Share

Telepon Rahasia

last update Huling Na-update: 2024-01-05 17:09:51

Sudah satu minggu lamanya aku tinggal satu atap dengan Kenzio. Seperti yang dikatakannya dulu dia sibuk kerja dan jarang berada di apartemen. Dia baru pulang ketika aku akan beranjak tidur malam. Karena dia terlihat lelah aku juga sungkan mengganggunya. Kami hanya ngobrol seadanya.

Pagi saat aku bangun dia juga sudah siap dengan pakaian ala eksekutif muda. Kenzio memiliki banyak kemeja kerja, namun hanya ada dua warna yang kuhafal, putih dan biru langit, karena dua itulah yang sering dia pakai. Dia memiliki puluhan kemeja dari merek yang berbeda hanya untuk warna yang sama. Sehingga bagi orang yang tidak betul-betul mengenalnya akan menganggap Kenzio hanya memakai baju itu-itu saja.

Satu hal lagi yang kutandai dari Kenzio adalah dia sering nonton televisi tengah malam di ruang tengah padahal ada televisi di kamarnya. Aku nggak tahu apa penyebabnya. Tidak mungkin TV di kamarnya itu rusak karena tanpa sengaja aku pernah melihanya menyala.

Aku tahu kebiasaan Kenzio karena pernah satu malam aku ingin keluar kamar karena haus dan bermaksud mengambil air minum ke belakang. Namun, karena melihat Kenzio sedang nonton sambil rebahan di sofa maka terpaksa kuurungkan niat tersebut.

Malam ini aku nggak bisa tidur. Sudah sejak tadi yang kulakukan adalah berbaring di kasur sambil mengganti posisi berkali-kali. Mulai dari telentang, tengkurap, miring ke kiri, mengarah ke kanan sampai meringkuk di dalam selimut. Namun semuanya tidak berhasil mendatangkan kantukku.

Aku membawa diri duduk lalu memutuskan keluar dari kamar. Mungkin ada yang bisa kulakukan di luar sana. Bersih-bersih, cuci piring, atau apa pun yang bisa membuatku lelah.

Aku baru membuka pintu ketika melihat layar TV menyala. Ada Kenzio di sana. Seperti biasanya dia menonton sambil rebahan di sofa.

Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya, kalau ada TV di kamarnya kenapa juga dia harus nonton di luar?

Sebelum Kenzio menyadari kehadiranku aku memutuskan untuk balik kanan. Karena jujur saja berada di dekatnya tidak akan pernah biasa bagi hatiku. Sebisa mungkin aku harus meminimalisir interaksi dengannya.

Baru saja kuputar tubuh tiba-tiba telingaku menangkap suaranya.

"Viola!"

Kakiku tertahan sebelum aku berhasil masuk dan menutup pintu.

Kuputar tubuh menghadap padanya. Kenzio yang tadi berbaring ternyata sudah duduk.

"Ya?"

"Belum tidur?"

"Lagi nggak bisa tidur."

"Sini!" Kenzio menepuk kepala sofa memintaku agar mendekat.

Meski bimbang memenuhi hati namun entah mengapa kakiku nggak bisa diajak berkompromi. Aku bergerak mendekatinya lalu menempatkan diri di sebelah Kenzio.

"Kenapa nggak bisa tidur?” tanyanya langsung.

"Nggak tahu, tiba-tiba aja nggak bisa."

"Banyak pikiran pasti. Masih mikirin kerjaan?"

"Gimana aku nggak mikirin? Sampai sekarang belum ada yang nyangkut satu pun. Padahal IPK lumayan, aku juga bukan fresh graduate, nyari kerja yang halal zaman sekarang memang sesusah itu ternyata," keluhku putus asa.

"Coba dipikir lagi. Kali ada yang salah. Mungkin kamu netapin standar terlalu tinggi."

Aku akui aku memang agak pilih-pilih. Sayang aja sih kalau dengan nilaiku yang tinggi serta pengalaman kerja yang kumiliki tapi aku digaji di bawah UMR.

"Menurut kamu salah nggak kalau aku agak milih? Masalahnya aku nggak mau digaji di bawah UMR. Aku bukan fresh grad, dan aku punya pengalaman."

Kenzio menjawab dengan gelengan kepala. "Nggak ada yang salah. Semua orang pasti ingin diperlakukan dengan manusiawi dan layak."

"Berarti pilihanku udah tepat?"

Kenzio mengacungkan jempolnya. "Kalau bukan kita sendiri yang menghargai diri kita, jadi siapa lagi? Sebagai manusia kita harus punya value."

Aku semakin kagum pada Kenzio terlebih oleh cara berpikirnya. Ya Tuhan, akan ke mana lagi dicari cowok seperti ini?

He's too good to be true.

