Home / Fantasi / Sang Pewaris Tahta / 005 | Naga Putih

Share

005 | Naga Putih

Author: Reidhika
last update Last Updated: 2023-06-19 14:30:03

Ailfrid membuka kedua matanya perlahan. Hal yang pertama dilihatnya adalah langit gelap tanpa bintang yang membentang. Tangannya meraba sekitar dan baru disadarinya ia sedang terbaring di atas rerumputan dengan coat miliknya yang dijadikan bantalan. Ia mengerjap beberapa kali, lalu mengubah posisinya menjadi duduk.

“Apa yang terjadi?”

“Ah, kau sudah sadar?” Seth yang baru kembali dari berkeliling sekitar segera menghampiri Ailfrid.

“Aku pingsan?” Ailfrid mengerutkan alisnya, “berapa lama?”

Seth memberikan botol minum yang dibawanya dalam tas yang selalu tersampir di pundaknya pada pemuda berambut coklat itu, yang tentu saja diterima dengan senang hati.

“Dua jam. Beruntungnya, selama dua jam kau tidak sadarkan diri tidak ada apapun yang terjadi. Gempa tadi hanya terjadi sekali, lalu…” Seth duduk tepat di depan Ailfrid yang masih belum ingin mengubah posisi atau sekedar beranjak, sebenarnya ia memang lelah jadi sekalian saja ia gunakan kesempatan ini untuk istirahat, “arus sihirnya menghilang.”

“Apa?”

“Menghilang begitu saja. Seperti gempa itu tidak terjadi sama sekali. Aku sudah memeriksa sekitar, dan sihir yang menyesatkan itu kembali bekerja. Berkali-kali aku pergi ke arah sana,” Seth menunjuk jalan di belakang Ailfrid, lalu menunjuk jalan di belakangnya, “dan berkali-kali juga aku kembali dari arah sana, padahal aku berjalan lurus.”

Ailfrid menopang dagu, tatapannya terarah ke bawah. Namanya hutan yang dipenuhi oleh sihir, tidak mengherankan kalau banyak terjadi hal-hal aneh. Apalagi tempat ini puluhan tahun ditinggalkan oleh penghuninya. Para elf jauh lebih peka daripada manusia, walaupun orang itu memiliki kemampuan sihir. Mereka pastilah sudah lebih dulu mengira bahwa tidak akan ada hal baik yang akan terjadi jika mereka tetap menjadikan hutan Chinia sebagai tempat tinggal.

Ia menghela nafas. Salahnya sendiri nekat ke hutan ini tanpa mengetahui apapun, tapi dengan tidak banyaknya literasi soal Chinia setelah sang naga disegel, memangnya apa yang bisa diharapkan dari buku-buku yang menjelaskan kondisi di sini di waktu-waktu sebelum kejadian itu terjadi?

Kondisi dulu dan sekarang mungkin saja telah jauh berbeda, jalan setapak yang seharusnya dipenuhi oleh batu kerikil kini sudah tertutup sepenuhnya oleh rerumputan.

Sihir sang raja itu sebenarnya bagaimana?

Ia hidup dua puluh satu tahun di istana, tapi bahkan selama itu pula ia tidak pernah mengetahui apapun. Orang itu terlalu penuh dengan hal-hal yang bersifat rahasia. Jangankan dirinya, sang ibu mungkin saja tidak pernah benar-benar mengenal suaminya sendiri.

“Semakin dipikirkan malah semakin membingungkan.”

“Hah?”

“Ayo pergi, diam di sini tidak ada gunanya. Kita lanjutkan saja, toh kita ke tempat ini tanpa niat buruk.”

Seth memicingkan matanya, menatap tidak yakin si lawan bicara, “Kau yakin?”

“Tujuan kita membebaskan si naga, memangnya kau kira apa lagi yang ingin kulakukan?”

Pemuda berambut pirang itu masih dengan tatapannya pada lawan bicaranya, “Terakhir kali kau bilang di kerajaan utara kalau kau hanya ingin mencari telur burung api tapi tujuanmu yang sebenarnya justru menjadikan induknya sebagai peliharaan, jadi katakan apa yang kali ini kau inginkan?”

“Ah, aku tidak ingat pernah mengatakan itu.”

