"Aku memang berharap bisa menjadi murid Master, tapi jika pun beliau tak bersedia menerimaku sebagai murid. Aku hanya ingin tahu kenapa tubuh ini tak bisa berkultivasi!" ungkap Caka. "Taun adalah seseorang yang istimewa, saya yakin Master Wu pasti bersedia menerima Anda!" Caka tersenyum getir. "Tak semudah itu menjadi murid Master Wu, ada ujian yang harus dilalui!" Arthur mengernyit mendengar jawaban tuannya. Ada ujian yang harus dilalui, artinya ... jika tuannya itu sampai diterima sebagai murid Master Wu, artinya sang tuan tak bisa tinggal di kota Allarith sata menjalani ujian. "Tuan, pelantikan Anda ...." "Masa ujicoba ini setahun, dan karena ini hanyalah masa ujicoba ... pasti tidak memerlukan pelantikan resmi. Hanya serah terima jabatan saja!" potong Caka. Arthur pun mengangguk. Sebenarnya ia tak terlalu berambisi untuk menjadi Perdana Menteri, namun karena tuan besar Gradi menginginkan dia untuk meneruskan tahtanya. Ia hanya bisa menerima dan berusaha. Sebenarnya
"Caka jawab Bibi dengan jujur. Sebenarnya dia itu adik Jenderal Cody atau pelayannya?" tanya Vivian dengan nada tinggi. Caka menghela nafas dalam. "Jenderal Cody bilang dia adik terkecilnya!" "Jenderal Cody bilang? Memangnya sebelumnya kalian belum pernah bertemu atau bagaimana?" "Bibi, aku tidak mau membahas ini!" hindar Caka kemudian lanjut makan. "Oya, besok malam adalah pesta perjamuan keluarga. Semua anggota keluarga Madaharsa akan berkumpul di sini, Bibi tidak mau istrimu itu membuat malu kita. Lebih baik jangan biarkan dia ikut bergabung!" saran Vivian. "Tapi, Bi. Berita pernikahanku sepertinya menyebar dengan begitu cepat, tadi pagi ada yang menelpon dan menanyakan hal itu!" Vivian menghela nafas dengan pasrah. "Jika begitu ... dandani dia dengan layak, tapi sepertinya mau berdandan seperti apa pun dia tetap akan tampak seperti pelayan!" Caka hanya mendengus mendengar omelan Vivian. Usai makan siang, Caka berlatih di ruang rahasia bersama Arthur dan Mac. Kali
"Arghhh!" Zava langsung melempar barang yang ada di tangannya tak tahu arah, menaikan handuk yang ada di kakinya dan bersembunyi di balik pintu lemari. Caka melebarkan mata ketika ada sesuatu melayang dan jatuh tepat ke wajahnya. Ia memejamkan mata sejenak kemudian meraih benda itu dan menatapnya. ltu adalah sebuah panty mini berwarna putih renda, ia meremas benda itu lalu melemparnya ke kasur. Kemudian melirik wanita yang sedang mencoba menyembunyikan dirinya di balik pintu lemari. Wanita itu bodoh atau bagaimana? Dari tempat persembunyiannya jelas Caka masih bisa melihat dirinya. "Kau sengaja ingin menggodaku?" ulang Caka. "Bu-bukan ...." Zava menggigit bibirnya. Caka hanya mendengus. "Kenapa ... Tuan masuk tak bilang dulu?" tanyanya sedikit gugup. "Ini kamarku." Jawaban Caka yang dingin membuat Zava membeku, ia ingin membenturkan kepalanya ke tembok jika bisa. Tentu saja, ini kamar Caka. Ia hanya menumpang. Harusnya ia tetap bersyukur pria itu masih m
"Cody?" desis Caka menoleh Arthur, Rolland memiliki banyak kontak dengan Cody? Apakah mungkin Cody juga terlibat dalam rencana untuk menyingkirkan Gradi? "Arthur!" "Iya, Tuan Muda." "Bisa kau kumpulkan informasi ... siapa saja yang meninggal atau pun lengser dari jabatannya tujuh tahun yang lalu?" pintanya. "Maksud Anda?" Arthur mengerutkan kening karena tak mengerti. "Entah mengapa aku merasa ... seperti ada kudeta besar-besaran tujuh tahun yang lalu dalam pemerintahan. Temukan saja siapa orang-orang pemerintahan yang lengser tiba-tiba atau pun meninggal. Entah itu dalam kursi parlemen atau pun para prajurit!" Arthur baru mengerti apa yang diinginkan tuannya. Ketika Jenderal Raymond difitnah, tak lama dari itu Tuan Gradi juga meninggal dan memang Dalma kurun waktu satu tahun banyak anggota parlemen yang meninggal mau pun lengser dari jabatannya. "Baiklah, Tuan. Saya akan mengumpulkan informasinya! Tapi mungkin akan membutuhkan waktu." "Tak apa, memang tak boleh terburu-
