Dia masih saja diam membisu dalam kamarnya dengan Pak Seno yang setia menatap untuk menunggu jawaban Agatha.
Apa yang harus Agatha katakan? Dia memang berencana mengatakan sejujurnya namun bagaimana jika nanti Pak Seno justru menganggap dirinya bohong.
"Kenapa tak menjawab saya Agatha?" tanya Pak Seno dengan bentakan yang membuat Agatha terkejut.
"Bapak tahu kan Ibu saya meninggal dunia dan semua karena Bapak. Mau tahu kenapa?" tanya Agatha yang justru memilih untuk menjawab pertanyaan sebelumnya dan semoga saja Seno lupa akan pertanyaan yang baru saja diucapkan.
"Kenapa?" tanyanya dengan wajah yang datar.
"Kenapa Bapak tak mengangkat telepon saya tadi malam? Bapak tahu tidak kalau itu adalah hal yang penting, saya ingin menyetujui mengenai perjanjian kontrak untuk menjadi pacar pura-pura Pak Seno dalam waktu yang lama dan saya ingin meminta uangnya terlebih dahulu karena butuh untuk biaya operasi Ibu saya. Tapi Bapak tak jawab, jadi sudah tahu kan? " cetus Agatha tanpa henti dengan nafas yang sesak dan tiba-tiba saja dia menangis kembali dengan tersedu-sedu.
Seno terdiam dan merasa bersalah, andai saja dia menjawab telepon dan memberikan uang maka operasi Ibu Agatha akan segera terlaksana. Namun untuk masalah nyawa seseorang bukan karena Seno melainkan Tuhan yang sudah mengatur semuanya.
"Sudah jangan menangis! " cetusnya karena dia paling kesal jika mendengar suara tangis.
Bukannya menghentikan tangisnya, justru Agatha menangis semakin kencang sehingga membuat Seno khawatir sebab dia takut jika dirinya yang disalahkan karena tangisan Agatha.
"Pergi Pak jangan di kamar saya! " ucapnya dengan menunjukkan ke arah pintu.
Seno mengangguk dan pergi keluar dari kamar karena dia tahu kalau Agatha membutuhkan waktu sendiri.
Kepergian Seno membuat Agatha bernafas lega. Dia akhirnya terhindar dari pertanyaan Pak Seno yang akan membongkar identitasnya.
Tidak lama kemudian setelah kepergian Pak Seno tiba-tiba saja Neneknya datang dengan memasang raut wajah marahnya.
"Kenapa kamu usir pria itu? Dia bos kamu kan?" cetus sang Nenek sehingga membuat Agatha tahu kemana arah ucapan Neneknya.
"Aku tahu maksud Nenek, Pak Seno dan aku hanya sebatas bos dan sekertaris saja. Aku tidak mungkin mendekatinya dan lagi pula.... "
"Terserah kamu, Nenek tak peduli hubungan kalian yang Nenek inginkan kamu harus mendapatkan hati bos kamu itu. Ingatlah pria kaya dapat merubah kehidupan kita!" ucap Sang Nenek dan sontak langsung saja pergi meninggalkan kamar Agatha.
Benar bukan dugaan Agatha kalau Neneknya meminta dia untuk melakukan hal yang sama lagi seperti dulu. Agatha tak mau menjadi orang yang gila harta seperti ucapan Neneknya. Dia yang selalu saja menjalankan perintah sang Nenek tanpa peduli jika harus mengorbankan dirinya sendiri untuk mengincar para pria kaya dan menghabiskan atau memanfaatkan hartanya.
***
Hari penuh kemalasan bagi Agatha, dia masih belum ingin masuk bekerja namun karena bos kasarnya itu yang memaksanya. Agatha tentu saja ingin mencoba menolak namun terlihat sangat sulit sebab apapun yang dibicarakan oleh Pak Seno maka harus segera dilakukan.
Pagi ini Agatha yang tengah sarapan justru dengan terburu-buru berangkat ke tempat kerjanya padahal sarapannya belum dia habiskan dan itu semua terjadi karena Pak Seno meneleponnya.
"Nenek aku berangkat," ucap Agatha dan berlari pergi.
Entah sampai kapan dia akan bertahan lama bekerja bersama dengan Seno, yang jelas bukannya bahagia karena uang hasil kerjanya justru bebannya akan bertambah.
Kini Agatha tengah berada di dalam bus, dia sengaja untuk tidak naik taksi karena dirinya tengah berhemat dan lebih memilih untuk menabung sebagian dari sisa gajinya. Memprediksikan Neneknya yang sudah terlalu tua dan lelah mengurus, maka dari itu Agatha sedang menabung agar disaat Neneknya sakit atau mereka terkena musibah maka Agatha memiliki uang simpanan.
Setelah menempuh lamanya perjalanan Agatha akhirnya sampai di depan kantornya. Dia langsung saja masuk ke dalam dan bukannya langsung menuju ke ruangannya namun justru Agatha melangkah ke ruangan Pak Seno.
"Kenapa panggil saya mendadak seperti itu Pak?" tanyanya dengan wajah datar tanpa senyuman sedikit pun.
Agatha masih saja kesal dengan bosnya itu, bahkan dia saja belum benar-benar mengenyangkan perutnya.
"Cepat letakkan tas kamu di sofa itu dan ikut saya ke butik sekarang juga!" celetuknya sehingga membuat Agatha mengernyit heran.
"Jangan bilang Bapak mau meminta saya jadi untuk pacar pura-pura Bapak lagi? Saya mau stop Pak, lagi pula uang itu sudah tidak penting bagi saya dan saya juga tak mau ini semua melangkah lebih jauh lagi," ucap Agatha dan langsung saja pergi meninggalkan ruangan Pak Seno.
Seno membulatkan matanya dengan kejujuran Agatha, tentu saja Seno kesal dan marah. Lantas apa yang harus dia bicarakan dengan Ayahnya nanti tentang kekasihnya yang tak bisa datang?
Sedangkan Agatha yang sedang berjalan menuju ruangan tiba-tiba menghentikan langkahnya saat melihat beberapa orang yang tengah berbincang.
Bukannya dia ingin membubarkan namun jika hal itu dibiarkan dan dilihat oleh Pak Seno pasti semua karyawan akan kena amarahnya juga.
"Ekhemm.... "
"Eh, Bu Agatha," ucap salah satu terkejut dengan kedatangan Agatha.
"Sepertinya seru sekali kalian sedang berbincang, memangnya apa yang tengah kalian bicarakan?" tanya Agatha dengan wajah yang datar.
"Kami sedang membicarakan Pak Seno yang sepertinya mempunyai kekasih," jawab seorang wanita gemuk.
Agatha terdiam dan tak menyadari raut wajah tegas tiba-tiba saja berubah ketakutan.
"Itu hanya rumor saja dan lagi pula kalian mengatakan kalau Pak Seno suka mempermainkan wanita, bukankah mungkin saja wanita yang menjadi kekasih Pak Seno itu hanyalah dijadikan mainan saja?" cetus Agatha dengan mencoba menepis sedikit rumor yang mungkin saja memiliki keterkaitan terhadap dirinya.
"Ya kami tahu, tapi sepertinya ini serius Agatha karena Pak Seno sudah memperkenalkan wanita itu dengan bos besar."
"Sudah, dari pada kalian bergosip seperti ini dan nanti Pak Seno dengar memangnya mau kalian di pecat? Cepat bubar!" cetus Agatha dengan tegas.
Semua menganggukkan kepalanya dan diam, mereka kembali ke tempat masing-masing karena takut dengan Agatha yang sudah menjadi tegas seperti ini.
Sedangkan Agatha bukannya pergi menuju ke ruangannya justru dia kembali lagi ke ruangan Pak Seno.
Brak!
Pintu terbuka dengan kasar dam dia menatap Pak Seno dengan wajah datarnya.
"Agatha kenapa kamu membuka pintu saya seperti itu, memangnya kamu bisa menggantinya? Jangan tak sopan ya kamu dengan bos kamu!" Cetus Seno dengan tegas.
"Bapak tahu tidak kalau tadi banyak rumor tentang Bapak yang memiliki kekasih dan mereka tahu kalau Bapak itu memperkenalkan kekasihnya dengan Ayah Bapak," jawab Agatha dengan kesal.
Seno yang sedang fokus terhadap pekerjaannya namun dia masih tetap mendengar ucapan Agatha, akan tetapi wajahnya tiba-tiba saja menatap Agatha dengan bingung.
"Saya tak tahu rumor itu," jawabnya.
"Bohong, Bapak pasti sengaja membongkar ini semua kan?"
"Bongkar apa?"
Keduanya terdiam ketika saat mendengar suara seseorang dari luar, mereka sangat mengenali suara tersebut.
