Pagi itu cuaca sangat cerah, dan sorotan matahari terasa cukup hangat menyentuh tubuhnya.
Rhaka terlentang di atas rumput yang tebal, rumput itu benar-benar terasa sangat lembut.
Dengan matanya yang masih terpejam, dirinya tersenyum. Udara yang sejuk, membelai lembut tubuhnya.
Rhaka terlelap dalam kenyamanan tersebut, hingga akhirnya suara aneh dari sekawanan burung mulai menyadarkannya.
"Tunggu...." Rhaka terbangun dan mulai membuka matanya. Dia terperanjat, mendapati pemandangan yang tidak biasa di depannya.
Hamparan rumput yang hijau, terbentang luas di hadapannya.
Pepohonan yang tumbuh lebat disekitarnya, semakin menambah kesan keindahan di tempat tersebut.
Kemana pun Rhaka memandang, di ujung pandangannya selalu tertutup oleh bukit yang Indah.
"Ha, dimana ini?" Rhaka memeriksa keadaan di sekitarnya. Dan saat itu dia cukup terkejut dengan apa yang dia kenakan.
Sebenarnya penampilannya tidaklah terlalu buruk. Jubah yang sedikit longgar, panjang dan juga terurai, tentu itu adalah jubah seorang samurai.
Namun di mata Rhaka, penampilannya saat itu sangatlah jadul. Akan tetapi ia tidak punya pilihan lain selain mengenakannya.
Belum usai dari semua rasa herannya, terlihat beberapa kali pantulan cahaya muncul di balik rerumputan. Hal itu telah menarik perhatiannya.
Rhaka menghampiri cahaya itu dan mencoba memastikannya.
Ternyata cahaya itu berasal dari sebilah pedang katana berwarna hitam yang tergeletak begitu saja di tempat itu.
Pedang tersebut terlihat sangat mengerikan, dengan pahatan-pahatan aksara yang tidak dapat dimengerti.
Terdapat pula, kain lusuh berwarna merah tua yang terikat di antara handle dan sarung pedangnya.
Ikatan kain tersebut seperti seolah tanda untuk tidak mengeluarkan pedang dari sarungnya.
Namun karena rasa penasarannya yang cukup tinggi, Rhaka pun mengambilnya dan mencoba membuka ikatan tali lusuh itu.
"Pedang ini, terlihat tidak begitu asing," gumamnya.
Sesaat sebelum Rhaka membukanya, dirinya mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi. Namun seketika kepalanya langsung terasa sakit, dan ia pun mengerang kesakitan.
Di sela-sela menahan rasa sakitnya, terdengar suara percakapan yang agak samar dari kejauhan.
Suara itu berasal dari sekelompok bandit yang sedang mencoba menghadang seorang petualang. Petualang itu bernama Tetsu dan Hama.
"Jika kalian masih mau hidup, sekarang juga, serahkan semua barang-barang kalian!" Bentak ketua bandit seraya diiringi suara tawa dari para anak buahnya.
Tetsu tidak mengindahkannya. Ia mengeluarkan pedangnya dan lebih memilih untuk bertarung.
"Ambil saja, itu pun jika kalian mampu!"
Tetsu adalah petualang dengan Class Guardian. Class ini adalah tipe petarung jarak dekat. Memiliki ketahanan tubuh yang cukup kuat, membuat class ini selalu berada di garda terdepan.
Dalam penampilannya, Class Guardian selalu menggunakan Full Metal Armor di tubuhnya. Senjata mereka merupakan pedang atau kapak di satu tangannya, serta perisai di tangan lainnya.
Dengan perpaduan keduanya, membuat serangan dan pertahanan Class Guardian ini menjadi sangat solid.
"Hahaha! Sadarilah, terlalu percaya diri itu tidak baik." Ucap ketua bandit memperingati.
Suara tawapun terdengar silih bersautan. Para bandit itu terlihat sangat meremehkan.
Sadar akan kalah jumlah, tidak lantas membuat Tetsu dan Hama menjadi gentar.
"Hama, lakukan yang seperti biasa." Bisik Tetsu.
"Ah, aku mengerti," jawab Hama dengan senyuman tipisnya.