"Tapi ..."

Lanjutan kalimat Kenzio membuatku memandangnya. Aku menunggu apa yang akan dia sampaikan.

"Terkadang kenyataan membuat kita harus berdamai dengan keadaan. Tapi itu bukan berarti menurunkan value yang kita miliki, Viola."

Aku masih menyimak dan mengira-ngira ke mana arah perkataan Kenzio.

"Ada lowongan di kantorku. Jauh dari yang diharapkan memang, gajinya UMR, tapi aku nggak yakin kamu bakalan mau."

Mataku seketika berbinar mendengar penawaran dari Kenzio.

Kenapa nggak dari dulu dia menawarkan padaku ? Bukankah dia CEO? Dia pasti bisa membantuku dengan memberi pekerjaan di kantornya. Dia punya power untuk itu.

"Aku mau, yang penting bisa kerja," sahutku cepat.

Kenzio tersenyum menatapku. 

“Kerjanya di bidang apa? Bagian yang kosong posisi apa?” tanyaku lagi. Aku butuh penjelasan yang lebih jelas dan lengkap.

“Bukan sekretaris CEO sih, tapi office girl. Gimana?”

Jawaban yang aku dengar dari mulut Kenzio membuatku bungkam. Ternyata sangat jauh dari yang kupikirkan. Aku nggak berharap jadi sekretaris CEO, tapi kenapa jatuhnya begitu jauh? Aku juga nggak gengsi untuk kondisiku saat ini. Gengsi nggak bikin kenyang.

“Pekerjaannya nggak terlalu berat. Selain beres-beres paling fotocopy. IMHO coba aja dulu sambil kamu cari-cari yang lain. Cuma sementara kok. Kerja gituan nggak bakal bikin kamu terhina, Viola …” Kenzio mengimbuhkan saat melihatku termangu.

Saat aku sedang larut berpikir, ponsel yang Kenzio letakkan di meja berbunyi. Mataku dan netranya sontak terarah ke tempat yang sama.

Aku melihat sebuah nama tertera di sana. Sebelum aku berhasil membaca dengan jelas, Kenzio mengambil benda itu lalu berdiri dan pergi meninggalkanku sendiri. Membuatku berpikir mungkin dari seseorang yang sangat rahasia sehingga aku tidak boleh mendengarkan.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Butuh perjuangan untuk kerja meskipun hanya bersih-bersih
goodnovel comment avatar
Eulis siti Nengsih
seru ceritanya
goodnovel comment avatar
Hafsya Zidane
seru tapi koin2 mulu hadehh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Aku Nggak Mau Jadi Julietmu

    REMBULANSudah empat hari Romeo pulang ke Bali. Dia bilang ada urusan menangani klien di sana sekalian mengantar Tante Viola.Sudah empat hari juga Romeo nggak menghubungiku sekadar untuk menanyakan kabar. Padahal biasanya dia paling bawel mengingatkanku agar jangan lupa makan dan minum obat.Rasanya hidupku ada yang kurang tanpa adanya kabar dari Romeo.Apa itu artinya aku mulai ketergantungan dengannya? Sejak pembicaraanku dengan Tante Viola malam itu aku berhasil mencerna. Kemungkinan besar akulah orang yang dimaksud, ditambah lagi ucapan Romeo yang meminta menikah dengannya sebelum menemui klien, semakin memperkuat dugaanku ke arah tersebut.Aku berjalan mondar-mandir di dalam apartemen dengan ponsel berada di dalam genggaman. Jujur saja hidupku kurang tanpa Romeo. Aku merindukannya.Eh, apa tadi?Rindu?Benarkah aku merindukan Romeo? Tapi bagaimana bisa? Aku terus bersikap denial melawan perasaan itu. Yang kualami bukanlah perasaan rindu. Hanya perasaan kesepian karena biasanya

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Nikah Sama Aku Ya?

    REMBULAN Di dalam mobil aku masih dihantui keraguan. Akan menginap di mana malam ini?Setelah lama berpikir kuputuskan untuk menginap di hotel, sisanya akan kupikirkan lagi nanti. Yang penting sekarang aku harus pulang dulu ke apartemen Romeo untuk mengambil pakaian. Semoga Romeo belum pulang. Nanti akan kutelepon dia dan mengatakan menginap di rumah Windy. Karena Mecca nggak bisa lagi kugunakan sebagai alasan. Dia pasti akan mengadu.Harapanku gagal jadi kenyataan. Sesampainya di apartemen aku melihat Romeo sudah pulang. Dan dia nggak sendiri. Ada Tante Viola juga. "Selamat malam, Tante," sapaku canggung."Malam, Bulan. baru pulang?" ujar Tante Viola ramah."Iya, Tante. Tante udah lama?""Paling baru lima belas menit.""Tante, saya permisi mau ke kamar sebentar.""Silakan, Lan."Aku langsung masuk ke kamar. Kehadiran Tante Viola di sini sudah cukup menjadi alasan yang kuat agar aku segera pergi. Setelah memasukkan pakaian ke dalam ransel aku keluar dari kamar. Kutemukan Tante Viola

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Mantan Kok Bangga?

