"Para pengganggu?" Gael memiringkan kepalanya, bertanya dengan penasaran.
Caesar menatapnya lama sebelum memalingkan wajahnya. Sedangkan Lui, menjawab tanpa mengubah rautnya, "orang-orang dari wilayah barat Federlin, Oorzecyria."
"Apa Kau pernah mendengar Hearthsoul?" Lui tidak menjelaskan lebih lanjut, sebaliknya memberikan pertanyaan.
Ingatan Gael berputar pada pertemuan pertamanya dengan Caesar. Jika tidak salah ingat, benda yang tidak sengaja ia hancurkan disebut Hearthsoul oleh Caesar.
"Hearthsoul adalah energi alam yang berkumpul menjadi energi spiritual besar untuk diserap oleh Monstrous Realm. Karenanya, Hearthsoul merupakan kekuatan pendukung besar bagi Monstrous Realm dalam mengatur dan melindungi Federlin.
"Sayangnya, karena kedatangan orang-orang dari Oorzecyria, segalanya menjadi kacau. Oorzecyria mencuri sumber daya Monstrous Realm. Hearthsoul perlahan lenyap karena alam tidak mampu lagi menghasilkan energi spiritual, yang mana membuat Monstrous Realm menjadi melemah dan dipaksa tertidur. Hal ini dimanfaatkan penguasa Oorzecyria untuk memperkuat dan memperluas wilayahnya. Beberapa wilayah kecil Federlin yang juga membutuhkan energi alam sebagai pendukungnya, hancur."
Setiap kata yang terucap dari bibir kecil itu, Gale mendengarkan dengan saksama. Mendengar penjelasan tentang Hearthsoul, membuat rasa bersalah muncul di hatinya.
Dia telah menghancurkan sesuatu yang sangat penting!
"Karena itu," Lui kembali berucap, " Federlin membutuhkan pengganti Hearthsoul. Dan Kau adalah yang paling cocok untuknya. Di antara para penduduk Federlin juga manusia, energimu lah yang hampir setara dengan Hearthsoul."
Caesar yang sedari tadi diam mendengarkan, angkat bicara dengan nada memprotes, "bahkan jika pengecut ini dapat menggantikan Hearthsoul, dia tidak cukup kuat sama sekali."
Yang disebut pengecut tersedak, melirik ke arah Caesar beberapa kali dengan enggan.
"Tenang saja, aku sudah memikirkan caranya. Gale Lavonsier, Kau akan masuk ke Scootharts, sekolah sihir terbaik di Thvacyria. Dan Caesar akan menjadi pendampingmu," Lui membalas. Dia berputar-putar di udara dengan ceria.
Kedua orang yang mendengarkan membatu, berusaha mencerna ucapan itu sebelum secara bersamaan meludahkan, "apa?!"
Gale tidak terlalu mengerti apa yang terjadi setelahnya. Dia dimasukkan ke sebuah ruangan yang memiliki satu tempat tidur besar di tengah ruangan. Di sebelahnya terdapat ruangan lain yang bisa Gale pastikan sebagai kamar mandi. Dibandingkan dengan tempat tinggalnya, ruangan ini empat kali lipat lebih besar.
Dinding-dindingnya sama seperti ruangan sebelumnya, terbuat dari kaca, menampakkan kegelapan malam dengan cahaya bulan jatuh ke dalam ruangan dengan bebas. Beruntung bagi Gale karena lantainya dilapisi oleh karpet berbulu halus berwarna putih bersih, sehingga ia tidak harus mencoba menghindari lantai.
Perlahan pantatnya didudukkan untuk merasakan betapa lembut dan empuk kasur di bawahnya. Kembali mengingat kata-kata yang diludahkan Caesar padanya sebelum ia meninggalkannya sendirian, "aku akan menjemputmu pagi-pagi besok. Kau harus sudah siap sebelum aku datang, jika tidak....." matanya yang tajam menembus langsung ke belakang kepala Gale.
Kelanjutan dari kalimatnya tidak diucapkan. Namun, Gale dapat merasakan niat buruk jika ia tidak melakukan keinginan pria bertopi cowboy itu.
Tubuhnya direbahkan. Pikirannya melayang pada percakapannya dengan Lui. Banyak pertanyaan melintas di kepalanya yang akhirnya harus ia simpan erat-erat, mencari waktu tepat untuk menemukan jawabannya atau malah tidak akan pernah bisa menemukan.
Berguling-guling beberapa kali sambil bergumam pelan, "makhluk jadi-jadian itu benar-benar akan memasukkanku ke sekolah sihir? Yang benar saja? Aku bahkan belum menyetujui permintaan anehnya."
Sambil terus mengoceh tentang kesebalannya, matanya terkulai. Dia menguap sebelum akhirnya jatuh ke dalam kegelapan tak berujung. Sebelum terlelap, samar-samar ia merasakan seseorang berdiri di sebelah kasurnya, menatapnya dalam sunyi.
Ketika Gale bangun, sinar matahari terang menyorot wajahnya lembut. Mulutnya terbuka lebar, menguap. Tangannya mengusap pelan matanya, diikuti perubahan posisinya yang berbaring menjadi terduduk.
Mengamati sekitarnya dengan wajah mengantuk dan kosong selama beberapa detik sebelum mendapatkan kembali kesadarannya. Teringat jika dirinya bukan berada di dunianya sendiri. Dia cepat-cepat bangun dan bergegas mencuci mukanya saat kata-kata Caesar kembali mengebor ingatannya.
Tepat setelah ia mencuci muka, pintu terbuka. Sosok tinggi dengan wajah tegas yang akrab masuk. Pria itu terlihat sama seperti sebelumnya, hanya saja ada satu hal yang membedakan. Warna rambutnya.
Sebelumnya, warna hitam pekatlah yang menghiasi helai-helai rambut tertutup topi. Sekarang, tergantikan oleh merah membara. Menjadikan sosoknya dipenuh dengan agresivitas tinggi.
"Oh, Kau sudah siap." Caesar mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Sayang sekali, aku tidak bisa melakukan sebuah tindakan padamu," dia berbicara dengan raut penuh kekecewaan yang jelas. Tangan berototnya bergerak menyugar rambutnya penuh kesombongan.
"......" Apa yang ingin dia lakukan?
Mereka berhasil keluar dari menara hitam putih itu diselingi dengan perkataan tak mengenakan dari Caesar. Gael yang sudah menjadi kebal, hanya menganggapnya lalu dan acuh tak acuh saat ia menatap lingkungan baru di sekitarnya.
Pohon-pohon berwarna biru indah menghiasi sepanjang jalan yang mereka lalui. Matanya terasa segar dengan pemandangan yang disediakan alam. Terkadang beberapa anak-anak lewat dengan membawa keranjang bambu. Setiap kali berpapasan dengan dirinya, anak-anak itu akan menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Walaupun tidak terlalu mengganggu, tapi membuatnya merasa diintimidasi secara halus.
"Apa yang akan Kita lakukan?" Kakinya terasa lelah berjalan hampir satu jam tanpa istirahat. Sedangkan yang ditanyai, melirik sekilas. Jelas tidak terlihat jejak kelelahan di wajah pria itu.
"Keperluanmu. Kau hanyalah seorang manusia tak berguna, jadi membutuhkan beberapa item pendukung selama di Scootharts."
"Scootharts adalah sekolah sihir, bukan? Apakah manusia sepertiku bisa mengikuti?" Gale menanyakan pertanyaan yang sedari tadi terus mengganggunya.
Tanpa mengalihkan pandangannya, Caesar mengangkat bahu tak acuh. Dia sama sekali tidak tertarik untuk menjelaskan.
"Kita sampai." Dua kata yang ditunggu-tunggu mencapai telinga Gael yang sudah pasrah karena kelelahan dan menundukkan kepalanya sepanjang jalan. Dia segera mendongak, menatap di mana mereka berada saat ini.
Rumah kecil yang sebatas hidungnya memasuki pandangan. Dia hampir berpikir jika di depannya adalah mainan jika saja Caesar tidak menunduk dan mengetuk pintu kayu yang terpasang pada rumah mungil itu
Sahutan terdengar dari dalam. Pintu terbuka, menampakkan sosok kecil yang mengingatkannya dengan Lui. Tingginya hanya sebatas dadanya. Perbedaannya adalah penampilan. Jika Lui memiliki wajah bayi, sosok di depannya adalah kebalikannya. Matanya sangat sipit dan kulitnya kendor, seperti akan terlepas kapan saja.
Sosok itu tersenyum melihat kehadiran dua tamunya, menampakkan giginya yang ompong. "Caesar, sudah lama Kau tidak datang ke mari."
Yang tak terduga, Caesar membalasnya dengan suara hangat, suatu hal yang tidak pernah ditunjukkan pada Gale. "Aku memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan."
Mata sipit itu beralih menatap seseorang yang berdiri di belakang Caesar. Dia berjalan mendekat dengan kedua tangan di belakang punggung. Berhenti di depan Gale, mengamati sejenak dengan tatapan terkejut. Bau amis yang pekat menguar dari mulutnya saat ia berseru, "Ervent?"
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K