Cerita ini berkisah tentang Naima, wanita yang menolak perjodohan orang tuanya dan berakhir di dimensi lain. Dimana di dunia tersebut dia bertemu dengan Sagara, seorang putra mahkota kerajaan yang menolongnya dan selalu melindunginya hingga akhirnya merekapun saling jatuh cinta. Apakah mereka bisa bersama? Apakah mereka mampu melawan Takdir?
Lihat lebih banyak“Bu.. Nana mohon jangan terima perjodohan ini! Nana tak sanggup di madu. Nana tak ingin rumah tangga orang lain hancur gara-gara Nana. Nana tak ingin hidup Nana dipenuhi dengan pertengkaran, selalu dihinggapi rasa bersalah. Nana mohon Bu! Nana tak ingin banyak perselisihan, Nana hanya ingin hidup damai. Kita sama-sama perempuan, Nana tak ingin menyakiti perasaan perempuan lain, karena Nana pun tak ingin disakiti. Bu, Nana hanya ingin hidup tenang dan tentram dengan pasangan yang Nana pilih. Nana mohon, batalkan perjodohan ini! Bantu Nana meyakini Ayah, agar Ayah tak menerima perjodohan ini. Ibu sanggup melihat hidup Nana menderita? Ibu ingin hidup Nana hancur karena menikah dengan seseorang yang tak Nana cintai? Nana mohon Bu...”
Rengek wanita itu mengiba bersujud di kaki sang ibu. Dia tak berani mengangkat kepala, sebelum sang ibu memenuhi permintaannya. Sang ibu hanya bisa menangis tergugu menyaksikan anak gadis yang amat dia sayangi berada diambang keputusasaan, dia tak bisa membantu hanya bisa berdoa demi kebaikan hidup sang anak kedepannya.
“Yang sabar Nak. Maaf, Ibu tak bisa membantumu! Ayahmu keras Nak, segala keputusan yang sudah ditetapkan tak bisa dibantah. Ibu sudah coba membujuk ayah, tapi kamu tau sendiri Nak. Ayahmu tetap teguh pada pendiriannya.” Ujar sang ibu mengelus lembut kepala Naima.
Dua wanita itu menangis berpelukan, melepas segala beban berat yang mencengkram dada mereka.
Sumarni tak bisa membantah ucapan sang suami yang sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi, walaupun beribu alasan penolakan yang dia berikan, dia tak bisa merobohkan tembok keras dan tegas sifat yang melekat pada diri suaminya.
“Nak, berlapang dadalah. Kamu harus bisa menerima takdir yang Tuhan tetapkan! Mungkin ini terbaik untuk mu. Ibu yakin segala sesuatu yang menurutmu buruk, mungkin itu terbaik menurut Tuhan, begitu pun sebaliknya. Ibu mohon, belajarlah menerima keadaan. Walaupun tak sesuai harapan, perbanyaklah doa mintalah petunjuk terbaik sama Gusti Allah Nak.” Sumarni memberi petuah kepada Naima yang belum berhenti menangis, sesekali di usap lembut rambut Nana untuk menenangkan.
“Bu, bukan Nana tak menerima takdir! Ini sangat menyakitkan bagi Nana, Nana masih ingin hidup bebas bu! Nana ingin mencari seseorang yang tepat untuk hidup Nana. Demi Tuhan, Nana tak bisa menerima perjodohan ini!” Jawab Naima mendongkakan wajah menatap sang Ibu dengan wajah bersimbah air mata.
“Bu.. apa salah, Nana ingin menentukan hidup Nana sendiri?? Nana ingin seperti orang lain Bu, yang bisa menemukan kebahagiaan yang mereka impikan. Tanpa keterikatan sebuah hubungan, apalagi perjodohan! Nana masih muda Bu, 22 tahun bukan kategori wanita berumur tua. Nana masih ingin mewujudkan segala keinginan Ibu dan Ayah, tapi bukan sebuah pernikahan. Nana tak masalah bila perjodohan ini dengan lelaki lajang ataupun duda! Tapi ini, Dia lelaki beristri! Apa tanggapan orang-orang! Ibu pasti tau dampak jika Nana menerima perjodohan ini? Nana pasti jadi bahan gunjingan masyarakat Bu! Nana bisa dijadikan bahan bullyan! Nana pasti dikucilkan! Belum lagi sumpah serapah orang pada Nana, membayangkan saja Nana sudah tak sanggup!" Nana memegang erat tangan Sumarni, dia meminta dukungan sang ibu untuk membenarkan perkataannya.
