(S2) Niat Baik Qey Dan Rencana Mencari Sydney Part 2Rain dan Lady tidak langsung menjawab. Keduanya saling pandang meningkahi keinginan anak mereka.“Ma, Pa, aku bersedia. Kalau sumsum tulangku cocok dan sesuai dengan Kak Brie pake punyaku aja.” Qey menyatakan kesungguhan tekadnya pada kedua orang tuanya. Qey tidak main-main dengan niatnya.Rain dan Lady saling diam, tidak langsung memberi keputusan. Banyak hal yang mereka pikirkan saat ini.“Ayolah, Ma, Pa, katanya waktu Kak Brie udah nggak lama lagi. Katanya Kak Brie hanya bisa selamat dengan transplantasi itu. Jadi apa lagi yang ditunggu?” Qey mendesak menyadarkan Rain dan Lady yang termangu.“Qey, kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?” tanya Rain mengonfirmasi sebelum melakukan tindakan tersebut.”Yakin, Pa, yang penting Kak Brie bisa selamat,” jawab Qey tanpa ragu. Segala rasa sedih dan merasa tersisihkan akibat perhatian orang-orang di sekitarnya yang berlebihan pada Brienna perlahan memudar saat Qey menyaksikan sendiri
“Eh, Qey, tumben ke sini?” Alana terkejut ketika pagi itu Qeyzia datang ke rumahnya. Saat itu Alana baru saja akan berangkat kerja dan langsung turun dari mobil ketika melihat Qeyzia datang.Qey tersenyum tipis. “Aku mau ketemu Gian. Gian-nya ada, Tante?”“Ada tuh di kamarnya masih belum bangun. Bangunin gih. Sekalian kalau mau sarapan langsung sarapan aja ya.”“Iya, Tante.”“Tante tinggal dulu nggak apa-apa kan? Mau ke kantor.”“Nggak apa-apa, Tante.”Qey menunggu sejenak, melepas Alana pergi. Begitu mobil bergerak dan Ale membunyikan klakson sambil meninggalkan halaman barulah Qey masuk ke dalam rumah.Qey langsung gerak cepat menuju kamar Giandra. Iseng memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci. Dengan langkah perlahan Qey masuk ke dalam.Giandra tampak berbaring di atas tempat tidur sambil memeluk guling. Tampak nyenyak dan tidak terusik oleh apa pun.Qey lalu duduk di tepi ranjang. Ia termangu sesaat sambil memindai wajah Giandra inci demi inci. Wajah itu tetap terlihat g
Giandra memandangi Celine yang sedang tidur di pelukannya. Celine terlihat sangat pulas dalam lelap. Akan tetapi tidak sepicing pun Giandra bisa memejamkan mata. Berbagai pikiran kini memberati kepalanya.Sudah sejak kemarin mereka berada di sini dan yang keduanya lakukan hanyalah tidur-tiduran, jalan-jalan menikmati pemandangan lalu kembali lagi ke hotel.Dan… sejak berada di sini juga Giandra tidak pernah menyentuh Celine dalam hal yang lebih intim. Giandra khawatir jika apa yang akan dilakukannya nanti bisa memengaruhi kehamilan Celine.Giandra hanya berani menyentuh Celine sebatas memeluk dan menciumnya. Tidak lebih.Baru saja Giandra mencoba memejamkan mata, suara notifikasi terdengar berdenting dari ponselnya. Masih dengan posisi berbaring, Giandra menjangkau ponsel dengan sebelah tangan. Ada pesan dari Haris.Mas Haris: Lo lagi di mana, Gi?Giandra mengembuskan napas lelah. Ternyata ia lupa mematikan ponselnya.Giandra: Di luar kota, Mas.Mas Haris: Ngapain?Giandra: Lagi nuli
“Papa dulu sama Mama nikah umur berapa?” Pertanyaan itu meluncur dari bibir Giandra yang membuat Ale menoleh padanya. Saat iitu mereka baru saja selesai duet membawakan lagu lawas It Must Have Been Love. Ale yang memetik gitar dan Giandra yang bersenandung.”Kira-kira pertengahan dua puluh empat masuk dua puluh lima. Kenapa, Gi, kok nanya gitu sama Papa, udah mau nikah kamu?”Giandra nyengir kuda. “Ya mana bisa, Pa, kan aku masih ada kontrak.””Terus tadi tiba-tiba nanya gitu ke Papa kenapa?””Iseng aja sih. Tapi untuk ukuran laki-laki umur segitu kan lumayan cepat. Gimana sih, Pa, rasanya nikah muda?”Ale menyandarkan punggung ke dinding bersama dengan menarik mundur pikirannya ke masa lalu. Terlalu banyak hal menyakitkan yang terjadi kala itu. Sebenarnya Ale belum pernah menceritakan tentang sisi gelap hidupnya pada Giandra serta anak-anak yang lain. Ale bahkan tidak ingin lagi mengingatnya. Semuanya cukup menjadi rahasia kelamnya dengan Alana.“Rasanya bahagia karena ada yang mend
Hanya sesaat. Celine segera memalingkan muka dari Giandra dan lebih memilih melihat ke arah lain, lebih tepatnya menundukkan kepala dalam-dalam. Sedangkan Tanya masih memeluk Giandra.“Tanya, aku ikut berduka, sorry, aku nggak tahu kalau abang yang kamu maksud ternyata David.” Giandra berbisik di telinga Tanya.“Nggak apa-apa, Gi, makasih ya udah datang.” Suara Tanya terdengar serak akibat kebanyakan menangis.Giandra mengurai pelukan. Lalu matanya berlarian mencari-cari sosok personil Let It Be serta manajer mereka.“Mas Haris sama yang lain tadi udah ke sini, tapi mereka baru aja pulang sekitar sepuluh menit yang lalu,” beritahu Tanya seakan bisa membaca apa yang ada di pikiran Giandra.Lalu Giandra dan Tanya berjalan bersisian menuju pusara David.“Ma, Pa, ini Giandra, temen satu band aku, dia gitarisnya.” Tanya mengenalkan Giandra pada kedua orang tuanya.Giandra menjabat tangan keduanya bergantian. “Saya ikut berduka, Om, Tante.” Giandra menyampaikan rasa belasungkawa.“Terima ka
Satu per satu pelayat di pemakaman David mulai meninggalkan tempat itu setelah menyampaikan ucapan belasungkawa pada keluarga yang sedang berduka. Kini yang tersisa hanyalah para sahabat dan kerabat dekat."Tante pulang dulu nggak apa-apa, Lin?" tanya Alana. Setelah mengurai pelukan tadi mereka sama-sama diam dan disibukkan oleh pikiran masing-masing. Alana tidak berani mengusik Celine yang sedang bersedih terlalu dalam. Tapi Alana sangat paham apa yang Celine rasakan saat ini. Tentunya tidak mudah untuk menjalaninya. Ditinggal meninggal oleh calon suami justru di saat mereka akan menikah. Sudah begitu harus mengandung janin yang entah bagaimana nasibnya."Nggak apa-apa, Tante," lirih Celine meskipun ia masih ingin lebih lama Alana bersamanya. Dengan memeluk Alana tadi Celine merasa sesuatu yang berbeda. Ia bisa menyampaikan kesedihannya meskipun hanya terucap di dalam hati.Alana memeluk Celine sekali lagi dan memintanya untuk tetap bersabar. "Kapan-kapan kalau kamu mau cerita tel