แชร์

Part 37

ผู้เขียน: Maylafaisha
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-01-09 07:04:37

'Kania. Kenapa aku jadi teringat terus pada perempuan itu ya? Apa karena dosaku di masa lalu yang membuatku kembali ingat kepadanya?' resah dan gelisah rasa hati Andra memikirkan kejahatan yang selalu berusaha dilupakannya itu.

Semakin Andra merasa bersalah kepada Kania, semakin ingatannya tertuju kepada sosok Kania. Sosok yang begitu ceria saat bertemu dengannya kemarin, seakan di antara mereka tidak pernah ada masalah apa pun.

Keresahan hati Andra membuatnya merasa begitu lelah dan mengantuk, sehingga dia memutuskan untuk memejamkan matanya sejenak untuk mengistirahatkan pikirannya dari mengingat Kania.

'Aahh ... lelah sekali rasanya dan mataku pun mengantuk. Mumpung masih ada waktu satu setengah jam, lebih baik aku tidur sejenak. Siapa tahu dengan cara itu, aku tidak lagi mengingat Kania,' gumam Andra sambil merebahkan badannya di ranjang dan mulai memejamkan matanya.

Namun, belum sampai sepuluh m

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Santet Pengantin   113

    Hening menyelimuti ruangan. Hanya suara kayu yang berderak samar di tungku dan napas mereka yang terdengar. Asap dupa masih menguar tipis, namun bau anyir dari ritual tadi masih terasa menyesakkan. Arga menyandarkan tubuhnya ke dinding, matanya terpaku pada lantai. Wajahnya lelah, tapi sorot matanya penuh tekad. “Kita nggak bisa terus-terusan bertahan seperti ini,” katanya akhirnya. “Kalau kita nggak bergerak duluan, mereka yang akan menghancurkan kita.” Barda mengangguk, tangannya meraih segenggam garam dari mangkuk kecil di meja, menaburkannya ke lantai sambil berbisik pelan. “Wangsa Jagal bukan lawan biasa. Mereka bukan cuma sekte pemuja kegelapan, tapi juga penjaga kekuatan yang jauh lebih tua dari yang kita hadapi tadi.” Kania mengerutkan kening. “Kamu tahu siapa yang kita lawan, Barda?” Barda menarik napas panjang. “Aku pernah mendengar tentang mereka dari guruku dulu… Wangsa Jagal bukan sekadar kelompok manusia. Mereka memiliki darah keturunan penjaga gerbang antara d

  • Santet Pengantin   113

    Hening menyelimuti ruangan. Hanya suara kayu yang berderak samar di tungku dan napas mereka yang terdengar. Asap dupa masih menguar tipis, namun bau anyir dari ritual tadi masih terasa menyesakkan. Arga menyandarkan tubuhnya ke dinding, matanya terpaku pada lantai. Wajahnya lelah, tapi sorot matanya penuh tekad. “Kita nggak bisa terus-terusan bertahan seperti ini,” katanya akhirnya. “Kalau kita nggak bergerak duluan, mereka yang akan menghancurkan kita.” Barda mengangguk, tangannya meraih segenggam garam dari mangkuk kecil di meja, menaburkannya ke lantai sambil berbisik pelan. “Wangsa Jagal bukan lawan biasa. Mereka bukan cuma sekte pemuja kegelapan, tapi juga penjaga kekuatan yang jauh lebih tua dari yang kita hadapi tadi.” Kania mengerutkan kening. “Kamu tahu siapa yang kita lawan, Barda?” Barda menarik napas panjang. “Aku pernah mendengar tentang mereka dari guruku dulu… Wangsa Jagal bukan sekadar kelompok manusia. Mereka memiliki darah keturunan penjaga gerbang antara d

