Chapter: Bab 58Malam ketiga tanpa Tiffany.Damien terduduk di sofa ruang kerjanya, menatap kosong segelas bourbon yang belum sempat ia sentuh. Matanya sayu, ada lingkaran hitam samar yang mulai terbentuk di bawahnya. Kemeja hitam yang biasanya rapi kini kusut, beberapa kancingnya terbuka, memperlihatkan lehernya yang tegang karena kurang tidur.Rico, yang berdiri di sudut ruangan, menghela napas pelan. Sudah tiga hari ini bosnya berubah. Tidak ada umpatan, tidak ada perintah keras, bahkan tidak ada baku hantam dengan siapa pun. Hanya tatapan kosong dan sikap melankolis yang bikin bulu kuduknya merinding.“Bos,” panggil Rico hati-hati.Damien tidak menoleh. Rico mendekat, menunggu respon yang tak kunjung datang. Ia pun memberanikan diri duduk di hadapan bosnya, menatapnya seakan sedang menghadapi pasien patah hati. “Tuan, maaf sebelumnya … tapi Anda ini Damien Rael, bos mafia paling ditakuti seantero Italia. Masa akhir-akhir ini galau karena ditinggal a
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 57Damien masih menatap Rico dengan tajam, sorot matanya menuntut jawaban lebih dari sekadar omong kosong. Nafasnya memburu, pikirannya penuh tanda tanya yang kian menyesakkan dada. "Cepat ceritakan atau kepalamu akan kupenggal?!" Glek! Susah payah Rico menelan ludah sebelum akhirnya mulai berbicara, suaranya berat dan tegang."Sebenarnya, saat tuan menyuruhku mengamankan Tiffany, aku langsung berlari ke kamarnya. Aku tahu dia masih di sana, jadi aku tidak membuang waktu. Tapi..." Rico menghentikan ucapannya sesaat, ekspresinya semakin serius. "Saat aku hampir sampai, aku melihat Jasper keluar dari kamar itu lebih dulu."Damien menyipitkan mata, dahinya mengernyit. "Jasper?"Rico mengangguk cepat. "Ya. Dia berjalan keluar dengan ekspresi tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Aku langsung curiga, tapi aku juga tak bisa langsung menahannya. Jadi aku mempercepat langkah, masuk ke kamar..."Napas Rico sedikit tercekat saat m
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 56"Tapi apa? Cepat jawab! Jangan bertele-tele!" tegas Lucian marah, namun segera menurunkan nada bicara agar tak kedengaran Damien. Jasper mengangkat kepalanya, menatap Lucian dengan wajah tanpa ekspresi. "Aku tidak menemukannya, Tuan." Seketika atmosfer di halaman mansion berubah. Semua orang saling berpandangan, mencoba mencari kepastian dari wajah satu sama lain. Anak buah Lucian mulai gelisah, beberapa menggenggam senjata lebih erat, sementara anak buah Damien tetap dalam posisi siaga, meski kebingungan mulai merayap di benak mereka.Damien menajamkan pandangannya, napasnya tertahan di tenggorokan karena pembicaraan Bloodstone tidak terdengar. Matanya beralih ke arah Rico, berharap mendapatkan jawaban dari tangan kanannya itu. Namun, Rico hanya menggeleng perlahan, ekspresinya tetap tegas tanpa keraguan."Lelucon macam apa ini?" Lucian akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar berbahaya, seperti bara api yang siap membakar habis apa pun di ha
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 55Angin segar berembus dingin, tetapi terasa menyesakkan, bercampur dengan hawa kematian yang menggantung di udara. Damien berdiri tegak di depan mansionnya, berhadapan langsung dengan Lucian Amato yang kini menatapnya dengan mata berkilat penuh kebencian. Di sampingnya, ada Jasper yang berdiri sambil menyeringai licik menunggu perintah.Belum sempat mereka buka suara, tiba-tiba Dor!Suara tembakan pertama meledak, memecah kesunyian.Peluru menembus udara, nyaris menghantam kaki Damien. Refleksnya bekerja cepat. Dengan gerakan sigap, ia melompat mundur dan berlindung di balik salah satu pilar besar di depan mansionnya. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tetapi karena amarahnya yang mulai mendidih."Manusia gila!" umpat Damien..Melalui celah perlindungan, Damien melirik sekilas ke arah lawannya. Alih-alih mundur atau gentar dengan ancamannya tadi, Lucian justru berdiri gagah, seolah mengejeknya. Lalu, denga
Last Updated: 2025-03-13
Chapter: Bab 54Angin pagi berembus kencang saat Damien melangkah keluar dari mansion. Begitu pintu besar terbuka, pemandangan di depannya segera memenuhi pandangan, halaman luasnya kini dipenuhi oleh ratusan orang bersenjata, berdiri tegap dalam formasi yang mengancam.Di garis depan, berdiri dua sosok yang tak asing.Lucian Amato, pria bertubuh tegap dengan mata gelap yang kini menyala oleh amarah. Di sampingnya, Jasper, tangan kanannya yang setia, memegang pistol dengan santai, namun ancaman jelas terasa di udara.Damien tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun. Ia tetap berdiri tegak di depan pintu mansionnya, mengenakan setelan hitamnya yang sempurna, tangan dimasukkan ke dalam saku jas seolah ini bukan apa-apa.Lucian mengangkat sebuah dokumen yang diremas di tangan. Kertas itu kusut, menunjukkan betapa marahnya ia sebelum datang ke sini.“Dokumen ini, kau pikir aku tidak akan tahu kalau ini palsu?”ucap Lucian dengan lantang dan penuh amarah. B
Last Updated: 2025-03-12
Chapter: Bab 53Pagi itu langit tampak kelabu, seolah ikut merasakan kelelahan yang masih menggelayuti tubuh Tiffany. Sinar matahari yang menembus jendela hanya redup, tak mampu sepenuhnya mengusir hawa dingin yang menyelimuti kamarnya.Tiffany duduk di ranjang dengan punggung bersandar pada kepala ranjang, selimut tebal membungkus tubuhnya yang masih terasa menggigil. Kepalanya sedikit berat, tenggorokannya kering, dan kulitnya terasa lebih panas dari biasanya. Demam. Dia benar-benar jatuh sakit.Dia menghela napas pelan, menatap ke luar jendela dengan tatapan penuh kekecewaan. Seharusnya hari ini dia sudah bersiap untuk mendaki, mencari ayahnya, memastikan kebenaran kata-kata Damien. Tapi sekarang, tubuhnya sendiri malah mengkhianatinya.Suara langkah kaki di luar pintu membuyarkan lamunannya. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan muncullah sosok Damien dengan setelan yang lebih santai dari biasanya. Tak ada jas mahal atau sepatu kulit berkilau. Hanya kaus hitam po
Last Updated: 2025-03-12
Chapter: Bab 28Kenangan masa lalu menyakitkan kembali menyeruak, rasanya sudah terlalu lama dipendam, dan kini Jihan memberanikan diri membuka luka lama tersebut kepada orang yang ia anggap tepat. Dua tahun lalu. Tepat ketika Jihan berusia 23 tahun, ia dijodohkan dengan seorang pria pilihan keluarga, dan saat itu Rafli terpaksa menyetujui karena permintaan kakeknya yang sudah terbaring lemah, dan ingin melihat cucu satu-satunya menikah.Namanya Rafli. Tampan, pemilik usaha konveksi, dan cucu dari seorang tokoh terpandang di kampung mereka. Awalnya, Jihan ragu. Tapi saat ayah dan ibu mengangguk setuju, dan kakek Rafli sendiri yang datang melamar dengan wajah penuh harap, Jihan tak kuasa menolak. "Bismillah, aku niatkan pernikahan ini sebagai ibadah." Itulah kalimat yang Jihan ucapkan setelah melaksanakan shalat istikharah. Acara pernikahan berjalan dengan lancar, dihadiri oleh tokoh agama dan keluarga dari kedua mempelai. Awalnya, semua baik-baik saj
Last Updated: 2025-06-05
Chapter: Bab 28Satu hingga dua menit berlalu, Jihan masih membisu. Pertanyaan Reynand sangat wajar, tetapi entah kenapa terlalu sulit untuk dijawab. Awalnya Jihan tidak berani mengangkat wajah, namun ketika Reynand mendekat—menyentuh pundak kanannya, Jihan pun terkesiap. "Kenapa diam? Apakah pertanyaan saya menakutkan?"Menggeleng pelan, "Tidak, Pak. I-itu, saya ... saya menginap di rumah Bu Rani. Kemarin kami tidak sengaja bertemu, dan beliau sedang mengadakan acara syukuran. Beliau meminta saya bantu-bantu, dan saya setuju. Maaf kalau saya tidak memberitahu sebelumnya, karena saya tidak sempat pegang handphone." Sesaat, hening kembali mengisi suasana. Jihan merasakan dadanya sanbat sesak tatkala melihat Reynand manggut-manggut, menandakan percaya. Padahal, jelas semua penjelasannya bohong belaka. 'Maafkan saya, Pak'"Baguslah kalau kamu istirahat dan makan dengan tenang, saya bertanya karena khawatir kamu mendapat tekanan, yang paling miris diculik
