Entah apa yang bisa kugambarkan dari liburanku bersama Sean, ya lelah itu sudah pasti namun meski demikian rasa lelahku seakan terbayar dengan kehadiran Sean di sana. Dan rasanya aku masih tidak percaya sudah bercinta dengannya sore itu. Ya awalnya aku ragu ketika aku ingin mengajaknya, aku takut ia tidak mau. Ya yang kupikirkan saat itu memang hanya ingin mengembalikan momen kami yang sudah hilang, karena sepanjang siang aku hanya mendiamkannya dan bahkan meninggalkannya tidur.
Sean memang bukan orang pertama yang kuajak bercinta, kekasihku yang dulu adalah yang pertama. Sedangkan Sean ada orang kedua yang kuajak bercinta, tapi tidak tahu dengan Sean apakah aku orang pertama yang merasakan tubuhnya. Sepanjang perjalanan dari Ancol menuju apartemen Sean, gantian aku yang mengemudi, aku kasihan jika harus Sean yang mengemudi kembali.
“Thanks untuk liburannya Sean…” ucapku begitu aku sudah selesai memarkirkan mobil Sean di parkiran.
“Sama-sama Will, aku juga senang kamu mau menemani aku liburan,” Sean mengembangkan senyuman padaku.
Entah kenapa aku masih ingin bersamanya lagi, rasanya aku tidak mau pulang ke apartemenku. Tapi bagaimanapun juga aku harus meninggalkannya toh aku pasti masih bisa menemuinya lagi besok.
Kuraih tangan Sean sejenak, sontak Sean mengarahkan pandangan ke arahku. Kesempatan itu pun langsung kumanfaatkan dengan mengecup bibir Sean perlahan, ia ternyata membalas ringan kecupanku.
“Thanks… Sean…” ucapku seraya melepaskan ciuman kami.
Sean terlihat tertawa ringan, “Kamu kenapa sih Will bilang terima kasih terus padaku?”
“Hmm… aku hanya merasa bahwa kamu sudah memberikan warna pada hidupku Sean. Ya jujur sebelum aku bertemu denganmu, aku merasa bahwa aku tidak akan pernah merasakan cinta lagi.”
Kali ini Sean tersenyum manis padaku dan menyentuh wajahku perlahan,. “ Look Will, aku pun merasa demikian. Kamu sudah hadir dalam hidupku dan mau menjadi bagian darinya, awal aku melihatmu aku merasa bahwa kamu tidak akan pernah bisa memilikimu.”
“Dari awal, maksudnya?” ucapan Sean membuatku bertanya-tanya.
“Jadi aku sudah mengenal sosokmu terlebih dulu dari majalah Will, aku suka membaca artikel-artikel tentangmu. Tapi semua artikel yang kubaca tidak ada satu pun yang membahas tentang hubungan asmaramu.”
Aku tertawa mendengar jawabannya, “Oh…jadi ternyata kamu sudah lebih dulu jadi penggemarku Sean?”
Ia mengangguk, “Iya, hanya waktu itu kupikir aku tidak akan pernah bisa dipertemukan denganmu. Kita kan memiliki background yang berbeda.”
Aku gantian tersenyum mendengar ucapan Sean, “Ya, kita tidak akan pernah tahu, kita akan dipertemukan dengan siapa Sean. Tapi ya saat orang marketing-ku memberikan foto yang berisi model dari agency tempatmu bekerja, aku langsung tertarik padamu. Ya makanya aku memilihmu jadi model untuk perusahaanku.”
Kalau aku tidak salah lihat wajah Sean terlihat memerah mendengar penjelasanku barusan, “Jadi kamu sudah tertarik denganku begitu melihat fotoku Will?” tanya Sean kemudian.
“Ya bisa dibilang begitu.” Jawabku yang tidak bisa menyembunyikan senyumanku.
“Kalau begitu kita sama dong, aku juga sama demikian Will.”
Sekali lagi kukecup bibir mungil Sean itu, “Hmm, sepertinya aku sudah harus kembali Sean. Besok kamu mainlah ke kantorku,” ucapku seraya melirik jam di dasbor mobil.
“Oke Will…” dikecupnya keningku sebelum ia ke luar dari dalam mobil.
Aku tak lama kemudian menyusul Sean dan menyerahkan kunci mobil dan berpamitan sekali lagi dengan Sean sebelum aku menuju mobilku yang kuparkirkan tidak jauh dari mobil Sean.