“Nak, tak perlu kita mendengar omongan orang lain yang menjatuhkan kita, jangan ditanggapi. Toh, jika mereka lelah mereka akan berhenti sendiri. Kita hanya perlu tutup kuping serapat-rapatnya. Biar orang lain berkata apa, asalkan kita tidak seperti yang mereka tuduhkan.” ucap sang Ibu menasehati Nana
“Itu beda konteks Bu! Nana disini yang bersalah, sampai kapanpun Nana yang disalahkan. Lagian sekarang bukan zaman nya perjodohan, bukan lagi zamannya Siti Nurbaya Bu!" Sahut Naima berdiri membelakangi Sumarni.
“Ibu tau Nak. Ini juga bukan keinginan Ibu, tapi apa daya takdir yang menuntun menghampirimu. Ikhlaskan! Tabahkan hatimu! Ibu dan Ayah hanya ingin terbaik untukmu."
Sumarni memeluk erat Naima dari arah belakang, mereka menangis menumpahkan rasa sesak di hati.
-
-
Naima, nama gadis cantik berusia 22 tahun. Berparas ayu, berbudi pekerti luhur, dan memiliki sifat penyayang. Ia harus rela dijodohkan oleh sang ayah dengan anak sahabatnya yang sudah menikah. Ya, ia harus rela dijadikan istri kedua sang anak, entah apa alasannya, hanya orang tua mereka yang tahu.
Perjodohan itu terjadi karena sebuah kesepakatan balas budi, dimana Pak Maja ayah Naima berhutang budi kepada Pak Nurdin sahabat yang telah menolongnya dari jeratan lintah darat.
Pak Nurdin tak meminta balasan berupa materi, yang dia inginkan hanya Naima menikah dengan sang anak dan menjadi menantu idamannya. Dia jatuh hati kepada Naima karena perangai dan tutur katanya yang lembut.
Pak Maja selaku sahabat tak bisa menolak, dia hanya bisa pasrah atas keputusan Pak Nurdin. Dia tak ingin di cap sebagai sahabat tak tahu diri. Walaupun hati kecilnya menolak, dia harus belajar menerima demi kesejahteraan hidup sang anak kedepannya.
Bukan ia tak memikirkan perasaan sang anak. Tapi apa daya, dia tak ingin anaknya hidup dalam kekurangan. Cukup ia yang hidup dalam kesusahan, anaknya jangan sampai merasakan. Kehidupan sederhana yang mereka nikmati sekarang tak lain dari uluran tangan Pak Nurdin, dia yang membantu kehidupan Pak Maja dari sulitnya memenuhi kebutuhan hidup.
-
-
Dua anak manusia tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Asap rokok mengepul memenuhi ruangan, menjadi teman dalam kebisuan. Hujan turun rintik-rintik menambah syahdu kondisi di villa tersebut.
“Jangan pikirkan masalah anakmu Ja. Tenang saja! Aku tak mungkin menyengsarakan Nana. Aku janji akan menjaga anakmu! Aku sudah menganggap anakmu sebagai anakku sendiri. Aku minta maaf memaksakan kehendakku pada Putrimu. Entahlah melihat Nana mengingatkanku pada Meira anakku yang meninggal dua tahun lalu,” ucap Pak Nurdin memecahkan kebisuan dengan mata berkaca-kaca.
Dia berdiri mematung di depan kaca yang memperlihatkan suasana indah di sekitar vila sore itu.
“Bukan itu yang aku pikirkan Din. Tapi kesiapan Nana, dari kemarin dia sudah menolak perjodohan ini. Dia tidak siap menjadi istri kedua Din, terlalu banyak resikonya! Anakku masih labil, anakku ketakutan! Dia punya mimpi, aku tak sanggup harus mengubur mimpinya. Perjodohan ini pasti mengganggu psikisnya, ditambah omongan tetangga yang akan menyudutkannya. Aku takut Din!” Sahut Pak Maja dengan wajah yang sudah bersimbah air mata. Dia berdiri mensejajarkan diri dengan Pak Nurdin.
