Share

William: Give It Try

Rasanya masih tidak percaya bahwa aku dan Sean sudah saling mengutarakan rasa cinta satu sama lain. Dugaanku memang tidak salah jika Sean menyukaiku, sikap yang ditunjukan belakangan ini memang sudah cukup meyakinkan, hanya itu belum cukup kurasa hingga kemarin malam. Sean dengan berani mengungkapkan perasaannya kepadaku, hal itu membuatku bahagia sekali dan aku pun jadi tidak perlu memberanikan diri lagi.

Sebuah ciuman yang tidak kupersiapkan sama sekali tiba-tiba saja terjadi, entah kenapa aku jadi ingin merasakan bibir Sean yang mungil itu. Bahasa tubuh yang ia berikan memang seakan menginginkan hal yang sama dengan apa yang kuinginkan. Awalnya kupikir aku telah berbuat lancang padanya tapi ternyata dugaanku salah, ia tidak keberatan atau pun marah dengan sikapku.

Sean memang bukanlah cinta pertamaku, cinta pertamaku adalah teman  kuliahku dulu  yang terpaksa kuputuskan. Lalu tidak lama setelah kami lulus, kudengar, ia sudah menikah dengan wanita yang adalah pilihan orang tuanya. Jujur hingga saat ini aku masih belum tahu apakah aku akan bernasib sama dengannya atau tidak.

Beruntung aku memiliki alasan yang cukup kuat agar bisa tetap dengan status single-ku, yakni aku ingin merintis karirku terlebih dulu dan papa sangat mendukungku mesti terkadang mama terlihat cemas denganku yang merupakan putra satu-satunya.

Dan memang semenjak aku putus dengan cinta pertamaku, aku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun juga. Aku terlalu takut untuk menjalin cinta kembali, karena aku tahu hubungan kami akan kembali kandas seperti cinta pertamaku.  Tapi anehnya aku tidak mampu menahan lagi perasaanku saat melihat Sean, hanya aku tidak tahu bagaimana kelanjutan hubunganku dengan Sean nantinya.

Papa sudah pasti akan menentang hubungan kami dan mengatakan apa yang kami lakukan adalah sebuah dosa besar dan selain itu aku akan membuat malu keluarga Wang. Seperti yang telah dilakukan adik kandung papa ,paman Richard  yang tidak diakui oleh papa saat aku masih duduk di bangku SMP.

Masih sangat berbekas di ingatanku bagaimana papa memperlakukan paman Richard dengan begitu kasar. Papa bahkan tidak segan-segan menghajar paman  karena dianggap telah menyimpang dari ajaran agama ditambah membuat malu keluarga besar.

Lalu bagaimana dengan aku? Kalau hubunganku dengan Sean diketahuinya, mungkinkah aku akan bernasib sama dengan paman Richard? Rasa takut itu yang menjadi penyebab aku menutup diri. Tapi semua itu seakan musnah begitu saja, pertemuanku dengan Sean seakan membangkitkan rasa yang selama ini selalu coba kukubur.

Kulirik jam sudah menunjukan pukul 1 pagi, aku terus mencoba untuk tidur. Begitu banyak pikiran berkecamuk di kepalaku, tapi aku harus tidur. Bukankah aku besok akan menemui Sean? Ya, aku sudah mengajaknya makan siang. Kucoba pejamkan kembali kedua mataku dan melepaskan semua penat di kepalaku. 

********

Bunyi alarm ponsel membangunkanku, tanganku berusaha mengambil ponsel yang kuletakkan di atas nakas. Sial ternyata sudah jam tujuh lewat, maka aku dengan segera bergegas ke kamar mandi. Setelah mandi singkat, aku harus kembali dibingungkan memilih baju apa yang akan aku kenakan, biasanya aku tidak pernah seperti ini tapi hari ini berbeda. Aku akan makan siang dengan Sean.

Akhirnya pilihanku jatuh pada kemeja lengan panjang ungu dan celana bahan hitam, semoga aku tidak terlihat aneh dengan pilihanku. Sekali lagi aku mematuti diri di depan cermin seraya merapikan rambutku dan ya aku sudah siap pergi ke kantor.

Dengan berjalan santai aku menuju kantorku yang berada di Office 8 Sudirman, untungnya belum terlalu siang meski tadi aku sempat kebingungan mencari pakaian yang cocok untuk aku pertemuanku dengan Sean. Seperti setiap paginya aku disapa ramah oleh petugas sekuriti dan kubalas dengan senyuman sambil berlalu menuju lift yang akan membawaku naik ke lantai 23.

Pintu lift tidak lama kemudian terbuka dan beberapa orang turun terlebih dulu sebelum aku menaiki lift. Kutekan tombol 23, lift pun perlahan naik meninggalkan lantai dasar. Tidak memerlukan waktu lama untuk aku bisa sampai dilantai tujuanku, pintu lift membuka tepat lantai 23.

Kulangkahkan kaki ke arah kanan di mana ruang kantorku berada, sudah terlihat beberapa karyawan yang sudah berada di kubikel mereka. Mereka yang melihatku pun langsung mengucapkan selamat pagi, “Pagi…” kubalas mereka dengan senyuman juga.

Entah kenapa aku ingin membagikan kebahagiaanku kepada orang lain dan baru saja aku ingin membuka pintu ruanganku, pintu tersebut nampak terbuka lebih dulu dan ternyata itu adalah Monica.

“Pagi…Pak…” sapanya

.

“Pagi juga Mon…” jawabku

.

“Saya baru saja merapikan meja kerja bapak…”

“Oh yah Mon, hari ini saya tidak ada jadwal meeting kan untuk siang nanti?”

“Tidak ada pak”

“Baik kalau begitu, misalkan nanti ada yang tiba-tiba ingin bertemu dengan saya nanti siang, tolong diatur jam tiga sore saja. Soalnya nanti saya akan makan siang di luar kantor, jadi tolong kosongkan dulu yah.”

“Baik pak dan saya permisi dulu,”  Monica berlalu meninggalkanku dan kembali ke mejanya yang berada di samping pintu masuk ruanganku.

Begitu aku duduk di meja kerjaku, langsung kunyalakan laptopku dan mengecek email seperti biasa yang kulakukan setiap hari. Melihat setiap laporan yang dikirimkan untuk memastikan semua pekerjaan berjalan dengan baik.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.45, maka aku bergegas merapikan dokumen yang sempatku cek tadi baru setelahnya melangkah keluar dari ruanganku. Kuambil mobilku yang kuparkirkan di parkiran kantor, baru setelahnya melaju ke apartemen Sean.

Seperti biasanya jalanan nampak memadat, maka kuputuskan untuk mengabari Sean bahwa aku masih sedang dalam perjalanan  dan terjebak dalam kemacetan. Mobilku hanya bisa berjalan perlahan, perjalanan yang seharusnya hanya perlu memakan waktu setengah jam menjadi satu jam perjalanan.

Ternyata Sean sudah menungguku di lobby apartemennya, sehingga aku bisa langsung membawa mobilku keluar menuju mall yang berada tidak jauh dari apartemen tersebut. Sean pun hanya mengikuti langkahku setelah aku selesai memarkirkan mobil, aku mengajak Sean ke salah satu coffee shop yang menyajikan menu main course juga.

Aku pun memilih duduk di sofa yang dekat dengan tembok, sedangkan Sean duduk berhadapan  denganku. Seorang pelayan pun menghampiri kami seraya menyerahkan buku menu kepada kami. Aku pun membiarkan Sean memilih lebih dulu, ia kemudian memesan ‘Naked Burrito Bowl’ dan ‘Macchiato’.

Baru pelayan tersebut beralih kepadaku dan aku memesan ‘Grilled Chicken Caesar’ dan ‘Black Coffee’ setelah mencatat semua pesanan kami pelayan tersebut berlalu dari hadapan kami.

“Will… thanks udah jemput tadi,” Sean memulai percakapan diantara kami

.

“Iya, sama-sama Sean…” jawabku  seraya tersenyum padanya.

“Oh yah… Will, weekend ini ada rencana apa?” 

Nothing, memangnya kenapa Sean?”

“Hmm, aku ingin mengajakmu liburan ke pantai, ya kalau kamu mau Will. Aku tahu kamu sibuk, so aku pilih tempat yang dekat-dekat aja, gimana kamu mau?”

Aku mengangguk, memang sudah cukup lama aku tidak pergi liburan. Ini pasti akan menjadi liburan yang menyenangkan kurasa terlebih-lebih bersama Sean orang yang kusukai.

Alright, tapi di mana Sean?”

Sean terlihat tersenyum kepadaku, “Pulau Sepa, masih kawasan Pulau seribu sih dan aku yakin kamu pasti suka, karena pantainya masih cantik banget.”

Okay, it sound nice…”

Pembicaraan kami terhenti sesaat begitu pesanan kami di antarkan, begitu pelayan sudah berlalu aku kembali membuka pembicaraan.

“Sean… kamu tidak ajak teman-temanmu juga?” tanyaku.

No, Will, it’s only us…”

Aku tertawa mendengar jawaban Sean, “Alright Sean, as your wish…”

Sean mengangguk baru kemudian menikmati makanannya.

Seraya menyantap menu makananku, sekali-kali aku menikmati wajah Sean yang terlihat begitu bahagia. Akankah kebahagiaan ini bertahan lama? Akankah hubunganku dengan Sean bisa bertahan?

“Will… setelah ini kamu ke kantor lagi?” tanya Sean begitu kami berdua sudah selesai dengan makan siang kami.

“Iya, kenapa Sean?” balasku.

“Gak, aku cuma tanya aja kok. Oh ya, untuk liburan nanti kamu gak usah pusing. Semua nanti aku yang atur jadi kamu tinggal ikut aja.”

Aku tertawa mendengar ucapan Sean barusan, “Oh, jadi kamu sudah atur semuanya yah? Oke, gak masalah.”

Sean tersenyum, “Aku jadi gak sabar nunggu weekend nanti. Oh yah, kamu kira-kira mau pulang hari apa? Senin gak masalah kan?”

“Iya Sean, gak masalah. Oh yah, aku sepertinya sudah harus ke kantor lagi,” ucapku seraya melirik jam di tanganku.

“Hmmm… oke Will, aku gak apa-apa pulang sendiri, kamu langsung aja ke kantor.”

Are you sure?

Yeah Will, that’s fine.”

Alright,” 

Aku memanggil pelayan untuk membayar pesan kami tadi. Kemudian kami pun berpisah, aku berjalan menuju parkiran mobil, ini sudah terlalu lama dan  semoga memang tidak ada urusan penting yang harus kuurus.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status