"Jangan menggoda suami orang, dong, Mbak! Kayak nggak laku aja jadi cewek," teriak Clarissa yang baru saja tiba di dekat Aldara.
Suaranya menggelegar, menarik atensi semua orang yang lewat di sekitarnya. Orang-orang itu kini menatap risih ke arah Aldara, bahkan tidak sedikit yang langsung terhasut dan mencemooh."Bukannya kamu yang merebut suami orang? Kamu membuatku diceraikan oleh suamiku sendiri, dan bisa-bisanya sekarang malah menuduhku mendekati suamimu?!" sahut Aldara dengan tawa sumbang. "Aku bahan tidak berselera dengan suamimu! Jadi, jangan khawatir, aku tidak akan merebutnya.""Jaga mulutmu, Dara!" sentak Rangga."Minta jalangmu ini untuk menjaga mulutnya! Apa harus aku ingatkan tentang kejadian saat aku memergoki kalian di hotel?!"Clarissa mengepalkan tangan erat, sementara Rangga langsung tediam lantaran takut Aldara benar-benar melakukan ancamannya."Bukan aku yang ingin menemui suamimu, Cla, tapi suamimu sendiri yang mencegatku. Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada satpam yang berjaga di sana. Beliau sedari tadi memperhatikan interaksi kami." Aldara menunjuk satpam yang berdiri di samping outlet perhiasan menggunakan dagunya. "Aku permisi dulu," ucapnya lagi dan lantas pergi meninggalkan pasangan itu.Kakinya melangkah lebar keluar dari area mall, lantas masuk ke delam taksi untuk pulang ke rumah Ernest. Hatinya masih sakit karena sikap Clarissa yang mempermalukannya tadi.'Mereka berdua tidak pernah puas sudah menghancurkan. Tunggu saja saat aku punya kekuatan untuk membalasnya, aku pastikan mereka menerima pembalasan yang lebih menyakitkan!' batinnya sambil beberapa kali menghembuskan napas kasar.***Keesokan harinya.Pagi-pagi Alastair memanggil Aldara untuk datang ke ruangannya. Wanita itu sudah ketar-ketir, membayangkan tubuhnya kembali dijadikan objek pelampiasan nafsu oleh Bos nya."Permisi, Pak." Aldara masuk dan langsung menuju ke dekat meja Alastair."Siapa pria kemarin sore itu? Dia pria yang sama saat kita di hotel 'kan?" Alastair langsung bertanya tanpa basa-basi.Wanita itu menunduk, bingung harus menjawab bagaimana. Apakah harus jujur atau berbohong?"Katakan saja sejujurnya. Aku ingin tahu kenapa kau sangat marah saat bertemu dengannya."Cukup lama Aldara tediam dalam kemelut pikirannya, hingga akhirnya ia memilih jujur."D-Dia mantan suami saya," sahutnya dengan suara lirih.Alastair menyunggingkan seringai tipis di ujung bibirnya. "Kenapa bercerai?" tanyanya.Aldara melirik sedikit ke arah Alastair yang masih memasang raut datar. Bingung, apakah harus menceritakan semuanya?"Cepat jawab! Jangan buang-buang waktu dengan diam saja seperti itu.""Kami menikah selama lima tahun dan selama itu juga saya belum bisa memberi keturunan, sementara dia ingin segera punya anak. Sampai akhirnya dia berselingkuh dengan wanita lain, dan wanita itu hamil. Saya diceraikan saat memergoki dia dan selingkuhannya di Hotel," jelas Aldara."Kalian sudah cek kesuburan?"Wanita itu menggeleng. "Hanya saya yang cek dan semuanya sehat, Pak. Tidak ada masalah. Saya menduga karena stres dan tekanan dari dia makanya saya tidak kunjung hamil.""Kapan kalian bercerai?""Dua minggu lalu dia menjatuhkan talaknya untuk saya. Tapi saya belum sempat mengurus surat-suratnya," sahut wanita itu dengan kepala yang terus ditundukkan.Sekarang Aldara malah bingung dengan penyebab Bos nya yang terus bertanya masalah pribadinya."Lalu, kenapa dia masih sering mengganggumu?"Gelengan kepala wanita itu menegaskan kalau ia tidak tahu jawabannya, hal itu membuat Alastair berdecih. "Aku tidak suka wanita lemah!" ujarnya.Aldara meremas ujung blazernya, membuat Alastair semakin muak. Pria itu langsung bangkit dan beranjak mendekat ke arah sekretarisnya.Tanpa basa-basi sebuah kecupan hangat ia daratkan di ujung bibir ranum itu. Sebelah tangannya merengkuh pinggang ramping Aldara, sementara sebelah tangan lagi ia gunakan untuk mengangkat dagu runcing wanita itu."Jangan takut. Lawan