Di lubuk hati terdalamnya, tersimpan rasa cinta yang begitu besar kepada sang anak. Diantara kebimbangan hati, dia harus memilih kehidupan yang lebih layak yang tidak bisa dia berikan kepada sang anak.
“Maafkan aku Ja! Memang aku salah, terlalu memaksakan keinginanku. Tapi aku tak bisa membohongi perasaanku, aku sangat menginginkan anakmu menjadi pendamping anakku. Dia wanita yang kupilih untuk merubah sikap Dewa Ja! Aku yakin hanya dia yang bisa merubahnya. Aku ingin mengamanahkan hartaku ditangan yang tepat Ja. Di tangan anakmu! Bukan ditangan anakku ataupun ditangan menantuku! Karena aku tahu sendiri kelakuan mereka seperti apa.” Sahut Pak Nurdin menepuk bahu sahabatnya, tatapannya sendu mengingat perangai sang anak dan menantu yang sering menyakiti hatinya.
“Tapi tidak harus perjodohan Din. Tanpa ada perjodohan pun, kau bisa menganggap anakku menjadi anakmu. Kau sahabatku dari dulu, aku sudah menganggapmu saudaraku. Aku tak tahu harus berbuat apa sekarang!"
“Aku hanya ingin ada ikatan dengan anakmu Ja, tak lebih dari itu. Aku punya alasan sendiri mengapa aku melakukan ini. Aku tak bisa menceritakan alasannya padamu sekarang. Tunggu waktu tepat! Aku akan menceritakan segalanya padamu!"
Ucap Pak Nurdin memegang tangan Pak Maja, dan mereka pun berpelukan.
Naima berjalan perlahan-lahan mengintari pepohonan yang mengelilingi pengungsian warga. Ia ingin memastikan beberapa makhluk yang menghuni pohon tersebut. Ia pun ingin mengetahui, apakah makhluk astral itu bisa dilihat pada siang hari.Sudah beberapa pohon ia amati, namun dirinya tidak melihat apapun. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah Abah Arya yang sudah lama tak ia lihat.Ia berjalan dengan terburu-buru seraya mengamati rumah warga yang tampak kosong. Suasana yang sepi, membuat kengerian. Bulu kunduknya meremang, namun diabaikannya. Ia harus memberanikan diri untuk pulang terlebih dahulu kerumah Abah Arya sebelum nanti kembali ke tempat pengungsian yang berada di rumah Maryam.“Jangan takut. Ini masih sore! Hantu tidak akan keluar pada sore hari.” Batin Naima seraya menepuk-nepuk dadanya yang mulai berdebar hebat. Karena merasa ada yang mengikuti, ia pun langsung berlari kencang ke rumah Abah Arya yang hanya terhalang beberapa rumah.Ketika Naim
Setelah melihat kondisi Maryam yang sudah terlelap, Naima keluar rumah dengan langkah pelan. Ia mengamati anak-anak yang sedang bermain di halaman, dan ibu-ibu yang berdiri berjejer menumbuk padi menggunakan lisung. Itu merupakan salah satu cara tradisional untuk menghasilkan beras agar lebih mudah di masak. Semoga teror Mak Rompang ini segera berakhir, agar masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa. Naima kembali mengamati keadaan sekitar, melihat kearah pepohonan rindang yang berada di sekitar pemukiman tersebut. Ia yakin para Wewe Gombel itu mengawasi mereka dari sana, walaupun jika siang hari tak terlihat. “Nana, banyaklah beristirahat! Kamu baru pulih Nak!” Teriak Nyai Ratna seraya melambaikan tangan kearah Naima yang sedang menatap dalam beberapa pepohonan. Naima menolehkan setengah tubuhnya kearah Nyai Ratna yang berdiri diantara kumpulan ibu-ibu yang sedang menumbuk tersebut. Naima tersenyum dengan membalas lambaian tangan
