Share

William: Confession

Setelah pertemuanku dengan Sean seminggu yang lalu, aku dan Sean jadi semakin dekat, memang tentu saja Sean yang lebih dulu menghubungiku lewat messenger. Tapi karena kami berkomunikasi menggunakan messenger, aku jadi bisa lebih nyaman berbicara dengannya. Ya, aku memang terkadang lebih suka berkomunikasi dengan bahasa tulisan dibanding harus berbicara langsung dengan seseorang, tidak terkecuali dengan Sean juga.

Aku merasa lebih nyaman dan aman, jika lawan bicaraku tidak bisa melihatku langsung dan aku pun tidak harus menjawabnya saat itu juga. Aku bisa memilih saat yang tepat untuk membalasnya, maka aku sering kali membuat orang menunggu. Hal itu juga yang membuatku sedikit memiliki teman, tapi bagiku itu bukan suatu masalah, aku malah menikmati momen tersebut.

Dan kemarin baru saja Sean memintaku untuk datang ke apartemennya, untuk ikut merayakan hari ulang tahunnya bersama teman-temannya. Ini semata-mata kulakukan karena tidak mau membuatnya kecewa. Jika tidak, aku tidak akan mau datang ke acara tersebut.  Karena biasanya di hari Minggu, aku selalu menghabiskan waktu dengan bersantai di apartemen sambil membaca buku.

Tapi kali ini berbeda, siangnya aku pergi ke mall untuk mencarikan kado yang kira-kira cocok untuknya. Pilihanku pun akhirnya jatuh pada sebuah jam tangan, yang aku rasa akan cocok di tangannya. Tanpa berlama-lama lagi, langsung kutinggalkan mall setelah membayar jam tangan tersebut

.

Masih ada sedikit waktu untuk aku beristirahat sejenak sebelum aku pergi ke acara Sean. Tapi sepertinya itu tidak bisa terlalu lama, karena aku harus memilih baju yang ingin kukenakan nanti.  Aku ingin bisa terlihat menarik dihadapan Sean, yah karena hanya itu. Hampir seluruh isi lemari kucobai, akhirnya pilihanku jatuh pada kemeja hitam bergaris putih dan celana panjang yang senada dengan baju.

Begitu selesai urusan memilih baju, kutinggalkan apartemenku menuju tempat Sean. Aku  berharap Sean akan menyukai hadiah pemberianku ini. Hari ini perjalanan yang kutempuh terasa singkat, aku sudah tiba di apartemen Sean. Kuketuk pintu apartemen Sean, perlahan pintu membuka dan kulihat Sean menyambutku dengan senyuman khasnya.

Aku dipersilakan masuk olehnya, Sean pun terlihat manis dengan setelan kemeja biru langit. Perlahan Sean menutup pintu dan mempersilahkan aku memasuki apartemennya lebih dalam.

"Happy birthday, Sean..." ucapku seraya menyerahkan kado berisi jam tangan yang baru saja aku belikan barusan.

"Thanks, Will..." jawab Sean seraya tersenyum kepadaku, yang kemudian menarik tubuhku ke dalam pelukannya.

Rekan-rekan Sean yang ikut hadir di sana terlihat tersenyum menyaksikan kejadian barusan dan lebih membuatku kaget, sekretaris pribadiku Monica turut hadir dalam acara ulang tahun Sean.

Sean pun akhirnya melepaskan pelukannya dan kembali tersenyum padaku, "You're welcome.  Sean..." ucapku seraya menguasai keadaan.

Tidak lama kemudian datang seorang teman Sean berjalan menghampiriku dan Sean sambil membawa sebuah kue tart coklat yang diatasnya terdapat dua buah lilin yang melambangkan umur Sean, yakni 25 tahun.

"Tiup lilinnya, tapi make a wish dulu ya " ucap pria yang membawa kue tersebut.

Sean menutup kedua matanya sejenak sebelum meniup kedua buah lilin tersebut, tepukan tangan dari teman-teman Sean menutup seremoni tiup lilin.

"Sekali lagi selamat yah Sean, semoga lu semakin sukses dalam segala hal..." sambung pria yang tadi bicara.

"Thanks yah, buat kalian semua..." jawab Sean dengan senyum yang tidak henti-hentinya dia kembangkan.

"Omong-omong, make a wish lu apa tadi?" sambung Monica tiba-tiba.

"Kasih tahu ga, yah? Ga ah, malu gue.." jawab Sean seraya melirikku sekilas

.

Entah apa maksudnya barusan, aku sungguh-sungguh dibuat kebingungan dengan sikap Sean. Ia tiba-tiba langsung memelukku dan barusan ia melirikku dengan tatapan yang membuatku salah tingkah.

"Ya sudah, ayo kita makan..." ajak Sean.

Teman-teman Sean dan Monica pun lebih dulu menuju meja makan yang berada tidak jauh dari dapur. Aku pun memilih untuk duduk terlebih dahulu di sofa, "Sean..." panggilku.

"Iya Will... kenapa?" Sean pun jadi tidak jadi ikut teman-temannya untuk mengambil makanan.

"Kamu sudah lama mengenal Monica?"

Bukannya malah menjawab Sean malah tertawa, "Iya Will... aku sahabat Monica sejak aku pertama kali mengenal dunia modelling." Sean pun turut duduk disampingku.

Aku mengangguk mendengar penjelasan Sean.

"Kamu mau makan apa Will? Biar aku ambilkan untukmu yah..."

"Tidak usah Sean, aku juga bisa ambil sendiri kok. "

"Baik kalau begitu, aku tinggal dulu sebentar yah."

"Uh.. huh..."

