Chapter: Bab 82Suasana kamar mereka malam itu begitu syahdu. Tirai tipis berwarna krem melambai perlahan tertiup angin malam yang menyusup dari celah jendela. Cahaya kuning keemasan dari lampu tidur menciptakan bayangan lembut di dinding, seolah turut menjaga keintiman dua insan yang baru saja diikat oleh janji suci.Reynand duduk bersandar di kepala ranjang, mengenakan piyama sutra berwarna gelap. Di sampingnya, Jihan tampak masih mengenakan gaun tidur panjang berwarna putih gading, duduk dengan tangan bertaut di pangkuannya. Wajahnya redup dalam diam, namun matanya menyiratkan perasaan yang tak mampu didefinisikan hanya dengan kata.“Malam ini terasa seperti mimpi,” gumam Reynand pelan, memecah keheningan.Jihan menoleh, bibirnya tersenyum tipis. “Jika ini mimpi, maka aku tak ingin terbangun.”Reynand menatap lekat wajah istrinya. Ada sesuatu yang damai dalam tatapan itu, sesuatu yang selama ini ia kejar namun baru benar-benar ia temukan malam ini—kehadiran yang tidak hanya diterima, tetapi juga m
Last Updated: 2025-08-04
Chapter: Bab 81Hari itu langit begitu bersih seakan mengerti bahwa bumi tengah menyambut satu janji suci yang tak main-main. Di sebuah gedung bergaya arsitektur klasik modern, berbalut putih gading dan sentuhan emas di setiap lengkungannya, acara pernikahan Reynand dan Jihan berlangsung dengan anggun, tanpa cela. Lantunan instrumental dari grand piano mengisi ruangan dengan melodi lembut yang menyatu dengan aroma bunga segar yang menguar dari setiap sudut ruangan.Para tamu datang dengan pakaian formal bernuansa nude dan pastel, menambah kesan teduh dan elegan. Meja-meja bundar berhias lilin kaca dan buket mawar putih dikelilingi oleh kursi dengan pita emas yang diikat rapi. Cahaya lampu gantung kristal menari pelan di langit-langit, menciptakan atmosfer yang tidak hanya mewah, namun juga menghangatkan hati siapa pun yang hadir.Di tengah sorotan lembut, berdirilah Reynand dengan jas abu tua yang menjulang gagah, berdasi hitam polos dan sepatu mengilap. Wajahnya tenang namun matanya memancarkan sin
Last Updated: 2025-08-03
Chapter: Bab 80Jihan terdiam. Suara di seberang tidak segera menjawab, tapi Reynand tidak bisa lagi menahan desakan dalam dadanya. Kalimat itu mengalir begitu saja—tanpa rencana, tanpa konsep, namun penuh dengan keyakinan yang telah tumbuh dari kegelisahan dan cinta yang tak lagi bisa ia sembunyikan."Menikah... minggu depan?" ulang Jihan lirih, seolah kalimat itu terlalu asing untuk dicerna dalam sekejap."Ya," ujar Reynand mantap, suaranya rendah namun tak bergetar. “Kita sudah terlalu lama menangguhkan kebahagiaan. Aku tidak ingin menunda lagi, Jihan. Bukan karena ingin terlihat sempurna di mata orang. Bukan karena tekanan dari siapa pun. Tapi karena aku tahu... kamu adalah rumahku. Dan aku ingin Rangga merasa aman berada dalam rumah itu.”Di seberang, Jihan mulai terisak lagi. Tapi tangis itu berbeda. Tangis kali ini seperti air yang menetes perlahan dari gelas yang terlalu penuh—bukan karena luka, tapi karena keharuan. Karena perasaan tidak percaya bahwa setelah semua badai, seseorang bisa masi
Last Updated: 2025-07-31
Chapter: Bab 79Telepon itu berdering begitu pelan, namun di tengah malam yang sunyi, suara itu terdengar seperti denting lonceng dari kejauhan yang menggema ke relung dada Reynand. Jantungnya seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik, lalu berdegup kencang, hampir tak tertahankan. Dengan sigap, ia meraih ponsel dari meja kecil di sisi ranjang, menekan tombol hijau, dan segera menempelkannya ke telinga.“Assalamu’alaikum...” Suara Jihan terdengar lirih, nyaris seperti bisikan yang retak oleh tangis yang tak jadi pecah.“Wa’alaikumussalam, Jihan...” jawab Reynand, suaranya serak, seolah ia baru saja menelan pil yang terlalu besar—pahit dan menyumbat tenggorokannya.Hening.Sejenak hanya suara napas yang terdengar dari dua sisi. Tidak berat, tidak pula tenang—gelisah dan canggung. Reynand menahan desakan untuk langsung bertanya banyak hal. Ia tahu, satu kata kasar saja akan membuat perempuan itu kembali menutup diri.“Terima kasih sudah menghubungiku,” ucap Reynand lembut, mencoba menjembatani
Last Updated: 2025-07-31
Chapter: Bab 78Langit malam menggantung kelam di atas rumah kecil bergaya minimalis milik Nayla. Lampu temaram dari ruang tengah menyorot samar bayangan dua wanita yang duduk berdekapan di atas sofa berlapis kain abu-abu. Aroma teh chamomile menyebar hangat, namun tak mampu menyamarkan hawa getir yang menguar dari tubuh Jihan yang gemetar dalam tangis.Tangis itu bukan sekadar sedih. Ia mengandung luka, sesak, dan ketakutan yang tak terucapkan selama ini."Aku... aku benar-benar tidak kuat, Nayla…" Jihan terisak, bahunya terguncang hebat. "Tadi... saat kami bermain, Rangga menatapku dengan matanya yang polos dan bertanya... 'Bunda, Bunda beneran Bunda Rangga?'” Suaranya pecah, lamat-lamat, seakan satu kata pun menambah beban di dadanya yang nyaris meledak.Nayla, yang sedari tadi duduk di sampingnya, hanya bisa merengkuh tubuh sahabatnya ke dalam pelukan. Dibelainya punggung Jihan pelan-pelan, penuh kelembutan, seperti menenangkan seorang anak yang terluka."Jihan... Rangga tidak bermaksud menyakiti
Last Updated: 2025-07-29
Chapter: Bab 77Langit mulai menggelap saat mobil Reynand berhenti di gang sempit yang penuh kenangan. Hujan belum turun, tapi awan kelabu menggantung berat di atas kepalanya, seolah ikut merunduk bersama dadanya yang sesak.Ia turun dari mobil, langkahnya terburu, hampir tersandung batu kecil yang mencuat di jalan tanah. Nafasnya memburu. Jaketnya hanya menggantung separuh bahu karena tergesa keluar rumah tadi.Matanya menyapu barisan rumah-rumah kontrakan di kiri jalan. Matanya menangkap satu pintu yang tak asing, berwarna biru pudar dengan bekas goresan di sisi kanan.Di situlah dulu Jihan tinggal. Sendirian. Mengasuh anak. Bertahan hidup. Tanpa siapa pun.Tangannya mengepal."Kenapa kamu balik ke tempat ini, Jihan? Kalau pun iya, kenapa kamu gak bilang?"Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kontrakan. Ia mengetuk cepat. Sekali. Dua kali.Tak lama, daun pintu terbuka, menampakkan wajah seorang wanita paruh baya yang sudah akrab di ingatannya."Bu Rani?" sapanya buru-buru, suaranya terdengar be
Last Updated: 2025-07-29
Chapter: Bab 58Malam ketiga tanpa Tiffany.Damien terduduk di sofa ruang kerjanya, menatap kosong segelas bourbon yang belum sempat ia sentuh. Matanya sayu, ada lingkaran hitam samar yang mulai terbentuk di bawahnya. Kemeja hitam yang biasanya rapi kini kusut, beberapa kancingnya terbuka, memperlihatkan lehernya yang tegang karena kurang tidur.Rico, yang berdiri di sudut ruangan, menghela napas pelan. Sudah tiga hari ini bosnya berubah. Tidak ada umpatan, tidak ada perintah keras, bahkan tidak ada baku hantam dengan siapa pun. Hanya tatapan kosong dan sikap melankolis yang bikin bulu kuduknya merinding.“Bos,” panggil Rico hati-hati.Damien tidak menoleh. Rico mendekat, menunggu respon yang tak kunjung datang. Ia pun memberanikan diri duduk di hadapan bosnya, menatapnya seakan sedang menghadapi pasien patah hati. “Tuan, maaf sebelumnya … tapi Anda ini Damien Rael, bos mafia paling ditakuti seantero Italia. Masa akhir-akhir ini galau karena ditinggal a
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 57Damien masih menatap Rico dengan tajam, sorot matanya menuntut jawaban lebih dari sekadar omong kosong. Nafasnya memburu, pikirannya penuh tanda tanya yang kian menyesakkan dada. "Cepat ceritakan atau kepalamu akan kupenggal?!" Glek! Susah payah Rico menelan ludah sebelum akhirnya mulai berbicara, suaranya berat dan tegang."Sebenarnya, saat tuan menyuruhku mengamankan Tiffany, aku langsung berlari ke kamarnya. Aku tahu dia masih di sana, jadi aku tidak membuang waktu. Tapi..." Rico menghentikan ucapannya sesaat, ekspresinya semakin serius. "Saat aku hampir sampai, aku melihat Jasper keluar dari kamar itu lebih dulu."Damien menyipitkan mata, dahinya mengernyit. "Jasper?"Rico mengangguk cepat. "Ya. Dia berjalan keluar dengan ekspresi tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Aku langsung curiga, tapi aku juga tak bisa langsung menahannya. Jadi aku mempercepat langkah, masuk ke kamar..."Napas Rico sedikit tercekat saat m