Ailfrid segera beranjak, bergegas meninggalkan Seth sebelum vampir itu bertanya hal lain. Bukannya ia tidak ingin menjawabnya, hanya saja belum saatnya. Apa yang dilakukannya saat ini bukan hanya bertujuan untuk melemahkan sang raja. Ada sesuatu yang lain, tapi itu tergantung dari bagaimana reaksi sang naga setelah dibebaskan oleh mereka.

“HEI—ah, lagi-lagi menghindar,” Seth menghela nafas, teman seperjalanannya itu sebenarnya penuh dengan misteri. Kalau boleh jujur, ia tidak pernah benar-benar mengenalnya. Seth hanya mengetahui bahwa Ailfrid berasal dari kerajaan barat, Aldrand, hanya itu saja.

Ada banyak sekali pertanyaan dalam benaknya, termasuk kenapa mereka selalu menghindari Nuada. Hampir semua tempat di dunia ini telah dikunjungi oleh mereka, seharusnya kota besar semacam Nuada tidak akan terlewat, tapi setiap kali ia mengutarakan keinginannya untuk ke sana, orang itu selalu menghindar. Tapi bertanya yang bersangkutan adalah hal yang sia-sia, Ailfrid tidak banyak bicara soal dirinya, ia hanya menceritakan apa yang memang ingin diceritakannya saja.

Menyebalkan? Tentu saja. Ibarat air, Seth sudah menumpahkan sebelengga sedangkan orang itu hanya memberikan setetes. Ingin membaca pikirannya saja sudah sangat sulit, karena dia menutupinya dengan sangat rapat. Sedikit salah membaca, maka mungkin ia akan tersesat dalam ingatan milik Ailfrid yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Seth beranjak dari tempatnya, mengikuti arah jalan pemuda berambut coklat itu. Bukannya ia peduli—ah, itu awalnya saja, sejujurnya ia peduli, hanya saja mengatakan hal itu di depan yang bersangkutan tentu saja sangat memalukan. Orang itu selalu terlihat terbebani, terutama sekali di waktu tidurnya. Bukan satu atau dua kali dia mendapati Ailfrid terbangun tengah hari dengan peluh mengaliri seluruh tubuhnya, seperti ia sudah berlari seharian.

Orang itu bermimpi buruk. Malam-malam dimana ia tidak pernah tertidur, ia selalu memperhatikannya. Ailfrid tidak pernah mengigau, tapi melihat dari raut wajahnya sudah bisa ditebak kalau itu bukan mimpi yang bagus.

Seperti tadi pagi, dan sebelum-sebelumnya juga, terutama setiap kali tujuan mereka adalah Aldrand.

Duk

“Aww…”

Langkah kaki Seth terhenti, tubuhnya bertabrakan dengan Ailfrid yang menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.

“Apa yang kau lakukan!?” Seth baru saja akan mengumpat padanya, tapi Ailfrid telah lebih dulu menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.

“Lihat itu.”

Pemuda berambut coklat itu menunjuk sesuatu di depannya. Seth yang masih berdiri di belakang Ailfrid, bergeser ke samping pemuda itu agar bisa melihat lebih jelas.

Di depan mereka terdapat sebuah cekungan. Cukup dalam dan luas, mungkin saja seperempat atau sepertiga dari wilayah hutan ini, siapa yang tahu, lagipula hutan ini tidak cukup luas. Dari apa yang dia baca dalam sebuah buku, melewati hutan ini dari Rockfell ke ujung hutan hanya memakan waktu dua jam saja dengan kereta kuda.

Kondisi tanah pada cekungan itu cukup tandus, berbeda dengan pepohonan yang tumbuh subur di sekelilingnya, seolah antara cekungan ini dan hutan adalah tempat yang sebenarnya berbeda.

Tatapan keduanya tertuju pada sesuatu yang berdiri di tengahnya. Kristal putih transparan dengan ukuran nyaris tiga kali lipat dari pohon biasa menarik perhatian mereka, terutama sekali dengan sesuatu yang ada di dalamnya.

Seekor naga berwarna putih dengan ukuran hanya sedikit lebih besar dari Ailfrid dan Seth, tertidur di dalamnya.