    ROMEOAda kekagetan yang nggak tersembunyikan dari wajahku setelah mendengar pertanyaan Bunda. Dari cara Bunda menatapku aku yakin dia berpikiran yang begitu jauh mengenai hubunganku dengan Bulan."Kok nggak dijawab sih, Rom? Jujur aja sih. Kita nggak bakal marah," ujar Kak Kei sambil tersenyum menggodaku."Nggak ada hubungan apa-apa, Kak, Nda. Aku dan Bulan cuma berteman.""Berteman?" ulang Bunda dengan alis bertaut."Iya, Nda.""Kalau memang berteman kenapa dia bisa tinggal di apartemen kamu?"Mampus aku. Kalau sudah begini satu-satunya cara yang bisa kulakukan adalah jujur pada Bunda dan juga Kak Kei."Nda, Kak ..."Keduanya tampak serius memperhatikanku. Pandangan lekat mereka yang jatuh di wajahku seakan bisa mendeteksi kebohongan atau kejujuran yang akan terungkap dari mulutku."Jujur sampai saat ini kami memang masih berteman. Tapi aku menyukai Bulan. Dia udah bikin aku jatuh cinta.""Terus?" ujar Bunda agar aku melanjutkan cerita."Bulan itu hidup sebatang kara. Dia tinggal se

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Ketahuan

    REMBULANHari ini aku tinggal sendirian di apartemen lantaran kurang enak badan. Tadi Romeo menawarkan untuk mengantarku ke dokter. Tapi kutolak. Akhirnya dia membelikanku obat pereda panas.Setengah jam yang lalu Romeo meneleponku menanyakan keadaanku. Dia baru tenang setelah kukatakan panasku sudah turun.Aku akan ke kamar mandi ketika mendengar suara bel menggema.Siapa itu?Romeo punya akses sendiri. Dia nggak perlu membunyikan bel untuk masuk.Kuurungkan niat ke kamar mandi lalu kulangkahkan kakiku ke depan untuk membuka pintu.Setelah daun pintu terbuka tubuhku membeku menyaksikan dua wanita berbeda usia di hadapanku. Pun dengan keduanya.Tante Viola dan Lakeizia!"Lan, lo di sini?" ujar Lakeizia dengan keheranan yang begitu kentara.Ya Tuhan, apa yang harus kukatakan?Aku nggak mungkin bilang sedang bertamu dengan memakai piyama di tubuhku kan? Lagi pula nggak ada Romeo di sini."Iy-iya, silakan masuk, Kei, Tante," kataku menyilakan dengan gugup.Keduanya melangkahkan kaki mas

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Membuka Rahasia Masa Lalu

    REMBULANJari-jemariku saling bertaut seolah ingin mencari kekuatan. Apa yang baru saja kudengar dari Romeo membuatku ingin pingsan detik ini juga.Seharusnya tadi aku nggak meminta dia meng-ACC lembar kontrolku. Dia pasti tahu penyakitku dari sana.Aku dan Lakeizia memang didiagnosa anxiety disorder dan PTSD. Hanya saja detail peristiwa yang membuatnya trauma aku nggak tahu. Pun sebaliknya. Dia nggak tahu apa yang terjadi di masa laluku. Kami sangat menghargai privasi masing-masing. Cukup kami tahu bahwa kami berdua mengidap penyakit yang sama."Please, Lan, bagi bebanmu itu denganku. Aku tahu semua itu berat dan kamu nggak bisa menanggungnya sendiri."Aku masih mematung ketika mendengar suara Romeo untuk ke sekian kalinya.Apa yang harus kulakukan? Selama ini aku menyimpan rapat-rapat rahasia terbesarku. Jangankan Romeo, bahkan sahabat dekatku juga nggak tahu apa-apa."Aku bisa dipercaya kalau itu yang kamu khawatirin," ucap Romeo lagi."Nanti ya, di apartemen." Akhirnya kalimat itu

