Share

Bab 37

Penulis: Melvii_SN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-09 12:49:21

Cahaya lampu gantung di ruang makan memantulkan kilau hangat pada meja kayu jati bundar yang telah tertata rapi. Di atasnya, dua piring makan malam tersaji hangat, lengkap dengan sup ayam, sayur tumis, dan nasi yang masih mengepul. Aroma sedapnya menyebar pelan, menyusup ke dalam suasana yang tenang.

Jihan duduk di seberang Reynand, masih dalam pakaian yang sama sejak sore tadi, namun kini wajahnya tampak lebih segar setelah membasuh diri. Ia menunduk pelan, memainkan sendok di sisi piring, seperti sedang menata keberanian untuk memulai sesuatu.

Sementara itu, Reynand duduk santai. Kemejanya telah berganti dengan kaus lengan panjang abu yang kasual, namun tetap rapi. Tatapannya lembut, sesekali melirik ke arah wanita di hadapannya—dengan kesabaran yang tak dibuat-buat.

“Makanlah dulu,” ucapnya pelan, menyendokkan sup ke mangkuk kecil di depannya. “Kamu belum makan sejak siang, bukan?”

Jihan mengangguk pelan. “Iya, Pak. Maaf… saya memang belum sempat.”

“Jangan minta maaf untuk hal sede
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 64

    Cahaya matahari sore menyusup lewat celah-celah dedaunan. Halaman rumah itu tidak luas, tapi cukup untuk menjadi dunia kecil bagi seorang anak yang sedang tumbuh mengenal kebahagiaan.Rangga berlari dengan kaki kecilnya, tertawa lepas saat tangannya mengejar gelembung sabun yang melayang. Wajahnya basah oleh keringat dan sisa sabun, tapi matanya penuh cahaya. “Buunn! Itu gelembungnya terbang tinggi banget!”Jihan jongkok di dekat botol sabun, meniup pelan melalui lingkaran plastik kecil. Gelembung-gelembung berkilau memantul cahaya sore, menari-nari di udara.“Iya, sayang. Rangga tangkap, ya?” ucap Jihan, matanya tak lepas dari anak itu, senyumnya teduh.Rangga berusaha menangkap satu gelembung, tapi gagal. Ia menatap kosong sebentar, lalu tertawa sendiri. “Gelembungnya nakal! Nggak mau ditangkap!”Reynand duduk bersila di atas rumput, mengenakan kaos putih dan celana pendek. Tangannya sibuk membuat ‘pagar-pagaran’ dari kursi taman dan bantal kecil. “Rangga mau rumah tenda nggak? Nih,

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 63

    Ruang kerja Reynand sore itu disinari matahari yang mulai condong ke barat. Cahaya keemasan menelusup lewat tirai jendela, menciptakan bias lembut di sekeliling ruangan. Hening, tapi tidak kosong.Jihan duduk di sofa kulit hitam, memegang gelas kecil berisi teh hangat yang disediakan sekretaris. Pipi kirinya tampak memerah. Meski wajahnya tenang, tatapan matanya menyiratkan kelelahan emosional.Tak lama, pintu terbuka.Reynand masuk dengan tergesa. Pandangannya langsung tertuju pada pipi Jihan yang tampak memar samar. Napasnya tertahan sejenak, lalu langkahnya melambat, seolah takut semakin melukai jika terlalu dekat."Maaf," ucapnya pelan, nyaris berbisik. "Jihan, aku ... aku minta maaf. Aku seharusnya mengantisipasi semua ini."Jihan menoleh dan tersenyum kecil. “Aku nggak apa-apa, Mas.”Tapi Reynand tak puas dengan jawaban itu. Ia duduk di hadapan Jihan, menatapnya dengan sorot mata yang dalam dan tulus.“Kamu nggak harus bilang 'nggak apa-apa' kalau nyatanya kamu sakit. Tamparan i