“Apa naga ini yang dimaksud?” Seth menoleh ke arah Ailfrid yang tatapannya masih tertuju pada bebatuan kristal di tengah cekungan.

Ailfrid menoleh ke arah Seth, iris keduanya saling bertatapan. Mereka tidak bisa sembarangan mendekat, melihat dari bagaimana kondisi tanah di sekitar kristal itu dan kondisi hutan yang berbeda jauh, jelas sekali ada sesuatu yang menghalangi di sana.

Pertanyaannya, seberapa kuat?

Seth memang memiliki kemampuan bertarung lebih baik daripada Ailfrid, makanya ia selalu terseret di setiap masalah yang ditimbulkan oleh kenekatan teman seperjalanannya itu. Tapi kalau sesuatu yang menghambatnya lebih kuat, ia tetap saja akan kalah. Sedangkan Ailfrid—ia tidak tahu apakah sihir pertahanan akan berguna di situasi semacam ini atau tidak?

“Eire, apa yang harus kita lakukan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Pewaris Tahta   018 | Bocah laki-laki di kota yang terbengkalai

    Menjadi pengamat itu terkadang rasanya menyebalkan. Ia memperhatikan banyak hal, melihat banyak hal, dan menyadari banyak hal. Tapi kesemuanya itu tidak selalu sesuai dengan dugaannya. Ingin bertanya untuk memastikan, tapi ia sendiri harus memastikan banyak hal hanya untuk bertanya satu. Terutama sekali kondisi yang terlihat tidak memungkinkan sekalipun ia sudah memastikan banyak hal.Ailfrid bisa bertanya pada Arian soal dirinya, tapi itu sama saja dengan keharusan untuknya membuka identitas aslinya. Freya bukan orang bodoh, gadis itu tentu saja masih mengingat secara detail apa yang terjadi kemarin. Salah bertanya hanya akan membawanya kembali pada topik mengenai pangeran kedua yang disinggung oleh si pencuri.Mengajaknya keluar dari kompartemen?Hanya akan menimbulkan kecurigaan lebih jelas. Seth tidak masalah sebenarnya, tapi melihat bagaimana reaksinya terhadap Arian, salah bicara mungkin akan membawanya pada masalah lain yang tidak diketahuinya.Terlalu banyak berpikir hanya aka

  • Sang Pewaris Tahta   017 | Arian Bashkim, atau haruskah kita panggil dia... si pencuri?

    Stasiun kereta kota pelabuhan terlihat lengang. Bangunan tua dengan warna coklat tua yang mendominasi itu tidak terlalu besar, orang-orang pelabuhan jarang menggunakan kereta untuk bepergian karena jadwal yang sedikit jarang.Ketiga orang itu masih berdiri di depan pintu masuk, dengan Ailfrid yang berdiri di antara Seth dan Freya.'Ini buruk? Aku tidak pernah melihat mereka saling berbicara selain waktu pertama kali bertemu di penginapan, tapi kenapa mereka seperti sedang perang dingin begini?'Freya memang tidak menunjukkan raut wajah terganggu, tapi dengan minimnya interaksi mereka dan juga gadis itu yang tidak berusaha untuk berbicara dengan Seth, ia sudah cukup mengerti. Lain dengan Seth. Vampir itu jelas menunjukkan rasa tidak sukanya.Ailfrid menghela nafas untuk yang kesekian kalinya hari ini. Jangankan mengkhawatirkan apa yang ada di Lugh, sejak awal ia tidak yakin ini akan berjalan lancar.Pemuda berusia dua puluh empat tahun itu

  • Sang Pewaris Tahta   016 | Dua Sisi

    Scott berdiri di depan pintu berukuran besar berwarna putih gading. Ia masih belum ingin beranjak dari tempatnya. Dua pengawal yang berdiri di samping kiri dan kanan pintu hanya menatapnya sekilas, tapi tidak berani untuk bertanya—tidak, jangankan bertanya, mereka tidak sanggup bahkan hanya untuk mengeluarkan suara sedikitpun. Keduanya lebih memilih untuk menatap lantai marmer di bawahnya.Aura yang dikeluarkan oleh putra mahkota memang tidak pernah bersahabat, tapi yang kali ini jauh lebih buruk dari itu. Mereka sudah terbiasa, setiap kali menginjakkan kaki di istana utama, mood sang putra mahkota selalu berubah menjadi lebih buruk dari biasanya, apalagi jika bertemu dengan sang raja. Satu-satunya yang bisa membuatnya sedikit melunak hanya keberadaan perdana menteri.Ia menarik nafas. Tangan kanannya terjulur, membuka perlahan pintu besar itu. Ruangan di baliknya adalah ruang kerja sang raja. Perlahan ia melangkah masuk, setelah sebelumnya mengatur ekspresinya men

  • Sang Pewaris Tahta   015 | Scott Rodrick Hargreaves

    Pemuda berambut merah itu menghela nafas, kedua tangannya melipat selembar kertas berukuran kecil yang sedari tadi dilihat olehnya, sebelum kemudian merobeknya menjadi ukuran kecil. Serpihan-serpihan kecil itu dibiarkannya berjatuhan di atas meja. Seberkas cahaya berwarna kemerahan muncul dari tangan kanannya dan robekan kertas tadi perlahan terbakar hingga menjadi abu, lalu menghilang begitu saja.Burung elang berbulu coklat yang masih bertengger di jendela itu menatapnya dalam diam, lalu terbang menjauh. Tugasnya sudah selesai, setidaknya untuk sementara ini.Tok tokSuara ketukan pada pintu mengalihkan perhatiannya, lalu suara seorang lelaki paruh baya terdengar. “Putra Mahkota, Yang Mulia Raja ingin bertemu dengan anda di ruangan kerjanya.”Ia mengusap wajahnya dengan kasar, hembusan nafas berat terdengar setelahnya. Ia benci dengan situasi ini. Dari sekian banyak hal yang tidak disukainya, berada dalam satu ruangan dengan sang ayah adalah sal

  • Sang Pewaris Tahta   014 | Kota yang dibuang dan cerita tentang Empat Harta

    Freya menatap kedua orang di depannya dengan ragu. Ia sejujurnya tidak terlalu mengetahui soal Lugh. Hanya sekilas dijelaskan dalam sejarah yang pernah dipelajarinya beberapa tahun yang lalu, yang dulunya pernah menjadi kota pertanian yang cukup makmur di Riodora sebelum akhirnya dihapus dari peta. Selebihnya, tidak ada seorang pun di istana yang bersedia menjelaskan lebih lanjut soal Lugh, seolah ada yang sedang berusaha mereka tutupi.“Jadi…” Ailfrid bersandar pada jendela, sedangkan Freya duduk di salah satu kursi yang ada di sana, “kotanya hilang? Hancur? Atau sudah tidak berpenghuni?”Apa yang sudah pernah dibacanya terlalu jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Freya. Ada pesan lanjutan dari apa yang diterimanya ketika masih di Rockfell, tentang tujuan yang mengharuskan mereka menuju Lugh.Sebuah kota kecil di kaki gunung, nyaris dikelilingi perbukitan dan dibelah oleh sebuah sungai panjang. Satu-satunya cara menuju ke sana adalah dengan mengg

  • Sang Pewaris Tahta   013 | Kota Lugh

    “Pangeran… kedua? Apa maksudnya?” Freya adalah yang pertama mengeluarkan suara, keheningan itu sedikit mengganggunya, tapi apa yang dikatakan oleh pencuri tadi jauh lebih mengganggunya.Mathias menoleh pada sang putri, lalu mengalihkan tatapannya pada pemuda berambut coklat kemerahan di sampingnya. Laki-laki bertubuh jangkung itu menghela nafas pelan. Ia sudah menduga banyak hal—bahkan hanya dalam waktu beberapa saat ia berada di sini. Tapi bukan haknya untuk mengatakan apapun, toh itu bukan urusannya. Selama tidak mengganggu ketentraman di Riodora, ia tidak peduli.“Tuan Putri, ini sudah saatnya anda kembali. Kakak anda mungkin saja sudah mengacau di istana.”Ia tidak membual untuk yang satu ini. Sang raja adalah orang yang bijaksana, walau agak kaku. Tapi ia orang yang pengertian. Hanya saja di luar dari urusan kerajaan, sayangnya orang itu juga seorang kakak—yang protektif, kalau perlu ditambahkan. Bukan sesuatu yang aneh, mengingat mereka berdua hanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status