Sebelumnya saya mau minta maaf untuk para readers sekalian yang sudah mendukung saya selama ini dalam menulis novel ini. Dalam kesempatan ini saya mau menyampaikan beberapa poin : Poin 1 Saya mau informasikan bahwa novel ini sedang hiatus panjang. Saya tidak tahu apakah saya akan menulis novel ini lagi atau tidak. Poin 2. Saya sedang menulis novel baru. yang kemungkinan akan dipublish di Karyakarsa. Namun, tidak menutup kemungkinan akan dipublish di Goodnovel juga-masih dalam rundingan. Karena novel ini ditulis bukan oleh penulis tunggal, melainkan kerjasama antara dua penulis. Poin 3. Kami meminta saran dan tanggapan bagi para reader yang masih setia terhadap karya dari Author Bigman. Tolong beri komentar dan tanggapannya. #PostKaryakarsa/#PostGoodnovel Poin 4. Poster dari Sang Raja Pulau Mahkota telah kami ganti menjadi Poster dark novel baru kami yang sedang kami tulis-Bukan untuk merubah permanen, melainkan hanya untuk sementara, sebatas promosi. Novel baru
Di sisi lain, dengan meningkatkan kempuan instingnya, Scarra dapat mendeteksi sebuah aktifitas energi yang tidak biasa. Sekumpulan energi yang meluap-luap, bertubrukkan dan meledak-ledak. Energi tidak konsisten yang hanya akan muncul pada sebuah pertarungan.Maggie berserta kelompoknya mungkin ada di sana, setidaknya itulah asumsi kuat yang terlintas di pikiran Scarra saat ini. Tanpa banyak bicara dan pertanyaan, Yuki, Mumu dan Gion berlari secepat mungkin mengikuti Scarra. Mereka pergi ke tempat yang diasumsikan itu. Tidak bisa dikatakan bahwa mereka berlari seperti orang pada umumnya, ini terasa seperti berlari maraton di kejuaraan olimpiade. Dengan raut wajah yang dipenuhi keringat dan sedikit pucat, Gion mencoba mengimbangi kecepatan lari dari yang lainnya. Ia membuat sendi-sendi kakinya bekerja lebih keras dengan adanya perbekalan yang menumpuk di pundaknya. "Aiissh... tidakkah mereka memikirkanku, setidaknya semua perbekalan ini?" Kesal Gion. 15 menit berlalu. Selama it
Dalam pertarungan ini, Charles harus mengakui bahwa Maggie memiliki beberapa insting bertarung yang baik, pola serangan yang dibangunnya telah membuat jarak di antara mereka tetap terjaga. Dengan kata lain, cukup sulit untuk bisa menyerang dan mendekatinya. Tapi, Charles adalah orang yang lebih baik dalam hal teknik dan juga insting. Tidak melakukan apa-apa selain bertahan dan menghindar telah memberinya sedikit ruang untuk berfikir, dia merasakan ada sesuatu yang salah. Dalam beberapa kesempatan, Charles mencoba membiarkan beberapa bagian tubuhnya terkena serangan. Dia mencoba merasakan kekuatan dari serangan itu dan menganalisanya lebih dalam untuk sementara waktu. Hasilnya, Charles menyadari bahwa meskipun kemampuan Maggie dalam menyerang cukup tinggi, dia seperti tidak menggunakan kemampuannya secara maksimal. Itu mungkin dia masih menyimpan kekuatannya untuk moment tertentu atau mungkin dia memang selemah itu. "Lebih baik aku mengujinya." Charles menyerang balik dengan kapak
Zissa mengambil posisi, dia menghunuskan senjatanya dan mengayunkannya ke atas secara perlahan. Posisinya sudah siap untuk melakukan tebasan terakhir. Di tempat lain, Aldea telah sepenuhnya dikuasai oleh rasa takutnya. Tubuhnya gemetar, giginya berderit dan matanya begitu rapat tertutup. Dia ingin lari. Dia benar-benar ingin meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, rasa ketakutan yang amat tinggi telah menghalangi aliran gelombang saraf dari otaknya, sehingga membuat kedua kakinya terasa berat untuk digerakan. Seperti kaku, sepenuhnya kaku. Di tengah rasa ketakutan yang amat itu, sebuah suara muncul. Itu sangat dekat. Suara itu benar-benar dekat. Itu tepat di hadapannya. Mendengarnya membuat sekujur tubuhnya seketika merinding. "Jangan khawatir... Aku tidak akan membunuhmu. Setidaknya, tidak untuk sekarang." Charles mengepalkan tangannya, mengayunkannya dengan pasti untuk menghilangkan kesadaran Aldea. Namun sebelum itu terjadi... "Sekarang!!!" Slebb... Slebb... Slebb... T
Kulit kepalanya mungkin terbelah dari pukulan kuat saat darah mulai menetes ke wajahnya. Meskipun Splash telah menahan rasa sakit dengan salah satu kemampuannya, hanya dengan menggerakan wajahnya saja sudah cukup untuk membuat rasa sakit mengalir deras ke seluruh tubuhnya, membuatnya pusing. Sambil mempertahankan posisinya, seperti siap untuk menangkis serangan yang datang dengan senjata yang dihunuskan sebagai perisainya, Splash mencoba untuk bangkit. Splash mengenakan armor yang dikenal orang dengan nama Silver Tail Wind -Rare Grade Item. Meskipun begitu, dia masih menerima cukup banyak damage dan membuat kakinya kesulitan untuk berdiri. Sudah lama sejak dia terluka sedemikian rupa. Sementara dia bangkit, salah satu tangannya yang gemetar -bukan karena rasa takut melainkan rasa sakit yang luar biasa- mencoba meraba kantong di pinggangnya, dia menggambil satu botol potion penyembuh dan lalu meminumnya. Meski masih jauh dari kata menyembuhkan sepenuhnya, tapi itu cukup baik sebaga
"Tidak ada pilihan lain." Lorion menurunkan Aldea dan kemudian menghunuskan dua kapaknya seraya berkata, "Putri, kami akan menahannya. Larilah jika ada kesempatan!" "Tentu kau mengenalku, Lorion... Aku tidak akan pernah meninggalkan teman-temanku... Jika itu harus mati, kita akan mati bersama!" Balas Aldea seraya bersiap. Meski sedikit kecewa dengan tingkah Aldea yang keras kepala, tapi setidaknya jawaban dari Aldea telah membangkitkan semangat dan juga harapan mereka. Dengan hadirnya Aldea, keselamatan dan harapan hidup mungkin akan sedikit lebih meningkat. Tetapi semua itu terasa sia-sia jika mengetahui kesenjangan yang luar biasa dalam tingkat kekuatan mereka. Meski mereka tahu bahwa kematian adalah akhir dari takdir mereka, tapi itu tidak lantas membuat mereka menyerah. Setidaknya mereka telah berjuang bersama-sama dengan harapan yang tumbuh di hati mereka. Senyuman mulai terekspresikan di wajah mereka, seperti hendak melakukan sesuatu yang tidak akan pernah mereka sesali. "