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 62

    Reynand mengambil satu lembar dokumen dari folder dan menyerahkannya ke Alira. Sederhana. Satu halaman. Hanya berisi dua kalimat:"Terima kasih atas kontribusimu selama ini.Tapi struktur baru tidak lagi membutuhkanmu di perusahaan ini."Alira menatapnya dengan mata melebar, senyumnya menghilang. Untuk pertama kalinya pagi ini, dia kehabisan kata.Reynand bangkit dari kursinya. “Terima kasih sudah datang.” Kemudian berbalik, meninggalkan ruangan tanpa menunggu tanggapan.Alira masih mematung, menatap kertas itu. Suhu ruangan mendadak dingin menggigit. Bukan karena AC. Tapi karena ia sadar, ia bukan tamu kehormatan.Ia hanya undangan untuk perpisahan yang tak pernah ia minta.Langkah kaki Reynand bergema di sepanjang lorong kantor yang lengang. Seperti biasa, langkahnya tegap, tenang, dan tak memedulikan riuh yang mungkin mengikutinya.Tapi kali ini, ada satu suara yang berhasil menembus dinding ketenangannya.“Reynand!”Panggilan itu nyaring. Terburu-buru. Sarat emosi yang sulit diben

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 61

    Pagi itu lobi utama kantor tampak biasa saja. Karyawan berlalu-lalang, resepsionis sibuk dengan daftar tamu, dan aroma kopi dari pantry sebelah mulai menyusup ke ruangan. Namun, suasana mendadak berubah ketika Alira masuk—seolah membawa panggungnya sendiri.Langkahnya mantap, senyumnya percaya diri. Dengan blazer abu elegan dan sepatu high heels yang memantul di lantai marmer, ia berjalan menuju meja resepsionis.Matanya langsung mengunci pada satu sosok, tidak lain ialah Jihan ya g sedang menyusun map dokumen, ekspresi Jihan tenang seperti biasa. Tapi begitu Alira mendekat, detak waktu seolah melambat. Tegangan listrik tipis terasa di udara.“Wah, pas banget,” suara Alira meluncur dengan nada terlalu ceria. “Ternyata kamu yang piket hari ini, Han.”Jihan menoleh santai. “Eh, Mbak Alira. Selamat pagi. Silakan duduk kalau lelah.”Alira tertawa pelan, senyum yang mengandung racun. “Enggak. Aku masih semangat, apalagi habis ditelepon langsung sama Reynand tadi malam. Kamu tau, suaranya m

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 60

    Sore mulai menua, cahaya jingga menyelinap lewat celah-celah kaca tinggi gedung lantai tiga. Kantor sudah hampir kosong, suara printer dan langkah kaki berganti dengan detak jam dinding yang tak tergesa.Di ruang pantry, Jihan masih duduk di kursi bar kecil, menggenggam cangkir teh yang kini hanya berisi ampas. Tangannya dingin, bukan karena cuaca—melainkan karena rasa yang belum sempat ia beri nama.Langkah itu datang tanpa suara. Tapi entah kenapa, Jihan tahu siapa yang datang bahkan sebelum ia menoleh.“Sudah waktunya pulang,” suara itu lembut, tapi dalam.Reynand berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja hitam yang lengan panjangnya telah digulung, seperti biasa saat bekerja serius. Hanya kali ini, ekspresinya tak setegang biasanya.Jihan tersenyum kecil. “Aku hanya ingin duduk sebentar. Rasanya baru sekarang aku bisa benar-benar menghela napas.”Reynand melangkah masuk. Ia tidak langsung duduk. Ia hanya bersandar di meja dekat Jihan, memandangi wajah perempuan yang hari ini bers

  • Sejuta Untuk Sekali Menyusui   Bab 59

    Keesokan harinya di lantai eksekutif perusahaan milik keluarga Reynand.Jam menunjukkan pukul 08.55. Tapi ruangan rapat utama sudah penuh. Kepala-kepala divisi, manajer senior, bahkan dua dewan pengawas sudah duduk dengan ekspresi penuh tanya. Tidak biasanya ada rapat mendadak dengan perintah langsung dari Reynand sendiri.Pintu ruang rapat terbuka dengan tenang. Reynand masuk, mengenakan setelan hitam klasik dengan dasi abu tua. Di belakangnya, melangkah seorang wanita dengan setelan krem elegan. High heels-nya berdetak pelan di lantai kayu, menandakan kehadirannya yang tak bisa diabaikan.Itu Jihan. Tapi kali ini—bukan sebagai istri atau kekasih tersembunyi. Melainkan sebagai rekan profesional. Reynand berdiri di depan layar presentasi, pandangannya menyapu seluruh ruangan.“Selamat pagi." Suara baritonnya khas, datar namun menguasai.“Terima kasih sudah datang. Hari ini, saya ingin menyampaikan dua hal penting.”Para manajer menoleh, siap mencatat. Reynand menatap mereka dengan eks

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status