Share

005 | Naga Putih

Ailfrid membuka kedua matanya perlahan. Hal yang pertama dilihatnya adalah langit gelap tanpa bintang yang membentang. Tangannya meraba sekitar dan baru disadarinya ia sedang terbaring di atas rerumputan dengan coat miliknya yang dijadikan bantalan. Ia mengerjap beberapa kali, lalu mengubah posisinya menjadi duduk.

“Apa yang terjadi?”

“Ah, kau sudah sadar?” Seth yang baru kembali dari berkeliling sekitar segera menghampiri Ailfrid.

“Aku pingsan?” Ailfrid mengerutkan alisnya, “berapa lama?”

Seth memberikan botol minum yang dibawanya dalam tas yang selalu tersampir di pundaknya pada pemuda berambut coklat itu, yang tentu saja diterima dengan senang hati.

“Dua jam. Beruntungnya, selama dua jam kau tidak sadarkan diri tidak ada apapun yang terjadi. Gempa tadi hanya terjadi sekali, lalu…” Seth duduk tepat di depan Ailfrid yang masih belum ingin mengubah posisi atau sekedar beranjak, sebenarnya ia memang lelah jadi sekalian saja ia gunakan kesempatan ini untuk istirahat, “arus sihirnya menghilang.”

“Apa?”

“Menghilang begitu saja. Seperti gempa itu tidak terjadi sama sekali. Aku sudah memeriksa sekitar, dan sihir yang menyesatkan itu kembali bekerja. Berkali-kali aku pergi ke arah sana,” Seth menunjuk jalan di belakang Ailfrid, lalu menunjuk jalan di belakangnya, “dan berkali-kali juga aku kembali dari arah sana, padahal aku berjalan lurus.”

Ailfrid menopang dagu, tatapannya terarah ke bawah. Namanya hutan yang dipenuhi oleh sihir, tidak mengherankan kalau banyak terjadi hal-hal aneh. Apalagi tempat ini puluhan tahun ditinggalkan oleh penghuninya. Para elf jauh lebih peka daripada manusia, walaupun orang itu memiliki kemampuan sihir. Mereka pastilah sudah lebih dulu mengira bahwa tidak akan ada hal baik yang akan terjadi jika mereka tetap menjadikan hutan Chinia sebagai tempat tinggal.

Ia menghela nafas. Salahnya sendiri nekat ke hutan ini tanpa mengetahui apapun, tapi dengan tidak banyaknya literasi soal Chinia setelah sang naga disegel, memangnya apa yang bisa diharapkan dari buku-buku yang menjelaskan kondisi di sini di waktu-waktu sebelum kejadian itu terjadi?

Kondisi dulu dan sekarang mungkin saja telah jauh berbeda, jalan setapak yang seharusnya dipenuhi oleh batu kerikil kini sudah tertutup sepenuhnya oleh rerumputan.

Sihir sang raja itu sebenarnya bagaimana?

Ia hidup dua puluh satu tahun di istana, tapi bahkan selama itu pula ia tidak pernah mengetahui apapun. Orang itu terlalu penuh dengan hal-hal yang bersifat rahasia. Jangankan dirinya, sang ibu mungkin saja tidak pernah benar-benar mengenal suaminya sendiri.

“Semakin dipikirkan malah semakin membingungkan.”

“Hah?”

“Ayo pergi, diam di sini tidak ada gunanya. Kita lanjutkan saja, toh kita ke tempat ini tanpa niat buruk.”

Seth memicingkan matanya, menatap tidak yakin si lawan bicara, “Kau yakin?”

“Tujuan kita membebaskan si naga, memangnya kau kira apa lagi yang ingin kulakukan?”

Pemuda berambut pirang itu masih dengan tatapannya pada lawan bicaranya, “Terakhir kali kau bilang di kerajaan utara kalau kau hanya ingin mencari telur burung api tapi tujuanmu yang sebenarnya justru menjadikan induknya sebagai peliharaan, jadi katakan apa yang kali ini kau inginkan?”

“Ah, aku tidak ingat pernah mengatakan itu.”

Ailfrid segera beranjak, bergegas meninggalkan Seth sebelum vampir itu bertanya hal lain. Bukannya ia tidak ingin menjawabnya, hanya saja belum saatnya. Apa yang dilakukannya saat ini bukan hanya bertujuan untuk melemahkan sang raja. Ada sesuatu yang lain, tapi itu tergantung dari bagaimana reaksi sang naga setelah dibebaskan oleh mereka.