  • Santet Pengantin   112

    “Lalu dia apa?” Arga menatap curiga. “Dia adalah Wangsa Jagal,” jawab Barda. “Makhluk yang lahir dari rasa dendam, kemarahan, dan rasa kehilangan yang mendalam."Arga menelan ludah. “Jadi... makhluk itu muncul karena…?”“Karena jiwa Rasti yang belum tenang,” Barda menatap mereka penuh makna. “Dan jika kalian tidak cepat bertindak… arwah Rasti yang asli akan terseret… menjadi bagian dari kegelapan itu.”Di balik bayang-bayang malam, sosok menyerupai Rasti berjongkok di tanah, mencakar-cakar bumi dengan jari-jarinya yang kurus dan hitam. “Aku akan kembali…” suaranya bergetar, penuh kebencian. “Aku akan membuat mereka merasakan rasa sakit yang sama…” Sosok itu menengadah, matanya bersinar merah membara. “Aku akan membuat mereka membayar… dengan nyawa mereka."Malam kembali turun, menyelimuti desa dengan keheningan yang mencekam. Kania dan Arga duduk di beranda rumah Barda, menunggu sang paranormal menyelesaikan persiapannya. Cahaya lampu minyak berkelip samar, menambah kesan mura

  • Santet Pengantin   111

    Sosok yang menyerupai Rasti melesat ke arah mereka dengan kecepatan yang tidak wajar. Nafas Rahayu terhenti, tubuhnya menegang dalam pelukan Roy. “Minggir!” bentak Kania. Dengan cepat, Kania mendorong Roy dan Rahayu ke samping. Bayangan mengerikan itu melesat melewati mereka, nyaris mencengkeram bahu Rahayu. Namun Kania lebih sigap. Dengan sejumput garam yang selama ini ia simpan di sakunya, ia menebarkannya ke arah bayangan itu. SRAAKK!Sosok yang menyerupai Rasti berteriak nyaring. Tubuhnya mengerut, kulit pucatnya mengelupas, memperlihatkan lapisan hitam berlendir di bawahnya. Matanya, yang tadinya bersinar merah, kini mendidih seperti darah mendidih. “Kau akan membayar ini…” desisnya sebelum menghilang dalam kabut kelam yang menyesakkan. Suasana mendadak senyap. Hanya suara napas Rahayu yang terdengar, tersengal-sengal seperti orang yang baru keluar dari mimpi buruk. Roy membantu Rahayu duduk di sofa. Tubuh istrinya gemetar hebat. “Sayang… tenang… tenang…” Roy

  • Santet Pengantin   110

    Malam semakin larut, tetapi tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa tidur. Rahayu masih duduk di sofa, sesekali menggigil meskipun Roy sudah menyelimutinya. Tatapannya kosong, pikirannya penuh dengan suara yang tadi ia dengar—suara yang seharusnya tidak mungkin ada. Roy sendiri berusaha menenangkan dirinya. Sebagai seorang pria yang selalu berpikir logis, semua ini sulit ia terima. Tetapi ia tidak bisa menyangkal kenyataan. Mereka melihat sesuatu. Mereka mendengar sesuatu. Dan sekarang… mereka tidak tahu apakah itu akan kembali atau tidak. Di sudut ruangan, Kania berdiri sambil menatap langit malam di luar jendela. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi ia bisa merasakan sesuatu di luar sana. Sesuatu yang belum pergi. Arga, yang sejak tadi diam, akhirnya bangkit dari duduknya. “Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Roy mengerutkan kening. “Maksudmu?” Arga menatap mereka semua. “Apa yang kita hadapi ini bukan sekadar arwah penasaran. Kalau memang Rasti masih

  • Santet Pengantin   109

    Keheningan yang mencekam menggantung di udara.Ruangan yang tadinya dipenuhi bisikan dan suara tawa menyeramkan kini terasa sunyi. Namun, hawa dingin yang menyelimuti mereka belum sepenuhnya pergi.Arga masih terduduk di lantai, merasakan sisa-sisa nyeri akibat hantaman keras tadi. Napasnya masih berat, pikirannya kacau. Ia mengalihkan pandangannya ke Kania, yang masih berdiri tegap dengan belati di tangannya.Kania tetap waspada, matanya mengitari ruangan, seakan mencari tanda-tanda keberadaan sosok tadi.Rahayu masih terisak di sudut ruangan, sementara Roy berdiri kaku di sampingnya. Wajahnya pucat, tangannya bergetar.Ia tidak pernah percaya pada hal-hal seperti ini sebelumnya. Tapi kini?**Ia baru saja melihat putrinya yang telah mati… atau sesuatu yang menyerupainya.**

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status