'Sudah waktunya, aku menegurmu!' Caka tersenyum penuh arti. "Caka, di mana istrimu?" tanya Melina yang baru saja sampai di meja makan. Ia menarik kursinya dan duduk. "Kenapa kau tak mengajaknya sarapan?" "Ada beberapa tugas yang harus dia kerjakan!" "Dia tampaknya gadis yang baik!" pujinya. "Itu hanya kedok, Bibi. Wanita itu pasti menjerat Caka dengan berpura-pura polos dan baik, mana mungkin ada wanita yang benar-benar mau menikah dengannya. Wanita itu pasti mengincar harta saja!" celetuk Serkhan. Ia memasukan potongan roti ke mulutnya. Melina menghela nafas. Ia tak ingin memperpanjang masalah. Berdebat dengan Serkhan tidak akan membuahkan hasil. Hanya buang-buang suara. Jujur saja Caka menyukai perangai istri dari pamannya itu. Melina adalah wanita yang baik, selama ini ia juga memperlakukan Caka dengan cukup baik. Agenda Caka hari ini adalah bertemu dengan Master Wu. Tak banyak pengawal yang ikut. Mac hanya membaca 4 orang anak buah, itu atas permintaan Caka. Ia t
"Ketua!" seru Dito yang melihat tubuh Mac melayang dan mendarat di tanah. Gapura itu memang tak berpintu namun rupanya dibentengi oleh sebuah kekuatan yang tak kasat mata. Arthur mendekat, mengamati pintu masuk yang tak nampak itu. "Tentu saja!" tukas Arthur, "Master Wu tak mungkin membuat jalan masuk dengan begitu mudah!" Sementara Caka mencoba mengartikan kalimat itu. 'Rasa hormat adalah kunci membuka pintu.' "Hanya Ketua yang sudah mampu berkultivasi, jika ketua tak bisa menembus pintu ini maka kita pun tak akan bisa!" ujar Aji. "Pasti ada cara!" timpal Caka. Mereka mulai berfikir, apa yang bisa membuka pintu itu? Caka bertekad harus bisa masuk dan menemui Master Wu. Jadi ia harus bisa menembus pelindung tak kasat mata itu. Mac sudah kembali ke sisinya. "Tuan Muda, biar saya mencobanya lagi. Saya akan mencoba menggunakan kekuatan saya!" "Tidak, Mac. Pintu pelindung ini tak bisa dibuka secara paksa!" larang Caka. "Lalu bagaimana kita bisa masuk, Tuan M
Caka menatap keduanya dengan rasa cemas. Jika ilmu Yu Jin cukup tinggi, dengan kemampuan Mac yang baru berada di ranah Ivory, itu bisa saja membuat Mac terluka. Tapi semoga saja mereka hanya akan beradu fisik, tanpa harus menggunakan energi Qi. Baik Mac mau pun Yu Jin berdiri berhadapan, Yu Jin menaruh kedua tangannya di belakang tubuh dengan memasang ekspresi angkuh di wajah. Mac mulai mengepalkan tinju di kedua sisi tubuhnya. Ia memang ingin menghajar Yu Jin karena sudah merendahkan Caka. Meski nada bicara Yu Jin dibuat sesopan mungkin namun Mac tetap bisa merasakan kilatan mata pemuda itu yang merendahkan. Ia tidak akan membiarkan siap pun merendahkan tuan mudanya.Semua yang menonton sangat antusias, sudah lama tidak ada orang luar yang datang lalu beradu kekuatan dengan Yu Jin. Dan hari ini ada seseorang yang berani menerima tantangan Wang Yu Jin, tentu saja mereka tidak akan melewatkan kesempatan itu.Tuan Muda Jayhan yang sudah memasuki ranah Elementary saja tidak memen
"Aku belum kalah!" sahut Mac yang menghentikan kaki lalu melayang untuk sampai ke hadapan Yu Jin kembali. "Kemampuanmu lumayan!" puji Yu Jin. Namun nadanya seperti bukan pujian. Lebih kepada sebuah ejekan. Mac mencoba untuk tetap tenang, ia tak boleh terpancing dan marah. Itu justru akan sangat merugikan untuk Caka. Yu Jin menggerakkan satu tangannya, muncul cahaya putih di atas telapak tangannya seperti kilatan-kilatan listrik. "Ini ...!" ujar Arthur. Ia tak menyangka jika dalam usianya yang masih cukup muda, pria bernama Yu Jin ini sudah mampu mengendalikan energi petir, meski belum terlalu kuat namun itu juga cukup berbahaya. Mac sempat melotot, namun ia segera menggerakkan kedua telapak tangannya hingga muncul cahaya biru dengan angin yang cukup kuat di depan tubuhnya. Semua murid kuil Wu yang tadi dilatih oleh Yu Jin sudah pasti tahu kekuatan yang Yu Jin keluarkan kali ini cukup berbahaya. Jika lawannya itu tak bisa menghindar lalu serangan itu mengenai organny