“HEI—ah, lagi-lagi menghindar,” Seth menghela nafas, teman seperjalanannya itu sebenarnya penuh dengan misteri. Kalau boleh jujur, ia tidak pernah benar-benar mengenalnya. Seth hanya mengetahui bahwa Ailfrid berasal dari kerajaan barat, Aldrand, hanya itu saja.

Ada banyak sekali pertanyaan dalam benaknya, termasuk kenapa mereka selalu menghindari Nuada. Hampir semua tempat di dunia ini telah dikunjungi oleh mereka, seharusnya kota besar semacam Nuada tidak akan terlewat, tapi setiap kali ia mengutarakan keinginannya untuk ke sana, orang itu selalu menghindar. Tapi bertanya yang bersangkutan adalah hal yang sia-sia, Ailfrid tidak banyak bicara soal dirinya, ia hanya menceritakan apa yang memang ingin diceritakannya saja.

Menyebalkan? Tentu saja. Ibarat air, Seth sudah menumpahkan sebelengga sedangkan orang itu hanya memberikan setetes. Ingin membaca pikirannya saja sudah sangat sulit, karena dia menutupinya dengan sangat rapat. Sedikit salah membaca, maka mungkin ia akan tersesat dalam ingatan milik Ailfrid yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Seth beranjak dari tempatnya, mengikuti arah jalan pemuda berambut coklat itu. Bukannya ia peduli—ah, itu awalnya saja, sejujurnya ia peduli, hanya saja mengatakan hal itu di depan yang bersangkutan tentu saja sangat memalukan. Orang itu selalu terlihat terbebani, terutama sekali di waktu tidurnya. Bukan satu atau dua kali dia mendapati Ailfrid terbangun tengah hari dengan peluh mengaliri seluruh tubuhnya, seperti ia sudah berlari seharian.

Orang itu bermimpi buruk. Malam-malam dimana ia tidak pernah tertidur, ia selalu memperhatikannya. Ailfrid tidak pernah mengigau, tapi melihat dari raut wajahnya sudah bisa ditebak kalau itu bukan mimpi yang bagus.

Seperti tadi pagi, dan sebelum-sebelumnya juga, terutama setiap kali tujuan mereka adalah Aldrand.

Duk

“Aww…”

Langkah kaki Seth terhenti, tubuhnya bertabrakan dengan Ailfrid yang menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.

“Apa yang kau lakukan!?” Seth baru saja akan mengumpat padanya, tapi Ailfrid telah lebih dulu menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.

“Lihat itu.”

Pemuda berambut coklat itu menunjuk sesuatu di depannya. Seth yang masih berdiri di belakang Ailfrid, bergeser ke samping pemuda itu agar bisa melihat lebih jelas.

Di depan mereka terdapat sebuah cekungan. Cukup dalam dan luas, mungkin saja seperempat atau sepertiga dari wilayah hutan ini, siapa yang tahu, lagipula hutan ini tidak cukup luas. Dari apa yang dia baca dalam sebuah buku, melewati hutan ini dari Rockfell ke ujung hutan hanya memakan waktu dua jam saja dengan kereta kuda.

Kondisi tanah pada cekungan itu cukup tandus, berbeda dengan pepohonan yang tumbuh subur di sekelilingnya, seolah antara cekungan ini dan hutan adalah tempat yang sebenarnya berbeda.

Tatapan keduanya tertuju pada sesuatu yang berdiri di tengahnya. Kristal putih transparan dengan ukuran nyaris tiga kali lipat dari pohon biasa menarik perhatian mereka, terutama sekali dengan sesuatu yang ada di dalamnya.

Seekor naga berwarna putih dengan ukuran hanya sedikit lebih besar dari Ailfrid dan Seth, tertidur di dalamnya.

“Apa naga ini yang dimaksud?” Seth menoleh ke arah Ailfrid yang tatapannya masih tertuju pada bebatuan kristal di tengah cekungan.

Ailfrid menoleh ke arah Seth, iris keduanya saling bertatapan. Mereka tidak bisa sembarangan mendekat, melihat dari bagaimana kondisi tanah di sekitar kristal itu dan kondisi hutan yang berbeda jauh, jelas sekali ada sesuatu yang menghalangi di sana.

Pertanyaannya, seberapa kuat?

Seth memang memiliki kemampuan bertarung lebih baik daripada Ailfrid, makanya ia selalu terseret di setiap masalah yang ditimbulkan oleh kenekatan teman seperjalanannya itu. Tapi kalau sesuatu yang menghambatnya lebih kuat, ia tetap saja akan kalah. Sedangkan Ailfrid—ia tidak tahu apakah sihir pertahanan akan berguna di situasi semacam ini atau tidak?

“Eire, apa yang harus kita lakukan?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status