Share

Bab 5. Permainan yang Akan Terulang

Entah sudah berapa banyak tisu yang dia habiskan hanya untuk menghapus air matanya yang mengalir tak henti-henti. Wajahnya yang membengkak begitu juga dengan kedua matanya. Rambutnya tak beraturan bahkan dia terlihat sangat lusuh.

Kesengsaraan yang terjadi dalam hidupnya disebabkan oleh pria yang sama. Bukan hanya menjadi seorang pembunuh Ibunya namun pria itu juga pernah merebut mahkota berharga Agatha sehingga membuat Agatha terpaksa mengambil sebuah keputusan yang salah.

"Hiks... hiks... seharusnya aku mencari tahu siapa dia," ucapnya menyesal menerima tawaran seorang Kakek-kakek yang sempat dia bantu saat itu.

Seolah-olah hari yang selalu saja Agatha lewati memiliki sebuah kesialan yang datang tanpa diundang.

Tok!

Tok!

"Agatha keluar ada yang ingin berbicara dengan kamu!" ucap seseorang mengetuk-ngetuk pintu kamar milik Agatha.

"Aku sedang tak ingin bicara Nek," jawab Agatha dari dalam kamarnya. Dia tak ingin ada yang melihat kondisi rapuhnya karena kehilangan sang Ibu saat ini.

"Agatha cepat keluar!"

Agatha menutup telinganya dengan menggunakan dua bantal miliknya.

Hingga akhirnya Agatha justru menutup mata karena kelelahan. 

Namun melihat Agatha yang tertidur membuat Neneknya yang berdiri diambang pintu terdiam. Dia berhasil membuka pintu kamar milik Agatha dengan kunci cadangan. 

"Sepertinya dia tidur Pak," jawab sang Nenek yang kini tengah berbicara dengan seseorang bertubuh tinggi.

"Tidur? Kalau begitu bolehkah saya beristirahat sejenak di kamar milik Agatha?" tanyanya, yang tanpa di duga membuat sang Nenek menganggukkan kepalanya.

Dia pun beranjak dan Nenek Agatha pergi meninggalkannya di dalam kamar Agatha. Naik ke atas ranjang dengan cara hati-hati takut jika nanti Agatha justru akan terbangun. 

***

Suara indah kicauan burung yang jarang sekali di dengar oleh Agatha, dia terbangun dari tidurnya dan merasakan sebuah tangan besar melingkar pada perutnya. 

Dia melihat tangan tersebut, tidak mungkin tangan sang Nenek bukan? Karena tangan milik Neneknya tak seputih ini dan juga tangan seseorang yang sudah lanjut usia pasti keriput.

"Pak Seno," ucap Agatha yang kini telah membalikkan tubuhnya melihat seseorang yang memeluknya erat dirinya dari belakang itu. Pantas saja hati Agatha merasa tak asing dengan tangan itu, karena dia pernah melakukan hal yang sama seperti ini hanya berbeda tempat saja. "Pak Seno bangun! Pak bangun!" ucap Agatha dengan menggoyangkan tangan Seno agar terbangun dari tidur pulasnya.

Apa berada di ranjang kecil milik Agatha sangatlah nyaman sehingga membuat Pak Seno tertidur pulas?

"Saya dimana? Oh kamu Agatha, saya ingin bertanya sesuatu," ucapnya kepada Agatha sambil menatap Agatha dengan wajah baru bangun tidurnya.

Rambut acak-acakan seperti itu membuat ketampanan Pak Seno bertambah. "Apa yang ingin Bapak tanyakan?" 

"Mengapa kamu mengatakan kalau aku adalah pembunuh Ibumu?" tanya Seno kepada Agatha.

Agatha terdiam, dia menangis kembali karena mengingat baru beberapa jam lalu Ibunya dimakamkan. "Kau pembunuh Ibuku Pak Seno!" ucap Agatha dengan tubuh yang lemas sambil memukuli dada bidang milik bosnya itu.

Seno tak mengerti, bagaimana dia membunuh Ibu Agatha? Sedangkan dirinya saja tak mengenali rupa dan lainnya. "Aku sudah mengatakan kalau aku bukanlah pembunuh Ibumu," jawab Seno kesal karena dirinya difitnah, meninggalkan senjata saja tak pernah apalagi bermain menggunakan pistol.

"Kau tak mengangkat telepon aku padahal saat itu aku membutuhkan uang darimu Pak Seno!"

Agatha menangis tersedu-sedu, sedangkan Seno yang telah sadar maksud dari ucapan Agatha sontak langsung saja memukul ranjang.