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Terbuka Satu Demi Satu

    REMBULAN "See? Orang-orang akan nganggap kamu nggak waras kalau kamu ada di sini. Reputasi kamu bakalan rusak, Rom," tawaku getir setelah Saskia pergi."Biarin. Kita nggak bisa ngendaliin pikiran orang lain, Lan. Yang bisa kita kendaliin ya pikiran kita sendiri," ucapnya bijak.Aku terdiam, nggak sanggup lagi membalasnya. Wajar dia jadi pengacara. Kemampuannya bersilat lidah nggak diragukan lagi. "Ibu Zivana Rembulan!" Seorang perawat membuka pintu ruangan psikiater, memanggil namaku agar masuk."Perlu ditemenin?" ujar Romeo."Nggak usah," tolakku. Aku bisa sendiri. Justru dengan ditemani Romeo masuk ke dalam akan membuat rahasiaku lain bisa terbongkar.Seperti biasa psikiater menanyakan keadaanku dan perkembangan sampai sejauh ini. Psikiaterku seorang perempuan. Dia begitu lembut dan sabar menghadapi pasiennya. Termasuk padaku."Gimana, Lan, masih sering mimpi buruk?" Psikiaterku mengawali dengan pertanyaan setelah aku duduk tepat di hadapannya.Aku masih ingat. Dulu di depan orang

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Selalu Berdua

    REMBULANTanpa terasa sudah satu bulan aku tinggal di apartemen Romeo. Dalam rentang itu pula nggak ada satu pun dari para sahabatku yang tahu. Selain sibuk dengan dunia masing-masing paling hanya Mecca yang selalu berinteraksi denganku. Itu pun dia selalu menemuiku ke toko karena dari pagi sampai malam aku selalu menghabiskan waktu di sana. Otomatis pertemuanku dengan Romeo juga nggak terlalu sering. Kami hanya bertemu pada pagi hari ataupun malam di saat sudah pulang kerja. Sampai sejauh ini Romeo memegang kata-katanya. Dia murni hanya melindungiku. Nggak pernah ada kejadian aneh atau yang terulang pada kami berdua."Lan, besok jadwal kamu kontrol kan?" ujar Romeo malam itu. Kami baru sama-sama pulang kerja lalu duduk mengobrol sambil menikmati roti bakar yang dibeli Romeo.Aku sedikit kaget karena dia mengetahui jadwal kontrolku ke psikiater."Iya kan?" tanyanya meminta kepastian.Kuanggukkan kepala sebagai jawaban."Aku temenin ya?"Aku yang sedari tadi fokus menikmati roti bakar

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Tidur Berdua

    REMBULAN Mungkin ini adalah hal paling gila yang pernah kulakukan. Bagaimana mungkin aku tinggal bersama dengan lelaki yang masih asing bagiku? Dan lelaki itu sama sekali nggak ada hubungannya denganku. Tapi entah mengapa satu sisi hatiku nggak mampu untuk menolak. Karena sejujurnya peristiwa tadi menambah trauma baru dalam hidupku.Hari itu juga aku pindah ke apartemen Romeo. Aku membawa seluruh pakaian dan barang-barang penting. Sisanya seperti furniture aku biarkan tetap ada di sana. Romeo mengusulkan padaku untuk menyewakan apartemen tersebut atau menjualnya. Dan aku setuju. Aku ingin menjualnya saja. Aku ingin mengenyahkan tempat yang sudah menimbulkan trauma."Welcome home, Rembulan. Semoga betah tinggal di sini," kata Romeo setelah kami tiba di apartemennya.Apartemen Romeo didominasi oleh warna putih sehingga memberi kesan luas. Ada dua kamar di sana. Satu kamar utama dan satu kamar tamu. Tapi ukurannya kurasa nggak jauh berbeda."Kamu bisa tempati kamar ini, Lan. Anggap aja

  • Satu Malam Untuk Selamanya   Karena Aku Menyayangimu

    REMBULANPutra terkejut melihat apa yang terjadi. Pria itu berniat kabur. Namun tentu saja Romeo nggak akan melepaskannya dengan begitu saja."Sebentar, Lan, aku selesaikan dulu urusan sama bajingan itu," bisik Romeo padaku.Aku melepaskan diri dari dekapan Romeo dan membiarkan lelaki itu membuat perhitungan dengan Putra.Berdiri berhadapan dengan bajingan tengik itu, Romeo langsung mencekal krah kemejanya."Berani-beraninya lo ngeganggu cewek gue. Sekarang katakan hukuman apa yang pantas buat lo? Lo pengen mulai dari mana dulu? Di sini?" Romeo menekan perut Putra kuat-kuat dengan tangannya yang bebas. "Atau di sini?" sambungnya mengepalkan tinju ke wajah lelaki itu.Kilat mata Romeo yang terlihat begitu mengerikan tak pelak membuat Putra ketakutan."Ampun, Mas. Lepasin saya," cicitnya seperti tikus."Apa tadi waktu Bulan minta lepasin, lo langsung lepasin dia?"Putra nggak berani menjawab. Sedangkan Romeo semakin berkilat marah. Jujur, aku sangat takut melihat wajahnya."Ini hanya sa

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status