Kedatangan Pak Broto membuat Agatha terdiam, dia bahkan bingung dan takut jika dirinya dikenali walau dengan make up tipis dan cara bicara yang sedikit berbeda."Apa yang sedang kalian berdua sembunyikan?" tanya Pak Broto yang merupakan Ayah Pak Seno."Kenapa Ayah datang tak memberi kabar dulu kepadanya Seno?" tanya Seno, sedangkan Agatha hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata sedikit pun."Untuk apa Ayah memberikan kabar jika datang ke kantor kamu karena ini juga kantor Ayah bukan?" Jadi tak ada penjelasan ini?""Ucapan Agatha tadi tak ada sangkut pautnya dengan masalah pekerjaan, jadi biarkan saja. Dan kamu Agatha silahkan pergi keluar karena saya harus berbicara empat mata dengan Ayah saya!" ucapnya dengan memerintahkan Agatha untuk pergi dari ruangannya lagi pula Agatha saat ini sedang panik ketakutan dengan status mereka.Agatha mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan Pak Seno. Dia bahkan bernafas lega karena diiring telah terhindar dari Pak Broto.Namun Agatha tidak benar-
Lelah karena harus menanggung semuanya. Agatha kini tengah dihukum untuk membersihkan seluruh aula bahkan rekan kerjanya yang melakukan kesalahan yang sama pun tak mendapatkan hukuman dan justru dia lah yang diberikan hukuman tanpa bantuan orang lain pun.Wajahnya menekuk dan seluruh tubuhnya begitu juga wajahnya penuh dengan keringat. Dia bekerja sebagai sekertaris bukan tukang bersih-bersih."Ccckkk... Ayah sama anak sama saja," ucapnya dengan kesal karena dia yang mendapatkan hukuman sendiri. Memang istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya itu benar, sama seperti Pak Seno yang memiliki sikap sama dengan Pak Broto.Agatha yang tak bisa membantah karena baginya itu semua sia-sia dan jelas saja dia hanya seorang sekertaris sedangkan Pak Broto pemilik perusahaan pertama sebelum diberikan kepada Pak Seno anaknya sendiri.Sudah tiga puluh menit dan tubuh Agatha terlihat sangat lelah. Aula yang sudah bersih walau sebelumnya memang tak kotor. Bahkan Agatha terheran untuk apa dia membersih
Agatha tahu apa yang akan dibicarakan oleh Pak Seno, pasti mengenai gosip tersebut. Sebenarnya dia sangat malas jika harus bertemu dengan bosnya itu. Alasannya pasti karena gosip yang sudah tersebar itu. Tok! Tok! "Masuk!" Setelah mendengarkan perintah dari dalam ruangan Agatha langsung saja masuk.Matanya tak berhenti menatap Pak Seno dengan sinis. Entahlah dia sudah menunjukkan sikapnya yang seperti ini dengan Pak Seno, bahkan Pak Seno pun tak mempermasalahkan sikap Agatha namun jika karyawan lain tahu tentu saja dia akan marah. "Kenapa Bapak panggil saya?" tanya Agatha dengan wajah sinisnya. "Tidak usah pura-pura kamu, saya tahu apa yang sedang terjadi di kantor ini," jawab Pak Seno tanpa menatap wajah Agatha karena dia terfokus pada layar komputer. "Ya saya tahu, tapi itu salah Bapak loh kan semua perbuatan Bapak," jawabnya dengan kesal karena hanya dia yang disalahkan. Pak Seno menghentikan aktivitasnya ketika mendengar ucapan Agatha.Keduanya saling bertatapan tajam deng
Wajahnya memerah karena malu dengan perbuatannya sendiri, dia terjatuh tepat ketika melangkahkan kakinya dua langkah memasuki ruangan rapat.Dalam hati Agatha bergumam, "Bagaimana ini aku sudah malu dan apa aku harus berpura-pura pingsan saja?" tanyanya dalam hati namun rapat ini sangatlah penting. Lagi pula Agatha seharusnya terlihat santai saja karena rapat ini hanya ada dirinya, Pak Seno dan beberapa orang Angga.Namun saat Agatha hendak berdiri tiba-tiba saja dia melihat sebuah tangan kekar yang terulur untuk membantunya.Agatha pun mendongakkan kepalanya dan tersenyum malu menatap Angga. Dia menerima bantuan Angga. "Kamu baik-baik saja Agatha?" tanya Angga.Tatapan beberapa orang yang berada di dalam ruangan menatap dirinya dan Angga. "Aku baik-baik saja Angga, terimakasih," jawab Agatha dan membuat Angga mengangguk.Mereka berdua pun berjalan berdampingan karena Angga menuntun Agatha untuk menuju kursinya.Melihat kejadian apa yang baru saja Teja membuat seseorang terlihat sini