"Kau gila? Aku tak menyakitinya Agatha, kenapa kau terus mengatakan kalau aku yang membunuh Ibu kamu itu," Seno kini tak mau mengalah. "Aku tak tahu jika uang itu sangatlah dibutuhkan Agatha.

"Pergi! Aku tak bisa dekat-dekat dengan pria mesum seperti kamu."

Baru saja dia dikatakan sebagai pembunuh dan sekarang semua berganti menjadi pria mesum.

"Aku mesum dari mana si Agatha?" tanya Seno yang terlihat begitu pasrah karena tuduhan Agatha tak terus-menerus berhenti.

"Kau tak ingat kejadian beberapa tahun lalu? Apa yang telah kita lakukan dan apa yang terjadi?" tanya Agatha dengan kesal.

Dia sepertinya harus membongkar siapa dirinya sekarang pada Seno. Seseorang wanita yang ditemukan di jalanan dan dia lah wanita pertama kali yang tidur bersama dengan Pak Seno walau Agatha tak tahu berapa banyak wanita yang sudah bermain dengan Seno.

"Kejadian apa? Aku tak tahu Agatha dan bahkan kita berdua baru saja kenal kemarin," ucap Pak Seno.

Benar-benar pria yang tak bertanggung jawab yang memiliki hobi untuk bermain dengan wanita lalu dibuang bahkan saat itu sebelum keduanya berpisah Seno dengan sempat melemparkan lembaran uang pada wajah Agatha seolah-olah dirinya adalah pelacur bayaran yang memuaskan nafsu para pria.

"Kau makan uang ini dan ingat jangan atau mencariku lagi!" ucapnya dengan melemparkan beberapa lembaran uang merah pada wajah cantik Agatha.

Agatha yang terduduk di atas ranjang dengan menggunakan selimut karena seluruh tubuhnya tak memakai sehelai pakaian sedikit pun. "Aku bukan wanita bayaran, entah siapa namamu aku lupa. Tapi kau harus bertanggung jawab jika terjadi sesuatu terhadap diriku!" Bersikap tegas karena jika terjadi sesuatu terhadap dirinya, lalu Ibu dan Neneknya mengetahui maka Agatha akan habis dimarahi habis-habisan.

"Kau tak perlu tahu namaku karena hubungan kita hanya sebatas ini saja, dan ambil uang itu!" ucapnya dengan melirik uang yang berserakan di lantai.

Seno pergi begitu saja setelah dengan seenaknya mengambil sesuatu yang penting dan sangat berharga pada diri Agatha.

"Hiks... hiks... hiks... aku takut jika aku nanti mengandung anaknya," ucapnya dengan menangis setelah kepergian Seno.

Tubuhnya sudah tak suci lagi, Agatha sekarang sudah menjadi wanita kotor bahkan dirinya seperti jalang setelah kejadian ini dan harga dirinya pun sudah bilang.

Saat akan mengambil pakaian yang berserakan di atas ranjang tiba-tiba saja ponselnya berdering.

"Halo Ibu?"

"Dimana saja kamu?" 

Pertanyaan Ibunya justru membuat Agatha menangis takut, dia tak mungkin harus menjawab dengan jujur kalau dirinya itu berada di hotel dan dia juga baru saja melakukan sesuatu dengan seorang pria.

"Agatha, kenapa diam saja? Apa terjadi sesuatu?"

"Tidak Ibu," jawab Agatha dengan cepat. Dalam mulut dia berkata tidak namun dalam hati dirinya tak henti-henti mengucapkan iya.

"Kalau begitu kamu pulang cepat!"

Agatha mengangguk, dia berjalan ke kamar mandi dengan tubuhnya ditutupi oleh selimut tebal. Dia mengambil satu persatu pakaiannya yang berserakan dan pergi untuk masuk ke dalam kamar mandi.

"Agatha, aku bertanya sekali lagi apa kita saling kenal?" tanyanya dengan menepuk pundak Agatha.

Agatha yang sedang melamun mengingat masa lalu buruknya itu tiba-tiba saja terkejut dengan tepukan Seno.

"Kita tak saling kenal dan tak akan pernah kenal lagi. Saya memutuskan untuk putus kontrak!"

Terlihat emosi sehingga membuat Agatha mendekat, dia menjatuhkan tubuh Agatha di atas ranjang.

"Apa yang mau kamu lakukan?"

"Kau tahu tentang rumor aku apa yang akan aku lakukan ketika marah bukan?"

Terdiam sejenak, dia tidak bermain dengan Seno lagi sama seperti dulu. Dia benar-benar sangat benci Seno. "Jangan, aku tak ingin kita melakukan untuk kedua kalinya!"

"Kedua kalinya?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status