Perlahan Sean berjalan menghampiri sahabatnya yang masih sibuk mengambil makanan, sedangkan aku mulai memperhatikan setiap sisi apartemen Sean yang bernuansa cream dan putih. Apartemen ini cukup rapi untuk ukuran seorang pria yang tinggal seorang diri.

"Pak William...." Sapa Monica yang sudah berdiri di hadapanku dengan membawa sepiring nasi yang lengkap dengan lauk.

"Ya Mon..." jawabku.

"Hmm, saya juga tidak menyangka bahwa perusahaan kita akan memakai agency tempat dulu saya bekerja. Memang benar kalau saya dan Sean sudah lama saling mengenal. Kalau itu yang ingin bapak ketahui."

Mendengar penjelasan itu aku hanya bisa mengangguk, tapi apakah aku terlihat ingin tahu ada hubungan apa Sean dengannya?

"Baik pak, saya permisi dulu..." Monica kemudian berlalu dari hadapanku.

Tidak lama kemudian, Sean sudah kembali dengan membawakan dua gelas minuman, "Ini untukmu Will dan aku harap kamu tidak menolak jus jeruk ini."

"Tentu tidak, thanks Sean..." kuraih salah satu jus jeruk dari tangan Sean.

Sean pun kembali mengambil posisi duduk disampingku kembali, disesapnya minuman miliknya itu baru kemudian diletakkan di atas meja kaca yang berhadapan dengan kami.

"Aku senang kamu mau datang, Will." kata Sean memecahkan keheningan diantara kami

.

"Tentu aku datang Sean, aku kan sudah diundang" jawabku seraya tersenyum kepadanya.

Begitu melihat teman-temannya sudah selesai menikmati hidangan pesta, Sean pun kembali mengajak aku untuk makan dan kali ini aku sudah tidak mampu menolaknya. Maka kemudian, giliran aku dan Sean yang menikmati hidangan.

"Sean... kami pulang duluan yah," ucap salah seorang teman Sean yang pernah kulihat pada saat pemotretan.

"Kalian yakin sudah mau pulang, malam masih panjang kan?" tanya Sean begitu kami berdua telah selesai menikmati makan malam dan berpindah kembali ke sofa tadi.

Ketiga orang sahabat Sean itu nampak mengangguk.

"Baik kalau begitu, thanks yah sudah datang ke acara gue. See you tomorrow guys..." Sean segera bangkit berdiri hendak mengantarkan ketiga sahabatnya itu sampai di depan pintu apartemen.

"Pak Will, saya pun permisi dulu sudah malam," sambung Monica yang sudah siap pergi dengan tas yang tersampir di pundaknya.

Aku pun hanya mengangguk dan memang sepertinya aku juga sudah harus kembali, maka aku berdiri hendak mengikuti langkah Monica.

"Sean... gue pulang dulu yah.." gadis berambut panjang lurus tersebut berpamitan dengan Sean.

"Oh... oke hati-hati di jalan yah, Mon..." Sean nampak memberikan ciuman perpisahan pada kedua pipi Monica dan kemudian dibalas Monica.

Dari situ aku semakin yakin bahwa hubungan Sean dengan Monica memang sudah sangat dekat. Aku menunggu giliran berpamitan dengan Sean, hanya berdiri dibelakang Sean menunggu ia dengan Monica selesai berpamitan.

Begitu Monica menghilang dibalik pintu, Sean pun baru mengalihkan perhatiannya kepadaku, "Sean... aku juga pulang dulu yah..." ucapku.

"Will... bisakah kamu menemani aku sebentar saja, ini kan hari ulang tahunku, masa aku harus sendirian sih. Please Will... temani aku sebentar saja," pinta Sean.

Aku yang melihat wajah memelas Sean pun menjadi tidak tega untuk meninggalkan Sean, maka akhirnya kuanggukkan kepala menyetujui permintaannya. Maka tiba-tiba saja, Sean meraih tanganku dan mengajakku kembali ke sofa, ku ikuti saja langkahnya kembali ke sofa.

Kami pun duduk berdampingan seperti tadi, "William..." panggil Sean.

"Uh...huh... kenapa Sean?" aku yang bingung dengan sikap Sean sejak tadi bertemu mencoba mencari tahu apa maksud sikapnya barusan.

"Kamu mau tahu apa make a wish aku barusan?"

Jujur aku memang sedikit tergelitik untuk mengetahui apa harapan Sean tadi, maka akhirnya kuanggukkan kepalaku. Memang aku sama sekali tidak tahu apa kira-kira keinginan Sean, mungkinkah ini ada hubungannya denganku sehingga Sean bertanya apakah aku ingin tahu keinginannya.

"I wish I can stay beside you like this Forever..." tiba-tiba saja Sean sudah menyandarkan kepalanya tepat di dadaku.

Apa aku tidak salah dengar? Ia bilang ia mau bersamaku selamanya. Apakah ini mimpi? Tapi ini terasa terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Detak jantungku pun terasa begitu cepat dan mungkin Sean bisa merasakannya juga.

Belum sempat aku menenangkan detak jantungku, Sean sudah merubah posisinya, masih dengan posisi duduk, dia mulai menatapku lekat sambil menggenggam erat tanganku. "Yeah, I wish I can stay beside you, William."

Maka setelah mendengar dua kali pernyataan tersebut, aku sungguh-sungguh yakin bahwa ini nyata dan memang Sean memiliki rasa sama sepertiku. Kubalas genggaman tangan Sean, sementara tanganku yang satu lagi menyusuri lekuk wajah Sean, kulihat Sean pun memejamkan matanya.

Kudaratkan sebuah kecupan lembut di bibir Sean yang kemudian berbalas, Sean membalas kecupanku yang perlahan-lahan berubah semakin ganas. Kami pun mengambil jeda dan kulihat Sean tersenyum memandangku, "Thanks, Will..." ucapnya disela-sela senyumannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status