Terkejut dan panik membuat Agatha langsung saja pergi berlari mendekati Pak Seno yang telah menyelamatkan nyawanya."Pak, bangun Pak!" ucapnya dengan menggoyangkan lengan Pak Seno agar membuka kedua matanya. Hingga akhirnya ambulan datang.Agatha yang sangat takut jika terjadi sesuatu yang buruk oleh Pak Seno terus saja memburu-buru para petugas medis yang membawa Pak Seno menunjuk ke rumah sakit. Ya, Agatha saat ini tengah berada di dalam ambulan karena dia harus bertanggung jawab sebab Pak Seno bisa terjadi seperti ini karena dirinya.Hingga akhirnya dia sampai di sebuah rumah sakit, selama perjalanan Agatha terus saja menangis tersedu-sedu karena merasa bersalah.Dia ikut mendorong brankar yang dimana ada Pak Seno yang tak sadarkan diri."Maaf Bu mohon untuk menunggu diluar saja," ucap perawat rumah sakit tersebut.Agatha yang terus saja melangkah dan bahkan dia ingin ikut masuk ke dalam untuk melihat keadaan Pak Seno. Dan kini dia tengah menunggu di luar untuk mengetahui keadaan P
Seno terlihat kesal dengan Agatha yang keluar dari persembunyiannya, apalagi ketika melihat raut wajah Ayahnya yang terlihat sangat marah besar."Jadi dia bersembunyi, Seno.... ""Iya, dia bersembunyi lagi pula jangan menyalahkan Agatha Ayah sendiri yang melarangnya!" cetus Seno."Kenapa kamu sekarang melawan Ayah Seno?" cetus Pak Broto karena sikap putranya yang berubah. "Ini pasti karena kamu kan Agatha?" ucapnya dengan menunjuk wajah Agatha menggunakan jari telunjuknya.Agatha terlihat kesal karena dirinya ditunjuk-tunjuk seperti itu apalagi dia disalahkan padahal dia tak tahu apapun. Agatha yang ingin marah namun tak bisa karena Pak Broto memiliki kekuasaan. "Saya tak melakukan apa-apa Pak. Dan saya memohon kepada Bapak jangan pecat saya!" ucap Agatha dengan sedih. Bagaimana jika dia nanti benar-benar dipecat? Mencari pekerjaan saat ini itu sangatlah sulit dan dia bahkan tak memiliki uang simpanan uang memberi makan keluarganya."Ayah tunggu keputusan kamu Seno!" ucap Pak Broto ya
Setelah berbincang dengan Angga dan dia melangkah kembali ke ruangannya namun dia lupa memberikan sebuah flashdisk yang berisi rincian dokumen yang sudah di copy, Seno pun kembali lagi ke tempat tadi dengan harapan kalau Angga belum pergi. Sebenarnya dia sangat malas untuk bertemu dengan Angga dan Seno pun tak tahu apa penyebabnya. Apa karena Angga merupakan masa lalu Agatha? Jika mengingat nama Angga dan Agatha justru membuat Seno mengingat satu hal. Ketika dia mendapatkan informasi bahwa Agatha pergi dengan Angga, dirinya langsung saja mencari dan dia bahkan sampai bertanya dengan satpam penjaga kantornya. Ketika Seno tahu jawaban satpam tersebut kalau Angga dan Agatha pergi makan siang di restoran depan kantornya, jika dibilang dirinya kalah selangkah oleh Angga justru membuat Seno bingung karena dia tak menyukai Agatha."Kemana Pak Angga?" ucapnya ketika sudah sampai namun tak melihat Angga atau mungkin Angga sudah pergi?Seno pun melangkahkan kakinya mendekati salah satu karyawa
Agatha telah menceritakan apa yang selama ini dia sembunyikan, bahkan Neneknya terkejut mendengar cerita cucunya. Dia yang tak menyangka jika pria sebaik Seno rupanya begitu buruk. Agatha yang kini tengah memeluk sang Nenek untuk menyalurkan rasa sedihnya."Sudah cukup itu semua masa lalu. Nenek tahu begitu sulit untuk melupakannya namun untuk apa kamu berada di dekatnya lagi?" tanya sang Nenek.Agatha terdiam, ucapan Neneknya benar namun dia juga terlihat bingung untuk apa dia berada di dekat Seno lagi sedangkan masa lalunya dengan Pak Seno begitu buruk walau Pak Seno sendiri tak mengingatnya namun tetap saja setiap bertemu Agatha selalu saja terbayang-bayang."Aku juga tak tahu, lagi pula itu tak perlu dibahas lagi Nek karena Pak Seno tak mengingatku. Dan aku memberitahukan ini semua kepada Nenek karena agar Nenek cukup untuk memintaku untuk bersama terus-menerus dengan Pak Seno!"Sang Nenek menganggukkan kepalanya, dia tentu saja tak memaksa lagi dari pada cucunya nanti tersiksa."