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 56"Tapi apa? Cepat jawab! Jangan bertele-tele!" tegas Lucian marah, namun segera menurunkan nada bicara agar tak kedengaran Damien. Jasper mengangkat kepalanya, menatap Lucian dengan wajah tanpa ekspresi. "Aku tidak menemukannya, Tuan." Seketika atmosfer di halaman mansion berubah. Semua orang saling berpandangan, mencoba mencari kepastian dari wajah satu sama lain. Anak buah Lucian mulai gelisah, beberapa menggenggam senjata lebih erat, sementara anak buah Damien tetap dalam posisi siaga, meski kebingungan mulai merayap di benak mereka.Damien menajamkan pandangannya, napasnya tertahan di tenggorokan karena pembicaraan Bloodstone tidak terdengar. Matanya beralih ke arah Rico, berharap mendapatkan jawaban dari tangan kanannya itu. Namun, Rico hanya menggeleng perlahan, ekspresinya tetap tegas tanpa keraguan."Lelucon macam apa ini?" Lucian akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar berbahaya, seperti bara api yang siap membakar habis apa pun di ha
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 55Angin segar berembus dingin, tetapi terasa menyesakkan, bercampur dengan hawa kematian yang menggantung di udara. Damien berdiri tegak di depan mansionnya, berhadapan langsung dengan Lucian Amato yang kini menatapnya dengan mata berkilat penuh kebencian. Di sampingnya, ada Jasper yang berdiri sambil menyeringai licik menunggu perintah.Belum sempat mereka buka suara, tiba-tiba Dor!Suara tembakan pertama meledak, memecah kesunyian.Peluru menembus udara, nyaris menghantam kaki Damien. Refleksnya bekerja cepat. Dengan gerakan sigap, ia melompat mundur dan berlindung di balik salah satu pilar besar di depan mansionnya. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tetapi karena amarahnya yang mulai mendidih."Manusia gila!" umpat Damien..Melalui celah perlindungan, Damien melirik sekilas ke arah lawannya. Alih-alih mundur atau gentar dengan ancamannya tadi, Lucian justru berdiri gagah, seolah mengejeknya. Lalu, denga
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 54Angin pagi berembus kencang saat Damien melangkah keluar dari mansion. Begitu pintu besar terbuka, pemandangan di depannya segera memenuhi pandangan, halaman luasnya kini dipenuhi oleh ratusan orang bersenjata, berdiri tegap dalam formasi yang mengancam.Di garis depan, berdiri dua sosok yang tak asing.Lucian Amato, pria bertubuh tegap dengan mata gelap yang kini menyala oleh amarah. Di sampingnya, Jasper, tangan kanannya yang setia, memegang pistol dengan santai, namun ancaman jelas terasa di udara.Damien tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun. Ia tetap berdiri tegak di depan pintu mansionnya, mengenakan setelan hitamnya yang sempurna, tangan dimasukkan ke dalam saku jas seolah ini bukan apa-apa.Lucian mengangkat sebuah dokumen yang diremas di tangan. Kertas itu kusut, menunjukkan betapa marahnya ia sebelum datang ke sini.“Dokumen ini, kau pikir aku tidak akan tahu kalau ini palsu?”ucap Lucian dengan lantang dan penuh amarah. B
Last Updated: 2025-03-12
Chapter: Bab 53Pagi itu langit tampak kelabu, seolah ikut merasakan kelelahan yang masih menggelayuti tubuh Tiffany. Sinar matahari yang menembus jendela hanya redup, tak mampu sepenuhnya mengusir hawa dingin yang menyelimuti kamarnya.Tiffany duduk di ranjang dengan punggung bersandar pada kepala ranjang, selimut tebal membungkus tubuhnya yang masih terasa menggigil. Kepalanya sedikit berat, tenggorokannya kering, dan kulitnya terasa lebih panas dari biasanya. Demam. Dia benar-benar jatuh sakit.Dia menghela napas pelan, menatap ke luar jendela dengan tatapan penuh kekecewaan. Seharusnya hari ini dia sudah bersiap untuk mendaki, mencari ayahnya, memastikan kebenaran kata-kata Damien. Tapi sekarang, tubuhnya sendiri malah mengkhianatinya.Suara langkah kaki di luar pintu membuyarkan lamunannya. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan muncullah sosok Damien dengan setelan yang lebih santai dari biasanya. Tak ada jas mahal atau sepatu kulit berkilau. Hanya kaus hitam po
Last Updated: 2025-03-12