“Ibu ingat malam itu? Malam ketika Nana keluar melihat keadaan sekitar. Ibu Ingat suara Nenek-nenek tua yang sedang tertawa? Nana melihat Nenek-nenek tua itu sedang duduk di atap rumah yang berada di samping rumah Maryam. Nenek-nenek tua itu memandang kearah kita dengan penuh kebencian dan amarah yang berkobar.”“Nenek-nenek itu berusaha beberapa kali masuk ke rumah yang ditempati warga, namun terpental karena tidak bisa menembus ke 4 rumah ini. Dia marah-marah lalu pergi, dia mengancam akan datang lagi kesini. Nana mengikutinya, karena Nana merasa nenek-nenek tua itu dalang di balik terornya kampung ini. Entahlah kalian akan percaya atau tidak dengan cerita Nana. Tapi itulah yang terjadi, Nana tidak mengada-ada. Nana juga bingung, kenapa Nenek-nenek tua itu tidak menyadari keberadaan Nana.” Naima menceritakannya dengan terbata-bata. Tetesan demi tetesan air mata membasahi wajahnya yang putih pucat. Ia menangkupkan kedua tangannya ke wajah dengan sangat frustasi. Kam
AaaaaaaaaaaaaaaaaaaNaima langsung terbangun dengan nafas yang terengah-engah. Tubuhnya di banjiri keringat, dengan kain basah yang berada di dahinya. Ia menoleh kearah samping, tampak terlihat Abah Arya dan Nyai Ratna yang berdiri disampingnya dengan wajah cemas. Di ujung dipan terdapat beberapa ibu-ibu yang sedang berdiri melingkar mengelilinginya.“Alhamdulillah akhirnya kamu sadar Nak.” Nyai Ratna tersenyum haru lalu mengambil kain yang berada di dahi putri angkatnya.“Bu, aku haus.” Abah Arya langsung menyodorkan selumur air ke tangan Nyai Ratna. Ia membantu Naima duduk bersandar ke dipan. Lalu Nyai Ratna membantu Naima untuk meminum air tersebut.Naima dapat melihat raut kelegaan dari wajah-wajah orang di sekitarnya. Ia pun mulai bertanya-tanya, ada sesuatu apa yang terjadi pada dirinya. Hingga orang-orang banyak mengerumuninya.“Bu, kita dimana?” Tanya Naima menatap asing ke kamar yang ditempatinya sekarang. Kamar itu tidak terlalu luas, berbeda deng
HiiiyyyaaaaaaaTeriak Sagara memulai pertarungan. Ia dengan sigap menahan pukulan dari lawan dengan tangan kosongnya, gerakannya sangat lincah menghindari serangan dari beberapa Genderuwo sekaligus.Naima yang sedang menyaksikan pertarungan itu di buat melongo, melihat kelihaian Sagara menyerang lawan-lawannya dengan tangan kosong. Tubuhnya mengeluarkan sinar putih kebiru-biruan, yang mampu membuat lawannya terjungkal ke belakang.Kekuatan apa yang dimiliki Pangeran Sagara hingga dengan mudah menumbangkan lawannya? Tubuhnya mengeluarkan sinar putih kebiru-biruan yang sangat memukau. Dia memang bukan orang sembarangan. Srettt Dugggg“Sudah kubilang, jangan mengganggu perjalananku! Jika tidak ingin kubinasakan!” Sagara menginjak dada Genderuwo itu dengan kuat. Hingga Genderuwo itu mengaduh kesakitan. Sementara Genderuwo yang lain, ada yang terkapar tak berdaya di tanah, ada juga yang terkapar pingsan dengan berlumuran darah.“Siapa kau seb
Naima membuka kelopak mata dengan perlahan-lahan. Ia mengamati keadaan sekeliling, hutan belantara yang ditumbuhi banyak pohon besar. Matahari sudah merangkak naik ke atas, namun sedikit cahaya yang masuk ke dalam hutan tersebut. Ia menolehkan kepala ke depan, melihat kearah kaki yang tertutup jubah putih yang terlihat sangat kotor. Ia pun mendongakkan kepala, melihat kearah wajah lelaki tampan yang sedang tertidur pulas dengan kepala yang bersandar pada batang pohon.Jadi semalam kami tidur berpelukan. Pantas saja aku tidak merasa kedinginan, ternyata Pangeran Sagara memelukku. Dan aku tidur dengan nyaman di dada bidangnya. Ini sangat memalukan.Batin Naima seraya menatap sekilas wajah damai Sagara dengan perasaan malu. Ia menggerakkan dengan pelan sebelah tangannya yang sejak semalam melingkar di tubuh atletis tersebut. Ia tak leluasa bergerak, karena tangan Sagara yang masih mendekapnya erat. Naima kembali memejamkan mata, ketika merasakan pergerakan di tubuh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen