti kejang. Perawat itu menatap wajah tampan Tuan Muda yang terkenal lumpuh sejak usia 10 tahun itu. Pemuda itu pasti akan tampak sempurna jika bisa berdiri tegap di atas kakinya sendiri, sayangnya itu tak mungkin.

Saat perawat itu mengulurkan tangan untuk memeriksa napas Cakara, tiba-tiba saja ada tangan yang mencengkeram lengannya. Perawat itu sempat menjerit singkat saking kagetnya, apalagi ketika dua mata di hadapannya terbuka seketika.

Semua yang menyaksikan juga sangat terkejut, mereka hanya mampu menelan ludah dengan kepayahan.

Caka, pemuda yang baru saja mengalami tidur panjang itu menggeser pandangannya.

“Di mana aku?” tanyanya karena tak mengenali tempatnya berada.

“Tu-Tuan Muda, A-Anda ... masih-hidup?” tanya perawat itu terbata.

Caka mengerutkan kening. “Tuan Muda?” desisnya dengan nada bingung.

Perawat itu meringis karena cengkeraman di pergelangannya itu sangat kuat. Bagaimana seorang pria lumpuh bisa memiliki tenaga yang begitu kuat?

“Siapa Tuan Muda?” tanya Caka jujur.

“A-Anda!” suara Anna bergetar, “Tuan Muda Cakara ... Madaharsa!” jawab perawat itu terbata. Jawaban itu membuat Caka melepaskan tangannya seketika.

Cakara Madaharsa! Ia merasa tak asing dengan nama itu. Madaharsa?

Sementara perawat itu lekas berlari keluar ruangan.

“Dia bangun, dia hidup!” seru perawat itu dengan nafas tersengal.

Semua orang di luar ruangan itu menoleh padanya. “Siapa yang bangun, suster?” tanya dokter.

“Dia hidup lagi ... Tuan Muda ... Tuan Muda hidup lagi!”

Gradi membesarkan bola matanya dan langsung merangsek ke dalam diikuti dokter dan yang lainnya.

“Caka!” seru Gradi menghampirinya. Reaksi terkejut tampak jelas di wajah Cakara yang masih terbaring, seluruh tubuhnya masih terasa linu.

Caka menatap tak percaya pada sosok di depannya. Sekarang ia ingat tentang Madaharsa. Siapa yang tak mengenal keluarga besar Madaharsa. Kekuasaannya meliputi seantero kota Allarith, bahkan beberapa kota di sisinya pun tak luput dari kekuasaan keluarga Madaharsa yang notabene memiliki kekayaan yang tidak akan habis sampai kapan pun. Boleh dikatakan kekuasaan Madaharsa meliputi seluruh negara bagian Nollyvia.

Namun kenapa Tuan Madaharsa memanggilnya Caka, bahkan suster itu pun memanggilnya begitu?

Ia memang sempat mendengar bahwa keluarga Madaharsa memiliki seorang anggota keluarga bernama Cakara. Pemuda itu dikabarkan lumpuh karena tulang belakangnya remuk dan tak bisa pulih seperti sedia kala.

“Di mana aku?” tanyanya dengan suara serak.

“Tuan Besar, biarkan saya memeriksa Tuan Muda!” ujar dokter meminta ijin. Ia lekas memeriksa keadaan Caka yang masih tampak bingung itu.

Usai memeriksa, sang dokter pun menampakkan kebingungan yang luar biasa. Ia menatap Gradi.

“Ini sebuah keajaiban, Tuan Besar. Kondisi Tuan Muda sangat baik dan stabil. Seolah sebelumnya ... Tuan Muda tidak pernah mengalami sakit apa pun!”

Jelas saja keterangan dokter sangat mencengangkan bagi semua orang. Bagaimana bisa orang yang sebelumnya lumpuh, bahkan koma selama tiga tahun tiba-tiba saja bangun dan baik-baik saja?

“Lalu ... bagaimana dengan tulang belakanganya, Dok?” tanya Gradi yang sangat berharap kondisi cucunya juga akan pulih layaknya orang normal.

“Untuk itu kita perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut!”

“Ini sangat mustahil!” seru Vivian menatap Caka, ia pun melangkah lebih dekat. “Keponakanku ini lumpuh. Tulang belakangnya hancur, dia hanya bisa duduk di kursi roda, itu pun tak bisa tegap. Meski sekarang dia terbangun ... Ayah jangan terlalu banyak berharap. Dia tetap akan duduk di kursi roda!” ada nada meremehkan di dalamnya. Dan Caka bisa merasakan itu.

“Vivian!” hardik Gradi. “Caka baru saja siuman, seharusnya kau bisa menjaga perasaannya saat ini!”

“Maafkan aku, Ayah. Aku hanya ingin kita tetap berfikir realistis, itu saja!” sautnya menatap sang ayah.

“Apa itu benar, aku lumpuh?” tanya Caka menatap dokter.

“Tuan Muda …”

“Jawab saja, Dok. Tidak apa-apa!” pinta Caka memotong ucapan dokter.

Dokter menoleh Gradi yang memberi anggukan tanda setuju.

“Benar, Tuan Muda. Anda mengalami kecelakaan saat usia 10 tahun, tulang belakang Anda remuk dan tak bisa pulih seperti sedia kala meski sudah dilakukan tindakan operasi dan penanaman titanium!”

Caka terdiam. Jadi itu benar, dirinya lumpuh sejak usia 10 tahun. Ia benar-benar terbangun di tubuh pemuda lumpuh itu. Bagaimana bisa?

“Mengapa aku tak bisa mengingat apapun, Dok?” Tanyanya kepada pria paruh baya di depannya.

Dokter menyimpulkan senyum. “Tak apa, Tuan Muda. Itu hal biasa yang dialami oleh pasien koma saat terbangun dari koma panjangnya! Perlahan nanti Tuan Muda akan mulai mengingat!”

“Caka, Kakek senang akhirnya kau kembali!” ucap Gradi dengan senyum bahagia menyentuh kepala cucunya. Ada embun bening di kedua sudut matanya.

Caka hendak membalas senyuman pria tua itu, namun ia justru menangkap sesuatu di belakang Gradi. Vivian menatap tajam seolah melayangkan ancaman. Namun kali ini Caka tak langsung menurunkan pandangan. Justru membalas tatapan itu.

“Tuan Besar, bisakah kita bicara berdua di ruangan saya!” pinta dokter.

“Tentu saja, Dok!” ujarnya lalu memutar tubuh, “Kalian juga sebaiknya keluar, biarkan Caka beristirahat dulu!” perintahnya pada kedua anaknya.

Gradi meninggalkan ruangan rawat bersama dokter yang jelas merasakan perubahan pada diri Caka pasca bangun dari kematian.

Vivian yang hendak sampai ke pintu menghentikan langkah, ia memutar tubuh dan kembali menghampiri keponakannya. Menatap dengan sinis.

“Selamat datang kembali, keponakan. Tapi tentunya ... kau tak lupa dengan insiden 11 tahun lalu kan?”

Rahang Caka mengeras mendengar penuturan wanita itu. Tentu saja ia tak ingat! Namun sepertinya itu adalah hal yang sangat buruk.

“Jika pun kau lupa, aku akan mengingatkan kembali setelah kau sampai rumah. Ah ... jadi tak sabar menyambutmu di rumah!” ucapnya seolah ada nada bahagia di sana. Detik berikutnya ia mencetak senyum iblis di wajah, merundukkan kepala hingga mulutnya berada tepat di telinga sang keponakan.

“Kau seharusnya mati, Caka. Namun, karena kau memilih untuk tetap hidup, aku akan membuat hidupmu bagaikan di neraka!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status