Last Updated: 2025-06-04
Chapter: Bab 27Langit malam mulai menghitam sempurna. Di ruang tamu, suara televisi dibiarkan mengalun pelan, sementara Ibu dan Ayah mulai tertidur di kursi panjang setelah makan malam yang katanya “penuh berkah”. Tapi tidak bagi Jihan. Di hatinya, makan malam itu seperti mimpi buruk yang memuakkan. Perlahan, ia melangkah keluar menuju teras, menenangkan dada yang terasa begitu penuh. Udara malam dingin menusuk kulit, tapi tidak ada yang lebih dingin daripada kenyataan bahwa ia baru saja dijatuhkan habis-habisan di hadapan orangtuanya, oleh lelaki yang dulu bersumpah tak akan pernah menyakitinya. Langkah berat terdengar dari belakang. Ia tahu betul suara itu milik siapa. “Kamu belum tidur?” Suara lelaki itu terdengar lembut. Terlalu lembut untuk seseorang yang baru saja menelanjangi harga diri istrinya di meja makan. Jihan membalikkan tubuh, menatap tajam. Matanya berkaca, tapi rahangnya terku
Last Updated: 2025-06-04
Chapter: Bab 26Malam itu, langit kota tampak kelabu, seolah ikut merasakan betapa sesaknya dada Jihan yang duduk di samping Rafli, menemani perjalanan sunyi sepanjang waktu. Di luar, lampu-lampu jalan menyala redup. Tetapi tidak dengan Jihan, yang merasa terkurung seperti dalam sangkar. 15 menit telah berlalu, akhirnya mereka tiba di depan rumah minimalis milik Rafli. Rumah yang dulu pernah ditempati Jihan, yang pernah menyambutnya begitu ceria, sebelum akhirnya menjadi tempat ia dicampakkan lalu dibuang, dan menyisakan trauma tersendiri yang tak bisa diceritakan pada siapapun. "Assalamu'alaikum." "Wa'aikumussalam. Eh, Rafli, Jihan, Alhamdulillah akhirnya kalian sampai. Masuk, Nak."Sambutan hangat itu berasal dari Fani—ibu Jihan. Tanpa banyak bicara, ia langsung memeluk putrinya erat, seolah tak ingin terpisahkan. "Jihan, Ibu rindu sekali, Nak.""Jihan juga, Bu. Ibu apa kabar?" "Alhamdulillah baik, Nak. Kamu sendiri gimana? Seha
Last Updated: 2025-06-04
Chapter: Bab 25Lampu jalan temaram memantulkan bayangan dua tubuh yang berdiri saling berhadapan. Angin malam mengelus lembut rambut Jihan yang diikat seadanya. Ia memeluk jaket tipisnya erat-erat, namun bukan karena dingin—melainkan gelisah. Saat ini, mereka berada di taman rumah sakit atas ajakan Jihan, yang tak mau mengganggu ketenangan rumah sakit. Rafli berdiri dengan santai bersandar pada tiang, diselipi senyum licik bertengger di wajahnya. "Baiklah, aku tidak akan membongkar rahasia kamu. Tapi tolong, berhenti muncul di depanku dan jangan mengusik Pak Reynand apalagi bayinya. Fokus saja bekerja! Oke?!" tegas Jihan dengan suara gemetar. Bukannya mengangguk atau menyetujui, Rafli justru menyeringai, "Jadi tujuanmu mengajakku keluar hanya untuk mengatakan itu?" "Aku tidak main-main ya, Mas. Setelah kamu mencampakkan ku kemarin, tolong jangan rusak hidupku lagi. Pak Reynand tidak tau siapa kamu sebenarnya, da
Last Updated: 2025-06-03
Chapter: Bab 24Deg! Untuk kesekian kalinya Jihan terpaku, perlahan ditatapnya Reynand yang tak mengalihkan pandangan. “Pak—" "Tidak usah dijawab sekarang. Yang penting, kamu sudah dah makan," timpal Reynand, kemudian berdiri dan berjalan ke pintu, berhenti sebentar, lalu menoleh. "Nanti malam kalau kamu memimpikan saya, tidak usah kaget. Karena biasanya, saya suka hadir di alam bahwa sadar wanita cantik." “Pak Reynand!” Jihan kembali melempar bantal kecil ke arahnya. Sedang Reynand tertawa puas dan keluar dari ruangan, meninggalkan Jihan yang duduk dengan wajah merah padam, tersenyum-senyum sendiri. ** Langit pagi itu tampak pucat, menaungi gedung megah Davidson Group yang menjulang di tengah keramaian kota. Di antara lalu-lalang para karyawan berdasi dan berseragam rapi, seorang pria dengan kemeja putih dan sepatu bolong di sisi kanan berdiri kaku di dekat lobi. So
Last Updated: 2025-06-02