****
Setelah membawa pakaianku yang kemarin ke laundry, lantas aku mulai membuka ponsel yang sepanjang liburan memang sengaja kumatikan. Aku hanya tidak mau waktu liburanku bersama Sean akan terganggu dengan berbagai telepon, Monica pun sudah kuminta untuk mengatur semua jadwalku begitu aku selesai berlibur.
Tidak banyak yang menghubungiku hanya Monica yang selalu meng-update mengenai pekerjaan dan mama yang menanyakan aku pergi liburan dengan siapa. Ya aku hanya bilang aku pergi berlibur dengan temanku, aku tidak mungkin bilang bahwa aku sedang berlibur dengan kekasihku.
Ya kalau sampai aku berkata demikian, aku yakin pasti mama akan meminta aku membawa kekasihku itu. Dan itu sama saja aku bunuh diri, papa akan langsung tahu. Ia pun pastinya akan memisahkan kami seperti yang pernah coba ia lakukan pada paman Richard.
Ah… andai saja hidupku tidak serumit ini, mungkin aku sudah memiliki seseorang yang mendampingiku sejak dulu. Aku pun bingung kenapa aku harus dipertemukan dengan Sean tapi pada akhirnya mungkin aku akan kehilangannya juga? Ya semuanya terasa begitu membingungkan.
Perlahan ponselku yang berada disamping tempat aku berbaring nampak berdering dan ternyata itu dari Sean, “Ya halo Sean….” Jawabku seraya mengubah posisiku menjadi bersandar pada ujung tempat tidur.
“Kamu lagi apa Will? Aku gak ganggu kamu kan?” tanyanya.
“Nope baby, I just thinking about you…”
Sean tertawa mendengar jawbanku, “Seriously Baby, kamu lagi mikirin aku?”
“Iya serius Bae, kamu sendiri lagi apa?”
“Teleponan sama yang aku kangenin.”
Giliran aku yang tertawa, “Jadi kamu sudah kangen sama aku bae?”
“Hooh dan aku ga sabar nunggu besok buat ketemu sama kamu.”
“Me too Sean…”
“Oh ya kamu udah makan belum?”
“Udah sih tadi, memang kenapa Sean?”
“Hmm, gak apa-apa. Aku cuma takut kamu belum makan dan malah langsung sibuk sama pekerjaamu. Aku tuh tahu kalau kamu kadang suka gila kerja.”
Aku tertawa, “Pasti kamu tahu dari Monica kan?”
“Iya Bae, Monica udah cerita semua tentang kamu, ya yang ia tahu pastinya.”
“Hmm tapi kayaknya kamu curang deh Sean, aku ga tahu apa-apa tentang kamu.”
“Salah kamu gak tanya ke dia tentang aku.”
“Baik kalau begitu, aku bakal tanya ke dia yah?”
Sean tertawa, “Silakan aja, gak ada yang perlu aku sembunyiin kok dari kamu bae.”
Aku melirik sudah jam 10 malam ternyata, “Bae, aku mau istirahat dulu, kamu juga istirahat yah. See you tomorrow.”
“Iya Will, see you too.”
Kututup telepon dan berpindah posisi berbaring dan mencoba untuk tidur.
*****
Beberapa menit sebelum alarm ponselku berbunyi, aku sudah terbangun dari tidurku, ya aku memang sepertinya terlalu bersemangat untuk bertemu dengan Sean. Maka setelah sejenak melakukan peregangan otot ringan, aku lantas menuju kamar mandi. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk rutinitas membersihkan diri, aku pun langsung menuju walking closet milikku.
Kali ini aku memilih kemeja lengan panjang berwarna cokelat yang dipadukan dengan celana bahan hitam favoritku. Sekali lagi berdiri di depan standing mirror-ku aku merapikan rambutku dan aku siap berangkat menuju kantor. Dengan langkah santai, aku meninggalkan gedung apartemenku dan berjalan kaki menuju kantorku. Sepertinya ini akan menjadi hari yang indah, nanti siang Sean berjanji akan makan siang bersamaku di mal yang tidak jauh dari kantorku. Aku pun hanya perlu menunggu Sean datang ke sini.
Dan sesampai aku di kantor suasana kantor masih sangat sepi. Aku hanya melihat office boy-ku yang sibuk merapikan kantor. Maka ini artinya aku terlalu pagi sampai di kantor, tapi tidak masalah, kan aku harus memberikan contoh yang baik bagi para karyawan agar mereka tidak datang terlambat.
