Share

4. Apa salahku?

Hari pun berganti.

"Allahu Akbar Allahu Akbar!"

Suara kumandang adzan Subuh seketika membangunkan Yumna yang sebelumnya tertidur pulas. Dan dia langsung menyadari bahwa dia telah melewatkan malam tanpa berhubungan badan dengan suaminya.

Selain itu, tidak ada kehadiran Ustad Yunus di sampingnya.

"Apa aku semalam ketiduran?" gumamnya sembari menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah lima.

Yumna segera beranjak dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Dia berpikir suaminya pasti ada di dalam sana sedang mandi atau mengambil air wudhu.

"Maaass ...."

Yumna perlahan membuka pintu dan melebarkannya, tapi ternyata tidak ada Ustad Yunus di dalam sana.

"Lho ... Kemana Mas Boy? Apa dia semalam nggak masuk kamar?"

Yumna menggaruk rambutnya yang tiba-tiba terasa gatal. Dia pun memutuskan untuk keluar dari kamar untuk mencari suaminya.

"Mas Boy!!" panggil Yumna dengan suara agak keras.

Ceklek~

Pintu kamar sebelah perlahan terbuka, dan keluarlah Umi Mae dari dalam sana yang memakai mukenah. Tapi dia langsung membulatkan matanya ketika melihat penampilan menantunya yang begitu seksi.

"Astaghfirullah, Nak! Apa yang kamu pakai? Dan kenapa keluar kamar dengan pakaian seperti ini??"

Yumna langsung menatap tubuhnya sendiri, dan sontak dia terkejut juga. "Ya ampun Umi maaf ... aku lupa!"

Buru-buru dia pun masuk lagi ke dalam kamar, dan beberapa detik kemudian kembali dengan sudah memakai handuk kimono.

"Kamu kenapa, Nak? Apa laper?" tanya Umi Mae dengan raut heran.

Dia perlahan mendekat lalu mengelus rambut panjang menantunya yang terlihat berantakan. Tampak jelas wajah Yumna seperti orang yang sedang kebingungan.

"Aku cari Mas Boy, Umi. Apa semalam dia nggak masuk kamar, ya?"

"Masuk kamar kok."

"Tapi kok aku nggak tau, Umi? Jam berapa dia masuk kamar?"

"Jam 11 kayaknya deh."

"Jam 11?!" Yumna terlihat terkejut, tapi seketika ada rona kesedihan yang tergambar diwajahnya. "Kenapa Mas Boy masuk kamar jam 11, Umi? Padahal 'kan dia tau dan Umi tau aku menunggu dikamar sehabis makan malam??"

"Semalam dia habis pergi, Nak, sama Pak RT. Mangkanya pulang malam. Umi sih sempat nanya ... terus Yunus bilang dia diminta untuk meruqiah adik iparnya Pak RT."

'Meruqiah??' Yumna terlihat tak percaya dan makin kalut. 'Apakah meruqiah orang jauh lebih penting daripada bercinta dengan istri sendiri? Atau Mas nggak beneran meruqiah orang, tapi bertemu dengan Naya? Kenapa Mas tega banget sama aku.' Yumna membatin dalam hati dan tak terasa air matanya lolos membasahi pipi.

"Lho, Nakkk ... kenapa kamu malah nangis?!" Umi Mae langsung mengusap air mata menantunya, lalu menariknya membawa ke dalam dekapan. "Apa kamu kesal? Atau kecewa? Tolong maafkan Yunus ya, Nak?" Tanpa dijelaskan, Umi Mae seolah tahu perasaan Yumna.

"Terus ke mana Mas Boy sekarang, Umi?"

"Dia ada di masjid, Nak."

"Ngapain, Umi?"

"Sholat Subuh, Nak. Yunus juga 'kan biasa jadi imam di masjid."

"Hiiiikkkss ...." Tangis Yumna justru makin pecah. Dan itu betul-betul membuat Umi Mae cemas.

"Udah, Nak... jangan nangis," ucapnya seraya mengusap lembut punggung menantunya.

"Semalam Mas Boy pergi nggak pamit dulu sama aku, dan sekarang pun sama. Kenapa Mas Boy begitu sama aku, Umi? Apa salahku? Hiiikkss ...," tangisnya tersedu-sedu.

"Mungkin kamunya udah tidur, Nak. Jadi nggak enak bangunin kamunya," tebak Umi Mae yang berusaha menenangkan. "Udah nggak perlu berpikir yang aneh-aneh. Sekarang kamu mandi dan kita sholat subuh bareng, ya? Takutnya waktunya keburu habis."

Yumna hanya mengangguk pelan. Setelah pelukan itu terlepas, perlahan dia melangkah lesu masuk ke dalam kamarnya.

'Setidaknya kalau enggak bisa pamit ... Mas 'kan bisa chat aku. Tapi ini enggak. Mas seperti nggak menghargai aku.'

Yumna menatap sendu ponsel miliknya yang tak berhasil menemukan apapun dari suaminya, entah chat atau telepon. Bahkan saat dirinya ingin meneleponnya—nomornya justru tidak aktif.

*

*

Agar Yumna tak lagi sedih dengan kegagalan acaranya semalam, Umi Mae memutuskan untuk mengajaknya membuat nasi goreng kesukaan Ustad Yunus.

"Kalau nasi goreng ini sudah jadi ... nanti kamu antarkan ke masjid, ya, Nak? Bila perlu kamu sarapan saja di sana berdua dengan Yunus," ucap Umi Mae yang memerhatikan menantunya yang tengah menghaluskan bahan-bahan dengan cobek.

Yumna memang aslinya pandai memasak, maka tak heran jika dia sama sekali tidak kaku dalam menghaluskan bumbu.

"Memangnya Mas Boy nggak pulang dulu ke rumah, Umi, buat sarapan?"

Wajah Yumna kini terlihat jauh lebih baik. Meskipun masih ada kekecewaan di dalam dadanya.

"Biasanya enggak, Nak. Dia kalau udah ada dimasjid ya langsung kerja. Dulu Umi sering menitipkan sarapan kepada Sandi, tapi sekarang berhubung sudah ada kamu ... bagusnya kamu aja yang mengantarkannya. Nanti Umi minta tolong Sandi deh, ya, buat anterin kamu."

Sandi ini merupakan keponakan dari Ustad Yunus, anak dari Mbaknya.

"Enggak usah, Umi," tolak Yumna. "Aku ke sana sendiri saja. Kan bisa naik taksi."

"Ya udah." Umi Mae mengangguk, lalu tersenyum sambil mengelus pipi kanan menantunya. "Kamu yang sabar, ya, Nak... dan tolong maafkan Yunus kalau dia punya salah."

"Iya, Umi," jawab Yumna sambil tersenyum.

***

Di tempat lain.

Setelah melaksanakan sholat Subuh berjamaah, Ustad Yunus tampak sibuk dengan tugas-tugasnya di masjid.

Mulai dari menyapu, mengepel, hingga mengelap kaca.

Beruntung, selama dia sakit, ada Ustad Hamdan yang merupakan temannya mengambil alih tugas-tugasnya. Jadi, pekerjaan yang dia lakukan tidak terlalu berat karena masjid itu tidak terlalu kotor.

"Alhamdulillah ... akhirnya selesai juga," ucapnya dengan penuh rasa syukur sambil menghapus keringat di dahinya.

Ustad Yunus kemudian memakai sandalnya keluar dari masjid, berniat menjemur kain lap dan pel di atas genteng.

Namun, dia terkejut ketika tiba-tiba ada seseorang yang datang dan langsung memeluknya dari belakang.

"E-ehh!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status