Setelah pertemuanku dengan Sean seminggu yang lalu, aku dan Sean jadi semakin dekat, memang tentu saja Sean yang lebih dulu menghubungiku lewat messenger. Tapi karena kami berkomunikasi menggunakan messenger, aku jadi bisa lebih nyaman berbicara dengannya. Ya, aku memang terkadang lebih suka berkomunikasi dengan bahasa tulisan dibanding harus berbicara langsung dengan seseorang, tidak terkecuali dengan Sean juga.
Aku merasa lebih nyaman dan aman, jika lawan bicaraku tidak bisa melihatku langsung dan aku pun tidak harus menjawabnya saat itu juga. Aku bisa memilih saat yang tepat untuk membalasnya, maka aku sering kali membuat orang menunggu. Hal itu juga yang membuatku sedikit memiliki teman, tapi bagiku itu bukan suatu masalah, aku malah menikmati momen tersebut.
Dan kemarin baru saja Sean memintaku untuk datang ke apartemennya, untuk ikut merayakan hari ulang tahunnya bersama teman-temannya. Ini semata-mata kulakukan karena tidak mau membuatnya kecewa. Jika tidak, aku tidak akan mau datang ke acara tersebut. Karena biasanya di hari Minggu, aku selalu menghabiskan waktu dengan bersantai di apartemen sambil membaca buku.
Tapi kali ini berbeda, siangnya aku pergi ke mall untuk mencarikan kado yang kira-kira cocok untuknya. Pilihanku pun akhirnya jatuh pada sebuah jam tangan, yang aku rasa akan cocok di tangannya. Tanpa berlama-lama lagi, langsung kutinggalkan mall setelah membayar jam tangan tersebut
.
Masih ada sedikit waktu untuk aku beristirahat sejenak sebelum aku pergi ke acara Sean. Tapi sepertinya itu tidak bisa terlalu lama, karena aku harus memilih baju yang ingin kukenakan nanti. Aku ingin bisa terlihat menarik dihadapan Sean, yah karena hanya itu. Hampir seluruh isi lemari kucobai, akhirnya pilihanku jatuh pada kemeja hitam bergaris putih dan celana panjang yang senada dengan baju.
Begitu selesai urusan memilih baju, kutinggalkan apartemenku menuju tempat Sean. Aku berharap Sean akan menyukai hadiah pemberianku ini. Hari ini perjalanan yang kutempuh terasa singkat, aku sudah tiba di apartemen Sean. Kuketuk pintu apartemen Sean, perlahan pintu membuka dan kulihat Sean menyambutku dengan senyuman khasnya.
Aku dipersilakan masuk olehnya, Sean pun terlihat manis dengan setelan kemeja biru langit. Perlahan Sean menutup pintu dan mempersilahkan aku memasuki apartemennya lebih dalam.
"Happy birthday, Sean..." ucapku seraya menyerahkan kado berisi jam tangan yang baru saja aku belikan barusan.
"Thanks, Will..." jawab Sean seraya tersenyum kepadaku, yang kemudian menarik tubuhku ke dalam pelukannya.
Rekan-rekan Sean yang ikut hadir di sana terlihat tersenyum menyaksikan kejadian barusan dan lebih membuatku kaget, sekretaris pribadiku Monica turut hadir dalam acara ulang tahun Sean.
Sean pun akhirnya melepaskan pelukannya dan kembali tersenyum padaku, "You're welcome. Sean..." ucapku seraya menguasai keadaan.
Tidak lama kemudian datang seorang teman Sean berjalan menghampiriku dan Sean sambil membawa sebuah kue tart coklat yang diatasnya terdapat dua buah lilin yang melambangkan umur Sean, yakni 25 tahun.
"Tiup lilinnya, tapi make a wish dulu ya " ucap pria yang membawa kue tersebut.
Sean menutup kedua matanya sejenak sebelum meniup kedua buah lilin tersebut, tepukan tangan dari teman-teman Sean menutup seremoni tiup lilin.
"Sekali lagi selamat yah Sean, semoga lu semakin sukses dalam segala hal..." sambung pria yang tadi bicara.
"Thanks yah, buat kalian semua..." jawab Sean dengan senyum yang tidak henti-hentinya dia kembangkan.
"Omong-omong, make a wish lu apa tadi?" sambung Monica tiba-tiba.
"Kasih tahu ga, yah? Ga ah, malu gue.." jawab Sean seraya melirikku sekilas
.
Entah apa maksudnya barusan, aku sungguh-sungguh dibuat kebingungan dengan sikap Sean. Ia tiba-tiba langsung memelukku dan barusan ia melirikku dengan tatapan yang membuatku salah tingkah.
"Ya sudah, ayo kita makan..." ajak Sean.
Teman-teman Sean dan Monica pun lebih dulu menuju meja makan yang berada tidak jauh dari dapur. Aku pun memilih untuk duduk terlebih dahulu di sofa, "Sean..." panggilku.
"Iya Will... kenapa?" Sean pun jadi tidak jadi ikut teman-temannya untuk mengambil makanan.
"Kamu sudah lama mengenal Monica?"
Bukannya malah menjawab Sean malah tertawa, "Iya Will... aku sahabat Monica sejak aku pertama kali mengenal dunia modelling." Sean pun turut duduk disampingku.
Aku mengangguk mendengar penjelasan Sean.
"Kamu mau makan apa Will? Biar aku ambilkan untukmu yah..."
"Tidak usah Sean, aku juga bisa ambil sendiri kok. "
"Baik kalau begitu, aku tinggal dulu sebentar yah."
"Uh.. huh..."
Perlahan Sean berjalan menghampiri sahabatnya yang masih sibuk mengambil makanan, sedangkan aku mulai memperhatikan setiap sisi apartemen Sean yang bernuansa cream dan putih. Apartemen ini cukup rapi untuk ukuran seorang pria yang tinggal seorang diri.
"Pak William...." Sapa Monica yang sudah berdiri di hadapanku dengan membawa sepiring nasi yang lengkap dengan lauk.
"Ya Mon..." jawabku.
"Hmm, saya juga tidak menyangka bahwa perusahaan kita akan memakai agency tempat dulu saya bekerja. Memang benar kalau saya dan Sean sudah lama saling mengenal. Kalau itu yang ingin bapak ketahui."
Mendengar penjelasan itu aku hanya bisa mengangguk, tapi apakah aku terlihat ingin tahu ada hubungan apa Sean dengannya?
"Baik pak, saya permisi dulu..." Monica kemudian berlalu dari hadapanku.
Tidak lama kemudian, Sean sudah kembali dengan membawakan dua gelas minuman, "Ini untukmu Will dan aku harap kamu tidak menolak jus jeruk ini."
"Tentu tidak, thanks Sean..." kuraih salah satu jus jeruk dari tangan Sean.
Sean pun kembali mengambil posisi duduk disampingku kembali, disesapnya minuman miliknya itu baru kemudian diletakkan di atas meja kaca yang berhadapan dengan kami.
"Aku senang kamu mau datang, Will." kata Sean memecahkan keheningan diantara kami
.
"Tentu aku datang Sean, aku kan sudah diundang" jawabku seraya tersenyum kepadanya.
Begitu melihat teman-temannya sudah selesai menikmati hidangan pesta, Sean pun kembali mengajak aku untuk makan dan kali ini aku sudah tidak mampu menolaknya. Maka kemudian, giliran aku dan Sean yang menikmati hidangan.
"Sean... kami pulang duluan yah," ucap salah seorang teman Sean yang pernah kulihat pada saat pemotretan.
"Kalian yakin sudah mau pulang, malam masih panjang kan?" tanya Sean begitu kami berdua telah selesai menikmati makan malam dan berpindah kembali ke sofa tadi.
Ketiga orang sahabat Sean itu nampak mengangguk.
"Baik kalau begitu, thanks yah sudah datang ke acara gue. See you tomorrow guys..." Sean segera bangkit berdiri hendak mengantarkan ketiga sahabatnya itu sampai di depan pintu apartemen.
"Pak Will, saya pun permisi dulu sudah malam," sambung Monica yang sudah siap pergi dengan tas yang tersampir di pundaknya.
Aku pun hanya mengangguk dan memang sepertinya aku juga sudah harus kembali, maka aku berdiri hendak mengikuti langkah Monica.
"Sean... gue pulang dulu yah.." gadis berambut panjang lurus tersebut berpamitan dengan Sean.
"Oh... oke hati-hati di jalan yah, Mon..." Sean nampak memberikan ciuman perpisahan pada kedua pipi Monica dan kemudian dibalas Monica.
Dari situ aku semakin yakin bahwa hubungan Sean dengan Monica memang sudah sangat dekat. Aku menunggu giliran berpamitan dengan Sean, hanya berdiri dibelakang Sean menunggu ia dengan Monica selesai berpamitan.
Begitu Monica menghilang dibalik pintu, Sean pun baru mengalihkan perhatiannya kepadaku, "Sean... aku juga pulang dulu yah..." ucapku.
"Will... bisakah kamu menemani aku sebentar saja, ini kan hari ulang tahunku, masa aku harus sendirian sih. Please Will... temani aku sebentar saja," pinta Sean.
Aku yang melihat wajah memelas Sean pun menjadi tidak tega untuk meninggalkan Sean, maka akhirnya kuanggukkan kepala menyetujui permintaannya. Maka tiba-tiba saja, Sean meraih tanganku dan mengajakku kembali ke sofa, ku ikuti saja langkahnya kembali ke sofa.
Kami pun duduk berdampingan seperti tadi, "William..." panggil Sean.
"Uh...huh... kenapa Sean?" aku yang bingung dengan sikap Sean sejak tadi bertemu mencoba mencari tahu apa maksud sikapnya barusan.
"Kamu mau tahu apa make a wish aku barusan?"
Jujur aku memang sedikit tergelitik untuk mengetahui apa harapan Sean tadi, maka akhirnya kuanggukkan kepalaku. Memang aku sama sekali tidak tahu apa kira-kira keinginan Sean, mungkinkah ini ada hubungannya denganku sehingga Sean bertanya apakah aku ingin tahu keinginannya.
"I wish I can stay beside you like this Forever..." tiba-tiba saja Sean sudah menyandarkan kepalanya tepat di dadaku.
Apa aku tidak salah dengar? Ia bilang ia mau bersamaku selamanya. Apakah ini mimpi? Tapi ini terasa terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Detak jantungku pun terasa begitu cepat dan mungkin Sean bisa merasakannya juga.
Belum sempat aku menenangkan detak jantungku, Sean sudah merubah posisinya, masih dengan posisi duduk, dia mulai menatapku lekat sambil menggenggam erat tanganku. "Yeah, I wish I can stay beside you, William."
Maka setelah mendengar dua kali pernyataan tersebut, aku sungguh-sungguh yakin bahwa ini nyata dan memang Sean memiliki rasa sama sepertiku. Kubalas genggaman tangan Sean, sementara tanganku yang satu lagi menyusuri lekuk wajah Sean, kulihat Sean pun memejamkan matanya.
Kudaratkan sebuah kecupan lembut di bibir Sean yang kemudian berbalas, Sean membalas kecupanku yang perlahan-lahan berubah semakin ganas. Kami pun mengambil jeda dan kulihat Sean tersenyum memandangku, "Thanks, Will..." ucapnya disela-sela senyumannya.
Perlahan aku beringsut bangun, tidak mau membangunkan William yang masih tertidur di ranjangku. Ya, semalam aku berhasil menahan agar ia tidak pulang dan bermalam di apartemenku. Mungkin permintaanku semalam terkesan kekanak-kanakan, tapi nyatanya William mau melakukannya. Aku meminta agar aku bisa tidur di dalam pelukannya dan ternyata akhirnya William ikut tertidur juga.Maka setelah berhasil bergeser bangun dari ranjang, aku bergegas untuk ke dapur. Aku ingin membuatkan sarapan untuk William sebelum ia berangkat ke kantornya. Aku yang sudah biasa hidup seorang diri semenjak kedua orang tuaku pergi meninggalkanku karena kecelakaan mobil, memaksaku untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri. Belajar memasak pun menjadi salah satu yang kulakukan, selain aku berusaha mendapatkan beasiswa di bangku kuliah.Setel
Rasanya masih tidak percaya bahwa aku dan Sean sudah saling mengutarakan rasa cinta satu sama lain. Dugaanku memang tidak salah jika Sean menyukaiku, sikap yang ditunjukan belakangan ini memang sudah cukup meyakinkan, hanya itu belum cukup kurasa hingga kemarin malam. Sean dengan berani mengungkapkan perasaannya kepadaku, hal itu membuatku bahagia sekali dan aku pun jadi tidak perlu memberanikan diri lagi.Sebuah ciuman yang tidak kupersiapkan sama sekali tiba-tiba saja terjadi, entah kenapa aku jadi ingin merasakan bibir Sean yang mungil itu. Bahasa tubuh yang ia berikan memang seakan menginginkan hal yang sama dengan apa yang kuinginkan. Awalnya kupikir aku telah berbuat lancang padanya tapi ternyata dugaanku salah, ia tidak keberatan atau pun marah dengan sikapku.Se
Aku melangkah dengan lesu keluar dari ruangan pimpinan redaksi, ya bagaimana tidak? Dipanggil hanya untuk dimarahi karena belakangan ini dinilai tidak bisa mencari isu yang menarik. Padahal aku juga sudah berusaha sekuat tenaga, tapi memang belakangan ini belum ada isu menarik lain selain film fenomenal 'Squid Game’ yang sedang viral dan ‘Kasus pernikahan Rizky Billar dan Lesti Kejora ’.Aku harus mencari ke mana lagi, tetapi sebagai atasan ia tetap saja tidak mau tahu, yang ia mau cuma isu yang menarik bisa menaikkan rating website dan tentu juga untuk pendapatan. Tapi yang tidak aku suka, dia bilang aku sudah tidak kompeten lagi dalam pekerjaan, makanya aku harus mampu bisa menemukan isu yang bisa menarik perhatian Prayoga
Note : Ada adegan 18+Sesuai dengan janjinya, William datang ke apartemenku dengan beberapa barang bawaannya, mobil miliknya pun ditinggalkan di parkiran , karena kami akan berangkat dengan mobilku. Kali ini aku yang duduk di kursi kemudi, sedangkan William hanya duduk manis di sampingku. Perlahan Jazz-ku berlalu meninggalkan kawasan apartemenku langsung menuju Ancol.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, kulajukan mobilku santai sebab jalanan terlihat cukup sepi. “Kamu sudah menyiapkan semuanya, Sean?” suara William mengalihkan pikiranku yang hanya terfokus pada jalanan.“Yes, everything Will, so kamu tidak perlu takut,” jawabku seraya tersenyum padanya.
Hingga hari Senin, William dan Sean belum kembali, tapi kuputuskan untuk kembali lebih dulu. Sebab aku cukup banyak mendapat gambar kemesraan mereka berdua, mulai dari saat mereka menginap di tenda di pinggir pantai hingga kepindahan mereka ke cottage tempat aku menginap juga. Pada hari minggunya, aku berhasil mendapat gambar William yang menggendong Sean kembali ke kamar.Aku penasaran dengan apa yang mereka lakukan di dalam, tapi aku rasa mereka akan bercinta dan sayang aku tidak bisa mengabadikan momen tersebut. Senin pagi sebelum aku memutuskan untuk kembali, aku pun masih sempat membuntuti William dan Sean yang akan melakukan snorkeling.&
Entah apa yang bisa kugambarkan dari liburanku bersama Sean, ya lelah itu sudah pasti namun meski demikian rasa lelahku seakan terbayar dengan kehadiran Sean di sana. Dan rasanya aku masih tidak percaya sudah bercinta dengannya sore itu. Ya awalnya aku ragu ketika aku ingin mengajaknya, aku takut ia tidak mau. Ya yang kupikirkan saat itu memang hanya ingin mengembalikan momen kami yang sudah hilang, karena sepanjang siang aku hanya mendiamkannya dan bahkan meninggalkannya tidur.Sean memang bukan orang pertama yang kuajak bercinta, kekasihku yang dulu adalah yang pertama. Sedangkan Sean ada orang kedua yang kuajak bercinta, tapi tidak tahu dengan Sean apakah aku orang pertama yang merasakan tubuhnya. Sepanjang perjalanan dari Ancol menuju apartemen Sean, gantian aku yang mengemudi, aku kasihan jika ha
Acara makan siangku dengan William menjadi batal, ya ini karena aku terpikirkan keadaannya. Aku sangat khawatir padanya, meski dia tidak menunjukkannya padaku. Aku bisa menduga bahwa saat ini ia sedang ketakutan. Maka kuputuskan untuk makan siang di kantornya saja, agar ia tidak perlu ke mana-mana dan tidak ada yang membuntuti kami.“Maaf Sean, kita harus makan siang di kantorku…” ucap William begitu Monica sudah membelikan makan siang untuk kami.Aku hanya tersenyum padanya, “Tidak masalah Will, begini saja aku sudah cukup senang kok…” kugenggam erat tangannya.Kemudian kami pun mulai menikmati menu makan siang kami yang berupa makanan fast food, masi
Tadi pagi aku menerima pesan Line dari Sean bahwa hari ini ia akan sibuk untuk pemotretan, aku sempat takut saat ia mengirimkan pesan kepadaku. Jujur aku takut ia akan membawa kabar buruk lagi, sebab teror yang kuterima ini benar-benar menyiksaku.“Sore Pak Will, bapak sudah siap? Pesawat akan berangkat nanti jam delapan malam,” tanya Monica seraya masuk ke dalam ruang kerjaku.“Iya Mon, aku akan kembali ke apartemen sebentar nanti dan aku akan ke bandara dengan taxi saja” ucapku seraya kemudian bangkit berdiri meninggalkan ruanganku.Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, ya masih sempat untuk mandi dan bersiap-siap berangkat ke bandara. Entah kenapa sejak aku mene