Rutinitas seperti biasanya, pagi-pagi mengecek email yang masuk, tapi tunggu rasanya aku melihat ada sesuatu yang tidak biasa. Ada sebuah email yang masuk ke inbox-ku, tapi aku tidak mengenal siapa pengirimnya. Didorong rasa penasaran kubuka email tersebut, mataku langsung membulat begitu melihat isinya. Dua buah fotoku bersama Sean nampak di sana, ini memang bukan teror pertama yang kualami. Aku sering mendapat blackmail seperti ini, tapi blackmail ini berhasil mencuri perhatianku. Sebab biasanya jika aku mendapat ancaman seperti ini tidak pernah kutanggapi, aku malas mengurusi orang iseng yang tidak punya kerjaan.
Tapi kali ini usahanya sedikit berhasil, ia berhasil mengambil perhatianku, tapi kira-kira siapa yang bisa melakukan ini. Mengambil foto liburanku kemarin secara diam-diam seperti ini. Jika yang sebelumnya adalah saingan bisnisku, aku sudah bisa menduganya, hanya kali ini aku cukup yakin ini tidak mungkin perbuatan mereka.
Haruskah aku memberitahu Sean mengenai hal ini secepatnya? Tapi aku tidak mau membuatnya panik. Sudahlah, lebih baik aku tunggu saja. Ia kan akan datang nanti siang, jadi tunggu saja.
Kudengar suara ketukan pintu, “Masuk…” jawabku.
“Pagi Pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya Monica seraya menutup pintu dan berjalan menghampiriku.
“Tidak Monica terima kasih. oh yah Monica, jika Sean datang langsung saja suruh dia masuk…” jawabku seraya mengalihkan pandanganku dari laptop kepadanya.
“Baik Pak, kalau begitu saya permisi dulu pak.”
Aku mengangguk.
Ini seperti aku baru terbangun dari mimpi indahku, semua kenangan indahku bersama Sean ternyata diketahui oleh seseorang tapi aku tidak tahu siapa dia. Apa ia hanya seorang wartawan yang kebetulan lewat atau ia orang suruhan sainganku?
Aku mencoba mencerna semuanya, tapi dari hasil fotonya terlihat begitu profesional. Aku jadi lebih yakin bahwa yang mengambil foto adalah orang media, apakah ia memang sudah mengikuti kami dari awal liburan atau ia hanya kebetulan lewat saja?
Sebuah ketukan menginterupsiku, “Masuk…” jawabku dengan wajah tertunduk ke arah meja kerja.
“Will… kamu kenapa?” tanya Sean khawatir dan ia berjalan mendekati setelah ia menutup pintu.
“Hmm… aku ingin menujukkan sesuatu padamu Sean…” ucapku serius.
Sean berjalan menghampiriku dan berdiri disampingku, kubuka kembali email yang berisi kedua foto tersebut. Sean nampak terkejut melihat foto tersebut, “Will… aku minta maaf, tidak seharusnya aku mengajakmu pergi…” ucap Sean penuh dengan rasa bersalah.
“Look Sean, ini bukan kesalahanmu. Aku pun menikmati liburan kemarin, hanya aku bertanya-tanya siapa yang sudah melakukan ini pada kita Sean,” kuraih tangan Sean.
Sean masih tampak terpukul melihat foto itu, “Ya bagiku itu tentu bukan masalah Will, tapi aku hanya memikirkan dirimu. Aku tahu kamu belum terbuka dengan orientasi seksualmu.”
Aku menggeleng ragu, “Entahlah Sean, sejujurnya ya aku takut. Tapi itu bukan berarti aku mau menyalahkan semuanya padamu. Sebab aku tahu, bagaimana pun juga suatu saat aku akan mengalami hal ini juga.”
Sean hanya bisa terdiam menatapku sendu, ya ia pasti merasa bersalah. Tapi benar ini bukanlah kesalahannya, mungkin ini peringatan untukku agar aku lebih berhati-hati lagi jika ingin hubungan kami tidak diketahui siapa pun juga.
Aku Alan, Gillian, Cipta dan Monica kami pergi bersama-sama dan herannya kenapa mereka tidak mengajak William juga. Memang alasannya adalah karena William harus disibukan dengan pekerjaan sehingga aku tidak tetap memaksanya untuk tetap ikut bersama kami. Padahal aku juga ingin dia bisa ikut bersama kami. “Sean, kenapa kok diam aja?” tanya Monica begitu kami sudah bersantai di salah satu café mal tujuan kami. “Eum, gak apa-apa kok,” jawabku cepat. “Pasti pak William kan? Udah Sean dia gak apa-apa, dia kan memang lagi sibuk sama pekerjaan.” Aku menarik nafas, “Apa gue terlihat berlebihan Mon, tapi kan gue cuma takut kehilang
Sebenarnya Monica sempat berkata ingin menemaniku untuk business trip ke Cina, tapi aku melarangnya mengingat statusnya kini sudah menjadi istri orang. Meski aku sendiri sudah cukup mengenal suami Monica, tapi tetap saja aku merasa tidak enak jika aku mengajaknya. Maka sebagai gantinya dia akan selalu mengingatkan aku untuk meminum obatku selama berada di Cina Setelah tiga hari aku sibuk dengan pekerjaanku yakni membahas tentang aplikasi terbaru buatan perusahaan kami yang kini bekerja sama dengan pembuat game asal Cina. Semua berjalan dengan baik, meski aku kembali teringat Sean dan aku mulai berpikir apakah aku tidak mencoba mencarinya di sini? Aku masih ingat bahwa ayahnya berasal dari sini, mungkinkah Sean kembali ke tanah kelahiran ayahnya?
Tiga tahun berlalu dan selama itu pula juga aku berada di Chongqing, memulai kehidupan baruku di tempat kelahiran ayahku. Dengan uang yang diberikan oleh Mr Wang, aku mewujudkan impianku untuk membuka sebuah restoran bakmi di dekat kawasan wisata Xiuhu Park. Memang untuk itu aku mengeluarkan uang yang cukup banyak, sehingga aku menambahkan dengan uang tabunganku sendiri. Namun semua pengorbananku tidak sia-sia, karena aku berhasil wujudkan impianku. Selama tiga tahun ini mencoba untuk mengikuti semua permintaan Mr Wang untuk tidak sekalipun muncul dihadapan William, menghilang begitu saja bahkan aku menghilang dari semua teman-temanku dulu. Hal ini aku lakukan semata-mata untuk William, agar dia bisa kembali kepada kelu
Akhirya sampai juga di part ini, ya ini adalah part terakhir yang postig di W*****d, jadi pembaca cerita saya di w*****d mungkin berpikir ini adalah endingnya. Tapi ini bukanlah ending yang sebenarnya. Ending yang sebenarnya ada chapter 28 dan memang tiga chapter selanjutnya hanya saya berikan kepada pembaca yang membeli versi novelnya. Dan untuk di sini tenang,para pembaca bisa membaca cerita ini sampai chapter 28 hanya cukup dengan membeli menggunakan koin. Jadi pembaca yang penasaran mohon ditunggu, chapter selanjutnya akan tetap di update setiap hari hingga tiga hari kedepan. Semoga suka dan jangan lupa boleh minta komentar serta vote ya. Terima kasih...
Semenjak kepergian Sean yang tiba-tiba itu sudah membuat Pak William seperti kehilangan separuh jiwanya. Meski kini dia memang kembali tetap bekerja seperti biasa dan kembali pada kedua orang tuanya, aku tidak melihat sosok pak William yang dulu begitu ceria ketika bersama Sean. Semuanya hilang bersama perginya sahabatku, Sean.Aku sendiri tidak tahu di mana keberadaan dia sekarang, apakah dia memang sudah meninggalkan negara ini atau memang masih berada di negara ini juga ? Dalam setahun belakangan ini Sean tidak pernah sekali pun mencoba menghubungiku atau pun Alan yang aku tahu adalah sahabat terbaiknya. Ia seakan memang ingin tidak ditemukan oleh siapa pun juga.Seperti hari-hari biasanya pak William datang ke kantor melakukan pekerjaannya seperti biasa, tapi kini terlihat sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus dan rambutnya
“Sean…. aku pulang,” panggilku seraya mengunci kembali pintu apartemen . Tapi aneh sekali, apartemen ini begitu sepi, di mana Sean? Bukankah tadi dia bilang tidak pergi hari ini? Kemudian aku melihat kamar tidur kami namun Sean masih tak ada juga. Tidak biasanya Sean seperti ini, tapi sudahlah aku akan menunggunya dulu. Aku lantas kembali ke ruang tv untuk menunggunya di sana. Hingga jam enam sore Sean belum kembali, ponselnya pun sudah beberapa kali kucoba hubungi tapi tidak bisa. Ponselnya mati, aku sudah mulai tidak bisa tenang lagi. Sean, kamu ke mana ? Tunggu-tunggu aku tidak boleh panik, kali-kali saja teman-tem