kalau dia merendahkanmu," bisik Alastair.Beberapa kali Aldara menghindari ciuaman itu, tetapi Alastair malah menahan tengkuknya sehingga ia tidak punya pilihan lain selain pasrah.'Pak Alastair memintaku melawan Rangga, padahal dia sendiri juga merendahkanku. Apa aku harus melawannya?' batin wanita itu, pilu."Cukup nikmati saja kalau bersamaku. Ingat! Aku tidak memaksamu, dari awal kita sudah menjalin kesepakatan. Jadi tidak ada yang dirugikan di sini," bisik Alastair seakan tahu isi hati Aldara.Aldara tidak menyahut, ia memilih memejamkan mata. Bukan karena merasakan kenikmatan ciuman panas ini, tetapi untuk menghindari tatapan mata dengan Alastair. Ia tidak mau melihat wajah Bos nya, karena ia akan terus merasa dilecehkan saat menatap paras tampan itu.Alastair menjauhkan wajahnya setelah puas mengecap bibir lembut itu. "Aku akan mengadakan rapat besar setelah makan siang. Kau siapkan saja berkas-berkas untuk aku bawa nanti," ucapnya."Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu."Pria itu mengangguk, Aldara langsung beranjak keluar. Ia kembali ke ruangannya dengan air mata membendung di pelupuk netranya.'Sebenarnya apa gunanya Pak Alastair bertanya tentang hubunganku dan Rangga tadi? Dia malah membuka lukaku, dan dengan jahatnya kembali menciumku,' batinnya nelangsa.Cukup lama Aldara menangis, hatinya sakit sekali mengingat bebannya yang begitu berat. Hari-hari berjalan begitu lamban baginya."Dua minggu lagi aku gajian, setelah itu aku akan mencari pengacara dan mulai mengurus perceraian. Baru gajian bulan depan aku akan menyisihkan uang untuk membuka usaha, aku tidak mau terus-terusan menjadi budak nafsu Pak Alastair," gumamnya di sela-sela isak tangis.•Siang hari.Aula besar di gedung perusahaan ini sudah lengkap dengan meja panjang dan kursi empuk. Rapat dihadiri oleh kepala staf dan manager.Di sana juga ada Rangga, ini pertama kalinya ia ikut dalam rapat penting bersama pemimpin perusahaan. Biasanya ia hanya tinggal terima beres saat atasannya yang menghadiri rapat.Namun, Rangga juga senang karena dengan begini ini bisa melihat langsung wajah pemilik perusahaan. Ia bahkan sengaja memilih kursi paling depan, apa lagi tujuannya kalau tidak mencari perhatian?Pintu utama terbuka, Ernest berjalan masuk diikuti oleh beberapa pria berperawakan tinggi tegap dalam balutan jas mahal. Semua orang berdiri untuk memberi hormat. Ernest berhenti di sisi podium, kepalanya menoleh ke arah pintu yang lantas diikuti oleh yang lainnya.'P-Pria itu ....' Rangga tidak bisa menahan keterkejutan saat melihat Alastair masuk ke aula ini diikuti oleh Aldara di belakangnya.Mulutnya melongo dengan mata melotot lebar menatap Alastair duduk di kursi pimpinan utama. Ia mencubit tangannya sendiri, rasanya sakit dan ia sadar ini bukanlah mimpi. Namun, Rangga masih menolak percaya."Perkenalkan, saya Alastair Wilson. Pimpinan utama perusahaan ini. Hari ini kita akan membahas rapat penting mengenai pembukaan cabang perusahaan baru," ucapnya sembari menatap puas ke arah Rangga yang tengah kebingungan.Rangga menggelengkan kepala. Sungguh! Ia masih belum percaya dengan semua ini. Pikirannya terus menolak, tidak terima saat sang mantan istri ternyata dekat dengan pria lain.Ia menghempaskan tubuhnya ke kursi. Lemas seakan tidak memiliki daya kekuatan. Fakta siang ini membangkitkan jiwanya untuk kembali menarik Aldara ke kehidupannya.'Tidak! Aku tidak bisa membiarkan ini. Aku harus merebut kembali Aldara. Aku tidak mau dia bersanding dengan pria yang lebih dariku. Aldara ... harus kembali menjadi milikku,' batinnya seraya mengepalkan tangan erat.Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak
Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi
"Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me
"Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi
"Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk
Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg